Selasa, 31 Maret 2015

Bergaullah dengan orang-orang yang positif.

Jika anda ingin sukses dalam hidup anda, di tempat kerja, maupun di lingkungan sosial, Anda menyadari bahwa ada dua kelompok orang dalam pergaulan anda. Pertama ada orang-orang yang membantu anda, yang bersikap positif dalam hidup, yang memiliki energi dan antusiasme, yang menyelesaikan tugas-tugas mereka, yang mempersiapkan masa depan mereka dan yang pada umumnya membuat anda merasa bersemangat dan hidup . Ada pula orang-orang yang suka mengeluh, yang membuat Anda tidak bersemangat. Jangan bergaul dengan kelompok kedua jika anda ingin mewujudkan cita-cita anda dan hidup bahagia.

Jadi, bergaullah dengan orang-orang yang positif, orang-orang yang cerdas, Maksud saya adalah orang-orang yang merasa hidup ini merupakan tantangan yang menyenangkan, yang layak diperjuangkan dan dijalani dengan gembira. Ini adalah kelompok orang-orang yang memiliki sudut pandang yang menarik, yang membuat anda merasa nyaman berbincang dengan mereka, orang-orang yang memiliki hal-hal yang positif untuk diutarakan atau yang lebih memberikan saran-saran, bukan orang-orang yang mengeluh. Ini adalah orang-orang yang mengatakan anda bagus, bukan orang-orang yang mengkritisi Anda .

Kita membicarakan tentang membuang barang-barang yang tak terpakai dari kehidupan fisik.
Sekarang mungkin saatnya untuk membuang beberapa orang yang memang tak berguna . Mari kita lihat orang-orang dalam pergaulan Anda .

Secara jujur, mana yang menurut Anda ;

  • Membuat Anda merasa ANTUSIAS bertemu dengan mereka ?
  • Membuat Anda berani menghadapi tantangan
  • Membuat Anda tertawa , tersenyum , dan merasa bahagia
  • Mendukung Anda 
  • Menstimulasi Anda dengan ide-ide baru, konsep-konsep baru, dan arah baru ? 
Dan mana yang ; 
  • Membuat Anda merasa tertekan setelah bertemu mereka ?
  • Membuat Anda merasa marah , terasing , atau direndahkan
  • Menghancurkan ide-ide Anda dan mementahkan rencana anda ?
  • Meremehkan Anda ?
  • Tidak membuat Anda merasa mampu mencapai apa pun ?
Bergaullah dengan orang-orang dari kelompok pertama. pilihlah kelompok kedua-maka semuanya akan hancur . Teruskan dan selesaikan tugas-tugas Anda . Tapi anda akan mengatakan, sungguh kejam memangkas persahabatan seperti itu . Ya, saya merasa memang begitu, namun saya ingin menikmati persahabatan dengan orang-orang yang tidak suka mengeluh . Tidak ada gunanya bergaul dengan orang-orang yang tidak membuat Anda merasa positif .   


TIDAK ADA GUNANYA BERGAUL DENGAN ORANG-ORANG YANG TIDAK MEMBUAT ANDA MERASA POSITIF 
  

Senin, 30 Maret 2015

FILOSOFI BAKUL ????

FILOSOFI BAKUL ????

Resiko negara di pimpin oleh para bakul yang berkumandang tinggi di negeri tercinta. Filosofi yang bakul di pakai untuk memimpin negara melainkan sangat simple modal berapa , beban resiko para pembeli. Engggak mau Repot mikir BBM , LISTRIK , GAS dll .

Pokok nya hanya cuman mengikuti maunya pasar DUNIA yang di kuasai oleh para DOLLAR . pertamina enggak usah susah-susah yang penting untung , PLN juga kayak'nya seperti gitu . Gak peduli lagi hajat hidup rakyat yang bahan pokok kian hari kian mahal , lepaskan semua resiko oleh para rakyat yang kian menderita. Ironis memang uang rakyat trilliyunan yang digunakan untuk memilih para pemimpin-pemimpin dengan otak  dengkul upss bakul. Dengkul untuk jalan semaunya sendiri,otak bakul untuk untung. Untung yang penting untuk sendiri bukan untuk para-para rakyat jelata 
MUNGKINKAH ???

OLEH Dody Indra Sumantiawan
 
OLEH Dody Indra Sumantiawan


Kamis, 26 Maret 2015

Mahasiswa Tidur.

Mahasiswa Tidur
 
Sekarang ini mahasiswa hanya bisa diam.
Belajar yang giat agar lulus tepat pada waktunya.
Mendapatkan kerja dan berumah tangga sama seperti impiannya.
 
Tak ada lagi kritik
Tak ada lagi demonstrasi.
Kini semua tenang, semua jalanan lengang.
 
Sekarang mahasiswa banyak tertidur.
Dari realita yang tergambar penuh derita.
Dari kenyataan yang seharusnya mereka ubah dengan usaha.
 
Tak ada lagi mahasiswa bertengkar dengan aparat.
Tak ada lagi mahasiswa keluar ke jalan mengenakan almameternya.
Tak ada lagi teriakan dan kepalan penuh amarah.
 
Kini semua pemimpin bisa tidur nyenyak.
Tak perlu memikirkan lagi nasib bangsanya.
Karena mahasiswa, toh, telah mereka tidurkan.
Dalam tumpukan tugas, lembaran uang proyek,
dan kegiatan yang diciptakan berlandaskan hura-hura.
 
Tertidurlah nasib bangsaku, tidurlah mahasiswa.
Bermimpilah yang tinggi dengan penuh khidmat.
Karena setelah kamu bangun nanti.
Kamu akan menemui bangsa ini makan dengan derita berlauk duka.
 
 
Jalan-Jalan Merindukan Derap Langkah
 
Di depan gedung MPR.
Jalan-jalan di sana merindukan langkah yang menghujaminya.
Langkah-langkah dari para pemuda yang keluar bersama.
Sepatu berharga murah yang dirindukannya
Bukan gelindingan ban mobil mewah yang berlalu-lalang.
 
Jalan-jalan itu merindukan hentakan kaki para mahasiswa.
Teriakan lantang penuh semangat.
Bukan stelan jas berharga puluhan juta.
 
Jalan-jalan itu merindukan kaki-kaki yang menyampaikan amanat.
Harapan dari ratusan juta rakyat yang hidup sengsara.
Jalan-jalan itu merindukan derap langkah para manusia muda.
 
Jalan-jalan itu telah muak dengan manusia yang setiap hari masuk dan keluar.
Tetapi, tak menghasilkan apa-apa.
Jalan-jalan itu selalu merindukan.
Manusia muda yang rela letih bahkan mati untuk bangsa ini.
Adakah yang bisa mengobati rindu jalan-jalan itu?


OLEH  FERRY IRAWAN 
Pelaihari, 10 November 2013

Apa Doolittle Raid? Serangan Udara Pertama AU AS ke Jepang

Apa Doolittle Raid? Serangan Udara Pertama AU AS ke Jepang
Doolittle Raid adalah serangan udara pertama yang dilakukan oleh Amerika Serikat yang menargetkan daratan Jepang selama Perang Dunia II.
Serangan ini dilakukan pada tanggal 18 April 1942 dan dipandang sebagai pembalasan atas pemboman Jepang di Pearl Harbor, Hawai, lima bulan sebelumnya.
Serangan udara ini dinamakan sesuai dengan komandan dan perancang serangan, Jenderal James Doolittle, yang pada saat itu masih berpangkat Letnan Kolonel.
Setelah serangan kejutan di Hawai dan mulai terlibatnya Amerika Serikat ke dalam perang, James Doolittle turut membantu mempersiapkan rencana serangan udara balasan terhadap Jepang.
Sebagai seorang perintis dalam dunia penerbangan, Doolittle turut mengembangkan berbagai instrumen terbang seperti “artificial horizon”.
Rencana dasar dari serangan melibatkan peluncuran beberapa pesawat pembom dari kapal induk.
Pengujian dilakukan pada bulan Februari 1942 untuk melihat apakah mesin kembar pembom B-25B Mitchell bisa digunakan untuk menjalankan misi.
Ternyata tes berjalan lancar, sehingga rencana penyerangan dilanjutkan. Dari anggota Bomb Group ke-17 Angkatan Udara Amerika Serikat, relawan dipilih dan dilatih untuk menjalankan misi ini.
Selama masa pelatihan, beberapa modifikasi pesawat dilakukan untuk meningkatkan kapasitas bahan bakar dan memasang kamera untuk merekam pengeboman.
Pada 2 April 1942, 16 pesawat dimuat dalam Kapal Induk USS Hornet dengan perintah rahasia.
Saat kapal induk sudah dalam perjalanan, perintah spesifik pengeboman baru diberikan ke sebagian besar kru.
Beberapa hari kemudian, USS Hornet bertemu dengan USS Enterprise di bawah komando Laksamana Halsey dan bersama-sama berusaha menuntaskan misi.
Perintah awal untuk Doolittle Raid menyatakan bahwa peluncuran pesawat pembom harus dilakukan 400 mil dari pantai Jepang.
Namun, iring-iringan kapal AS terdeteksi oleh kapal patroli Jepang pada jarak lebih dari 600 mil.
Menghadapi resiko kegagalan, tim penyerbu akhirnya dilepas pada saat itu juga, meski belum memasuki jarak ideal yang diperintahkan.
Lima belas dari 16 pesawat lepas landas untuk melakukan serangan, meninggalkan 1 pesawat sebagai unit cadangan.
Doolittle Raid berhasil mengakibatkan kerusakan pada beberapa sasaran, meskipun dengan tingkat keparahan tidak seperti yang mereka harapkan.
Tim Doolittle Raid berhasil menjangkau beberapa sasaran termasuk Tokyo, Kobe, Osaka, Yokohama, dan Nagoya, tapi dengan cepat segera kehabisan bahan bakar cadangan.
Tidak dapat menjangkau basis pendaratan di Cina yang telah direncanakan sebelumnya, para awak diharuskan meninggalkan pesawat, mengakibatkan 2 tewas dalam usaha pendaratan.
Meskipun telah mendapat bantuan dari Cina, 8 orang berhasil ditangkap oleh pasukan Jepang dan dipenjarakan.
Tiga dari delapan orang dieksekusi, 1 meninggal dalam penjara, dan 3 sisanya dibebaskan pada akhir perang.
Meskipun kehilangan semua pesawat beserta kematian 6 orang, rencana Doolittle dianggap sukses dalam upaya meningkatkan jarak jelajah pembom Angkatan Udara AS.
Sebuah konsekuensi strategis dari serangan ini adalah perintah Komandan Jepang, Jenderal Yamamoto, untuk menguasai kepulauan Midway dan menghancurkan kapal induk Amerika untuk menghilangkan resiko serangan bom di masa depan, walaupun Jepang belum memiliki pasukan yang benar-benar siap.
Doolittle Raid memiliki dampak yang luar biasa pada moral rakyat Amerika setelah serangan mengejutkan terhadap Pearl Harbor beberapa bulan sebelumnya.
Doolittle dianugerahi Medal of Honor untuk upaya dan keberaniannya. Anak buahnya yang selamat juga menerima berbagai penghargaan dan promosi.

Rabu, 25 Maret 2015

// Ini dia konsep awal Lambang Negara Indonesia (Garuda bukan Elang Jawa) " Mungkin masih banyak yang mengira bahwa lambang burung Garuda Pancasila adalah Elang Jawa. "

// Ini dia konsep awal Lambang Negara Indonesia (Garuda bukan Elang Jawa)
" Mungkin masih banyak yang mengira bahwa lambang burung Garuda Pancasila adalah Elang Jawa. "
Sewaktu Republik Indonesia Serikat (RIS) dibentuk, Sultan Hamid II yang berasal dari Pontianak diangkat menjadi Menteri Negara Zonder Porto Folio. Selama masa jabatannya sebagai menteri negara itu, beliau ditugaskan Presiden Soekarno untuk merencanakan, merancang dan merumuskan gambar lambang negara.
Beliau teringat akan ucapan Presiden Soekarno, bahwa hendaknya lambang negara mencerminkan pandangan hidup bangsa, dasar negara Indonesia, dimana sila-sila dari dasar negara (Pancasila) divisualisasikan dalam lambang negara tersebut.
Pada tanggal 10 Januari 1950, dibentuklah Panitia Lencana Negara dibawah koordinator Menteri Negara Sultan Hamid II dengan susunan panitia M Yamin sebagai ketua dan Ki Hajar Dewantoro, M A Pellaupessy, Moh Natsir, serta RM Ng Purbatjaraka sebagai anggotanya.
Panitia ini bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah. Perancangan lambang negara ini pun dibuat dalam metode sayembara.
Pada proses selanjutnya, terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M Yamin. Namun yang diterima pemerintah dan DPR RIS adalah karya Sultan Hamid II yang berupa burung (Garuda) beserta bahu manusia lengkap dengan tangan yang memegang perisai pancasila, sedangkan karya M Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari dan menampakkan pengaruh Jepang.
Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara perancang (Sultan Hamid II) dan Presiden Soekarno-Hatta terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu. Terjadi kesepakatan antara mereka bertiga, mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula adalah pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan "Bhineka Tunggal Ika".
Tanggal 8 Februari 1950, rancangan final lambang negara tersebut diajukan kepada Presiden Soekarno. Rancangan final lambang negara tersebut lalu mendapat masukan dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan kembali, karena adanya keberatan terhadap gambar burung Garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dan dianggap bersifat mitologis.
~ Menurut Wikipedia, Garuda adalah salah satu dewa dalam agama Hindu dan Buddha yang merupakan wahana Dewa Wisnu. Garuda digambarkan bertubuh emas, berwajah putih dan bersayap merah. Paruh dan sayapnya mirip elang, tetapi tubuhnya seperti manusia. Ukurannya besar, sehingga dapat menghalangi matahari.
Dari sini kita bisa menarik kesimpulan, bahwa mungkin rancangan awal yang diajukan Sultan Hamid II, ide awalnya berasal dari Garuda-nya Hindu/Buddha karena terlihat adanya bahu dan tangan yang memegang perisai. Dan sepertinya ide rancangan tersebut bukan berasal dari Elang Jawa (meskipun memang dibuat mirip) seperti yang dikira banyak orang selama ini. ~
Penyempurnaan-penyempurnaan terus dilakukan Sultan Hamid II hingga tercipta bentuk Rajawali-Garuda Pancasila dan disingkat Garuda Pancasila, dimana bahu dan tangan manusia yang memegang perisai dihilangkan. Garuda Pancasila ini akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS.
Ketika itu, gambar bentuk kepala Garuda Pancasila masih gundul dan tidak berjambul seperti sekarang ini.
Lalu pada tanggal 20 Maret 1950, Presiden Soekarno memerintahkan pelukis istana, Dullah, untuk melukis kembali Garuda Pancasila dengan penambahan jambul pada kepalanya, serta mengubah posisi cakar kaki yang mencengkeram pita dimana semula berada dibelakang pita menjadi di depan pita. Dipercaya bahwa alasan Bung Karno menambahkan jambul karena kepala Garuda yang gundul dianggap terlalu mirip dengan Bald Eagle, lambang negara Amerika Serikat.
Berikut makna Burung Garuda Lambang Negara Indonesia :
1. Garuda Pancasila sendiri adalah burung Garuda yang sudah dikenal melalui mitologi kuno dalam sejarah bangsa Indonesia, yaitu kendaraan Dewa Wisnu yang menyerupai burung elang rajawali.
Garuda digunakan sebagai lambang negara untuk menggambarkan bahwa Indonesia adalah bangsa dan negara yang kuat.
2. Warna keemasan pada burung Garuda melambangkan keagungan dan kejayaan.
3. Garuda memiliki paruh, sayap, ekor, dan cakar yang melambangkan kekuatan dan tenaga pembangunan.
4. Jumlah bulu Garuda Pancasila melambangkan hari proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, antara lain :
- 17 helai bulu pada masing-masing sayap
- 8 helai bulu pada ekor
- 19 helai bulu pada pengkal ekor
- 45 helai bulu di leher
Betapa gagahnya Garuda Pancasila yang menjadi lambang negara kita ini.
Sumber : dari berbagai sumber



// Mengenang Indonesia sebagai salah satu Negara Super Power di masa lalu " motivasi kebangkitan negeri "

// Mengenang Indonesia sebagai salah satu Negara Super Power di masa lalu
" motivasi kebangkitan negeri "






Era kepemimpinan Presiden Soekarno memang merupakan masa keemasan bagi kekuatan militer Indonesia, tepat di tahun 1960, dimana kekuatan militer Indonesia saat itu adalah salah satu yang terbesar dan terkuat di dunia.
Bahkan, Belanda yang pada saat itu masih bercokol di Papua, kekuatannya saja sudah tidak sebanding lagi dengan Indonesia. Dan Amerika, sangat merasa khawatir dengan perkembangan kekuatan militer Indonesia yang didukung besar-besaran oleh tekhnologi militer terbaru dari Uni Soviet.
Melihat kekuatan Indonesia yang makin hebat, Belanda yang didukung negara Barat mencoba merancang tipu muslihat untuk merancang negara boneka (Papua) yang seakan-akan merdeka, tapi masih dibawah kendali Belanda.
Tentu kita dapat mengira, betapa berangnya Presiden Soekarno menghadapi kelakuan Belanda ini. Demi merebut kembali Papua (dulu Irian Barat), Presiden Soekarno segera mengambil tindakan ekstrim, beliau segera mengeluarkan perintah 'Trikora' di Yogyakarta yang isinya :
- Gagalkan negara boneka Papua buatan kolonial Belanda.
- Kibarkan Sang Saka Merah Putih di seluruh Irian Barat.
- Bersiaplah untuk mobilisasi umum, mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air bangsa.
Berkat kedekatan Indonesia dengan Uni Soviet, maka Indonesia mendapatkan bantuan besar-besaran dari negara adi kuasa itu. Bantuan yang diberikan berupa kekuatan armada laut dan udara militer tercanggih di dunia dengan nilai yang fantastis, US $ 2,5 milyar. Berkat ini pula lah kekuatan militer Indonesia menjadi yang terkuat di seluruh belahan bumi selatan seperti yang selalu kita ingat, gelar Macan Asia.
Peta kekuatan militer Indonesia pada saat itu :
# Kekuatan Armada Laut
1. Kapal Perang Utama (KRI Irian)
Salah satu kapal perang terbesar dan tercepat di dunia dari kelas Sverdlov, dengan 12 meriam raksasa kaliber 6 inchi. Bobot kapal raksasa ini adalah 16.640 ton, dengan awak sebanyak 1.270 orang termasuk 60 perwira. Bandingkan saja, kapal-kapal perang terbaru Indonesia sekarang dari kelas Sigma hanya berbobot 1.600 ton.
Kapal KRI ini tidak pernah sekalipun oleh Uni Soviet diberikan kepada negara lain, kecuali Indonesia.
2. Kapal Selam
Bukan hanya kapal perang, Indonesia juga memiliki 12 kapal selam kelas Whiskey yang hampir seluruhnya di persenjatai Torpedo jenis SEAT-50. Torpedo fire and forget ini merupakan torpedo terbaik pada zamannya dan hanya Rusia serta Indonesia yang memiliki torpedo jenis ini.
Ke-12 kapal selam itu diberi nama :
- KRI Cakra-401 / masih aktif hingga kini
- KRI Nanggala-402 / masih aktif hingga kini
- KRI Nagabanda-403 / masih misteri
- KRI Trisula-404 / masih misteri
- KRI Nagarangsang-405 / masih misteri
- KRI Tjandrasa-406 / masih misteri
- KRI Alugoro-407 / masih misteri
- KRI Tjundamani-408 / masih misteri
- KRI Widjajadanu-409 / masih misteri
- KRI Pasopati-410 / sekarang berada di monumen KS (di salah satu wilayah di Surabaya)
- KRI Hendradjala-411 / masih misteri
- KRI Bramasta-412 / masih misteri
(/) status
Semua nama kapal selam diambil dari nama senjata dari dunia pewayangan. Sebanyak 9 dari 12 jumlah kapal selam di atas hingga kini keberadaannya masih misterius dan menjadi rahasia pemerintahan Indonesia.
3. Corvette
Puluhan kapal tempur kelas Corvette juga diberikan kepada pemerintah Indonesia di masa itu, salah satunya KRI Tjiptadi-881. Fungsi Corvette pada masa itu ialah sebagai penjaga sekaligus pengiring dari kapal perang utama KRI Irian.
Indonesia mempunyai 104 unit kapal tempur, ini merupakan jumlah yang sangat fantastis untuk sebuah negara yang baru merasa kemerdekaan di masa itu.
# Kekuatan Armada Udara
- 20 unit pesawat pemburu supersonic MiG-21 Fishbed
Adalah pesawat tempur sergap berjarak pendek dan merupakan pesawat produksi generasi pertama dari seri MiG-21 yang populer. Karena ketangguhannya, pesawat ini juga pantas dijuluki AK-47 di udara.
- 30 unit pesawat MiG-15
Adalah pesawat tempur jet yang dikembangkan oleh Artem Mikoyan dan Mikhail Gurevich untuk Uni Soviet. Pesawat jenis ini juga aktif dipergunakan dalam Perang Korea.
- 49 unit pesawat tempur high-subsonic MiG-17
Adalah pesawat tempur jet Uni Soviet yang aktif sejak tahun 1952. Pesawat ini merupakan pengembangan lebih lanjut dari MiG-15. Indonesia pernah memiliki pesawar jenis ini dalam jumlah besar.
- 10 unit pesawat supersonic MiG-19
Adalah pesawat tempur jet Uni Soviet, merupakan pesawat pertama Uni Soviet yang mampu terbang dengan kecepatan supersonik.
Pesawat jenis ini yang dimiliki Indonesia, pada akhirnya disumbangkan kepada Pakistan yang digunakan untuk menghadapi India dalam perang India-Pakistan.
- Pesawat supersonic MiG-21
Adalah pesawat supersonic tercanggih di dunia, yang mampu terbang dengan kecepatan mancapai Mach 2. Pesawat ini bahkan lebih hebat dari pesawat tercanggih Amerika saat itu. Sementara Belanda, mereka masih mengandalkan pesawat-pesawat peninggalan perang dunia II.
Setelah berakhirnya kepemimpinan Soekarno yang juga berdampak berakhirnya hubungan baik Indonesia dengan Blok Timur, maka kekuatan AURI juga mulai melemah seiring keterbatasan spare part dan pesawat-pesawat MiG tersebut. Hingga berakhir pada di grounded nya pesawat-pesawat MiG tersebut (MiG-17 dan MiG-21), dan ada juga yang dijual ke Pakistan (MiG-19).
- 25 unit pesawat pembom TU-16 Tupolev
Semua pesawat TU-16 ini direncanakan untuk menyerang Hr. Ms. Karel Doorman, yang merupakan kapal induk AL Belanda yang tengah berlayar di dekat Irian Barat. Saat itu, pesawat semua pesawat ini menggunakan rudal anti-kapal AS-1 Kennel.
Semua unit TU-16 tidak diterbangkan lagi pada tahun 1969 dan keluar dari armada AURI pada tahun 1970. Pada masa itu hanya ada 4 negara yang memiliki pesawat pembom ini, yaitu Uni Soviet, Amerika, Inggris, dan Indonesia.
- 9 unit helikopter MI-6
- 16 unit helikopter MI-4
- Pesawat Angkut Antonov An-12B (tidak disebutkan berapa buah)
# Kekuatan Armada Darat
Hampir seluruh pasukan darat Indonesia menggunakan senjata AK-47 yang dibeli dari Rusia (Uni Soviet..??). Hingga kini, ketangguhan senjata tersebut masih melegenda dan merupakan senjata terbaik sepanjang masa.
Segala apa yang dimiliki Indonesia pada saat itu pada akhirnya membuat Amerika (dibawah pimpinan John F. Kennedy) memaksa Belanda untuk segera keluar dari Papua. Hingga dalam forum PBB, Amerika juga menyatakan bahwa peralihan kekuasaan di Papua, dari Belanda ke Indonesia, adalah sesuatu yang bisa diterima. **
Jika dibandingkan dengan kekuatan militer yang dimiliki Indonesia saat ini, tentu perbandingan kekuatannya sangat berbeda jauh. Dimana saat itu Presiden Soekarno menggunakan segala kekuatan tekhnologi terbaik di zamannya, sedangkan saat ini..??
Tapi setidaknya pada masa kepemimpinan SBY sekarang ini, kekuatan militer Indonesia secara bertahap mulai terus meningkat.
Pada akhirnya menyisakan sebuah pertanyaan,
Bisakah cerita kedahsyatan Indonesia di masa lalu ini menjadi motivasi kebangkitan Indonesia di masa yang akan datang..?? Bangunlah Macan Asia ku..!!

10 Fakta tentang Hewan Mamalia yang Perlu Anda Ketahui

10 Fakta tentang Hewan Mamalia yang Perlu Anda Ketahui




Kelompok hewan menyususi atau mamalia memiliki berbagai karakteristik unik yang perlu Anda ketahui.
Berikut akan disajikan berbagai fakta menarik tentang mamalia yang meliputi karakteristik, siklus hidup, dan sejarah evolusi mereka:

1. Mamalia dibagi menjadi 21 kelompok.
Para ilmuwan belum sepenuhnya menyetujui pembagian jumlah kelompok mamalia. Salah satu versi paling populer menyatakan terdapat 21 kelompok dalam mamalia.
Beberapa kelompok mamalia diantaranya adalah primata, marsupial, kelelawar, cetacea, karnivora, rodensia, dan gajah.
2. Terdapat sekitar 4.500 hingga 5.000 spesies mamalia di bumi.
Dari semua kelompok mamalia, yang paling beragam adalah kelompok hewan pengerat (rodensia) yang mencakup lebih dari 1.700 spesies.
Spesies dalam kelompok mamalia lainnya termasuk kelelawar (977 spesies), primata (356 spesies), insektivora (365 spesies), dan marsupial (292 spesies).
Kelompok mamalia dengan jumlah spesies paling sedikit termasuk aardvark (1 spesies), duyung dan manate (4 spesies), serta lemur terbang (2 spesies).
3. Mamalia pertama kali muncul sekitar 200 juta tahun yang lalu selama Periode Jurassic.
Nenek moyang mamalia adalah sekelompok reptil yang dikenal sebagai therapsids.
Mamalia pertama yang muncul secara mandiri dan berbeda dengan therapsids terjadi selama Periode Jurassic.
Dari semua kelompok mamalia yang hidup saat ini, monotremata adalah yang tertua, diikuti oleh marsupial.
4. Mamalia merupakan tetrapoda.
Mamalia memiliki empat tungkai, karakteristik yang menempatkan mereka dalam kelompok hewan yang dikenal sebagai tetrapoda.
Perlu dicatat bahwa meskipun beberapa mamalia seperti paus, duyung, dan manate telah kehilangan tungkai belakang selama evolusi, mereka tetap keturunan tetrapoda.

5. Mamalia berdarah panas.
Mamalia adalah makhluk berdarah panas atau ‘endotermik’ yang berarti mampu menghasilkan panas internal (tubuh) sendiri.
6. Semua mamalia memiliki rambut.
Rambut merupakan ciri khas mamalia. Tidak terdapat organisme lain memiliki rambut yang sejati kecuali mamalia.
Semua mamalia memiliki rambut yang setidaknya tumbuh pada bagian tubuh tertentu di beberapa waktu kehidupan mereka.
Rambut umumnya terdiri dari batang sel yang diperkuat oleh protein yang disebut keratin.
Rambut tumbuh dari sel-sel kulit yang disebut folikel. Rambut dapat mengambil berbagai bentuk termasuk bulu, kumis, duri, atau tanduk.
Rambut memiliki berbagai fungsi seperti memberikan isolasi saat udara dingin, melindungi kulit, berfungsi sebagai kamuflase, dan memberikan umpan balik sensoris.
7. Mamalia merupakan amniota.
Amniota adalah vertebrata darat dengan telur yang memiliki beberapa lapis membran pelindung (amnion, chorion dan allantois). Reptil, mamalia, dan burung semua termasuk dalam kategori amniota.
8. Era Cenezoic disebut pula sebagai ‘Zaman Mamalia’.
Era Cenezoic (65 juta tahun yang lalu sampai saat ini) dianggap sebagai Zaman Mamalia karena merupakan periode waktu dimana mamalia yang terdiversifikasi menjadi vertebrata darat yang dominan.
9. Mamalia terbesar adalah paus biru.
Paus biru adalah mamalia terbesar dan juga merupakan hewan terbesar yang masih hidup.
Paus biru mungkin juga menjadi hewan terbesar yang pernah hidup. Hewan ini memiliki berat badan antara 110-160 ton dan individu dewasa memiliki ukuran di kisaran 20-30 m.
Paus sirip (Balaenoptera physalus ) merupakan hewan kedua terbesar dengan berat 47-74 ton dan berukuran 19-22 m.
10. Mamalia terkecil adalah kelelawar lebah (bumblebee bat).
Kelelawar bumblebee merupakan mamalia terkecil dengan ukuran hanya 2,5 cm dengan berat 2 gram.
Kelelawar bumblebee adalah spesies terancam punah yang mendiami gua kapur di Thailand dan Burma.
Amazine.co

Apakah Gelombang Radio? Kegunaan, Efek Kesehatan & Sejarahnya

Apakah Gelombang Radio? Kegunaan, Efek Kesehatan & Sejarahnya





Gelombang radio merupakan sebentuk radiasi elektromagnetik (electromagnetic radiation) yang tak terlihat.
Radiasi ini memiliki panjang gelombang bervariasi dari sekitar 1 mm hingga lebih dari 100.000 km, sehingga membuat gelombang radio menjadi salah satu yang memiliki rentang terluas dalam spektrum elektromagnetik.

“Radio” merupakan istilah generik untuk menyebut radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang lebih dari 1 mm dan memiliki frekuensi di bawah 300 GHz.
Gelombang radio dihasilkan oleh gerakan muatan listrik, yang dapat dihasilkan dari arus listrik atau dari gerak acak atom dan molekul.
Bentuk radiasi elektromagnetik ini sangat penting untuk komunikasi manusia, dan digunakan antara lain pada ponsel, televisi, radio, serta radar.
Bagaimana Gelombang Radio Dihasilkan?
Semua radiasi elektromagnetik dapat dianggap sebagai gelombang berombak melalui medan elektromagnetik, mirip seperti riak dalam kolam.
Radiasi elektromagnetik dihasilkan ketika partikel bermuatan listrik, biasanya elektron, berubah kecepatan atau arah gerakan.
Hal ini dapat terjadi dalam berbagai cara, seperti pada pemanasan atom dan molekul, serta saat terjadi perubahan tingkat energi elektron.
Frekuensi dan panjang gelombang tergantung pada jumlah energi yang terlibat. Frekuensi yang lebih tinggi dan panjang gelombang yang lebih pendek menunjukkan energi yang lebih tinggi.
Kegunaan Gelombang Radio
Penggunaan paling dikenal gelombang radio adalah untuk mengirim foto, audio, dan teks dalam bentuk sinyal.
Gelombang panjang radio mampu ditransmisikan pada jarak jauh dan bisa menghindari berbagai rintangan selama proses transmisi.
Gelombang radio dengan panjang gelombang kurang dari 10 meter akan diserap oleh atmosfer.
Gelombang yang lebih panjang dipantulkan kembali antara ionosfer dan tanah, membuat gelombang radio ideal digunakan untuk transmisi di atas cakrawala.
Frekuensi terendah gelombang radio umum digunakan untuk komunikasi dengan kapal selam karena memiliki energi yang rendah – tidak mudah dideteksi – namun memiliki daya tembus tinggi.

Gelombang radio jenis ini dianggap memiliki kemampuan “bass” lebih, yang berarti mampu menembus lebih jauh, terutama melalui media tebal seperti air.
Agar dapat mengirim informasi, gelombang radio harus dikodekan terlebih dahulu.
Terdapat dua metode pengkodean utama yaitu amplitude modulation (AM) dan frequency modulation (FM).
Pada metode AM, informasi dikodekan dengan memvariasikan amplitudo atau tinggi gelombang, sedangkan metode FM melibatkan perubahan frekuensi untuk membawa data.
Gelombang radio yang telah dikodekan lantas diterjemahkan oleh penerima untuk kemudian mereproduksi informasi yang dibawanya, yang mungkin berupa gambar, suara, atau teks.
Efek Kesehatan
Terdapat kekhawatiran tentang kemungkinan efek pada kesehatan akibat paparan gelombang radio, terutama di kisaran gelombang microwave yang digunakan pada ponsel dan radar.
Ketika diserap jaringan tubuh, radiasi frekuensi radio dapat menyebabkan pemanasan. Eksposur normal dianggap tidak menimbulkan masalah, tetapi berada dekat pemancar radar yang kuat dapat berbahaya.
Lensa mata sangat rentan terhadap kerusakan akibat pemanasan. Paparan berlebih terhadap radiasi gelombang mikro juga berpotensi menyebabkan katarak.
Terdapat pula kekhawatiran tentang efek jangka panjang penggunaan ponsel, namun studi sampai tahun 2013 belum menghasilkan kesimpulan meyakinkan.
Sejarah Gelombang Radio
Gelombang radio pertama kali diprediksikan keberadaannya pada tahun 1865 oleh James Clerk Maxwell, yang menemukan persamaan elektromagnetisme (dikenal sebagai persamaan Maxwell).
Ketika bekerja menyelidiki hubungan antara elektromagnetisme dan cahaya, Maxwell menyadari kemungkinan adanya bentuk lain radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang di atas dan di bawah rentang spektrum yang terlihat.
Adanya radiasi panjang gelombang yang lebih rendah ditunjukkan oleh eksperimen pada tahun 1887, ketika Heinrich Hertz berhasil menghasilkan gelombang radio di laboratorium.
Guglielmo Marconi dan Nikola Tesla, keduanya dikreditkan sebagai pionir awal di bidang radio, tapi Marconi adalah yang pertama mematenkan sistem telegrafi nirkabel pada tahun 1896

DI RANGKUM DI BERBAGAI SUMBER 

SEJARAH ISLAM DI PRANCIS

SEJARAH ISLAM DI PRANCIS

Pada tahun 91-94 H, umat Islam melalui panglima perang mereka Musa bin Nushair dan Thariq bin Ziyad berhasil menaklukkan Andalusia.
(1) Kekuasaan tersebut sampai di daerah Asturies di Propinsi Galicia hingga ke Teluk Biscay, pantai Prancis. Walaupun secara de facto kekuasaan umat Islam belumlah sampai pada daerah-daerah pedesaan dari wilayah yang telah dikuasai. Hal itu dikarenakan medannya yang sulit dan cuaca yang begitu dingin.

Wilayah Prancis
27 Kerajaan di Prancis
Dulu wilayah Prancis terbagi menjadi 27 Kerajaan kecil.
Dahulu, Prancis adalah sebuah wilayah yang terdiri dari 27 kerajaan kecil. Orang-orang mengenal mereka yang tinggal di daerah tersebut dengan sebutan orang-orang Gaul atau Gallia. Wilayah ini terdiri dari 5 kawasan:

Pertama: wilayah Septimania adalah wilayah Barat dari propinsi Romawi, Gallia Narbonensis. Daerah ini pernah dikuasai oleh bangsa Visigoth atau bangsa Goth dengan raja mereka Theodoric II. Wilayah ini terdiri dari tujuh kota dengan Narbonne sebagai ibu kotanya.
Kedua: wilayah Aquitaine terletak di barat daya Prancis sekarang, di sepanjang Samudera Atlantik dan Pegunungan Pyerenees yang merupakan pagar batas wilayah Spanyol. Bordeaux adalah ibu kotanya.
Ketiga: wilayah Aix-en-Provence letaknya 30 Km Utara Marseille dan Kota Avignon adalah ibu kotanya.
Keempat: wilayah Burgundi terletak di wilayah timur Prancis.
Kelima: wilayah utara Sungai Loire, sungai terpanjang di Prancis.
Muslim Pertama di Prancis
Setelah mengetahui bahwasanya Prancis di masa dahulu dan Eropa secara umum terdiri dari kerajaan-kerajaan kecil yang saling bermusuhan dan saling berperang, maka tidak heran kedatangan umat Islam pun menimbulkan reaksi yang keras dari mereka.
Umat Islam pertama yang mengadakan kontak senjata dengan orang-orang Gaul atau Gallia adalah pasukan as-Samah bin Malik al-Khaulani pada tahun 100-102 H. Saat itu, umat Islam berhasil mengusai wilayah Narbone hingga mencapai kota Toulouse. Hingga akhirnya ia berhasil menguasai wilayah Septimania secara keseluruhan. Dan berdirilah pemerintahan Islam di wilayah tersebut.
Setelah itu, ia menjadikan Narbone sebagai pusat pemerintahan dan pusat kekuatan militer untuk menghadapi serangan orang-orang Gallia yang lain. Dalam penyerangan terhadap wilayah Aquitaine, as-Samah dan sejumlah besar pasukannya gugur di wilayah dekat Toulouse. Peristiwa ini terjadi pada pada hari Arafah tahun 102 H (Tarikh al-Ulama wa ar-Ruwwat oleh Ibnu al-Fardhi, 1:230).
Apa yang telah dilakukan oleh as-Samah diteruskan oleh Anbasah bin Sahim al-Kalbi pada tahun 107-110 H. Anbasah berkuasa pada tahun 103 H, dan ia merupakan orang yang sama dengan as-Saham dalam keshalehan dan kekuatan. Selama empat tahun awal pemerintahannya, Anbasah sibuk mengatur tata negaranya, mengadakan pembangunan dan persiapan di bidang militer untuk berhadapan dengan orang-orang (Frank) Eropa.Septimania
Anbasah berhasil membawa pasukannya menyeberangi Pegunungan Pyerenees, menguasai tujuh kota di Septimania dan menaklukkan wilayah Aix-en-Provence hingga sampai di Kota Lyon. Setelah itu ia mengakspansi daerah-daerah berikutnya hingga pasukannya menerobos 70 Km bagian selatan Kota Paris. Keberhasilan ini adalah jarak terjauh yang dicapai oeh kaum muslimin. Belum pernah ada dari kalangan umat Islam yang melakukan apa yang Anbasah lakukan. Saat hendak kembali, ia diserang oleh pasukan besar bangsa Frank, hingga ia pun gugur dalam pertempuran tersebut. Peristiwa itu terjadi pada tahun 107.
Setelah Anbasah wafat, Adzrah bin Abdullah al-Fahri menggantikannya. Ia membawa kaum muslimin kembali menuju Narbonne dan memerintah di sana hingga bulan Rabiul Awal tahun 110 H (Ma’alim Tarikh al-Maghrib wa al-Andalus oleh Husein Mu’nis, Hal: 254).
Pencapaian Anbasah ini begitu berpengaruh di hati bangsa Frank. Seluruh dataran Eropa mulai merasakan kewibawaan umat Islam. Mereka pun serius mempersiapkan diri, menggalang kekuatan menghadapi umat Islam. Kekuatan militer mereka perkokoh. Kerja sama antara mereka pun ditingkatkan untuk menghadapi umat Islam.
Abdurrahman al-Ghafiqi
Setelah berlalu tujuh pemimpin yang memerintah Andalus (725-730 H atau 107-112 M), mulailah terjadi terjadi ketidakstabilan dan perselisihan antara umat Islam di sana. Lalu pada bulan Shafar 112 H, diangkatlah Abdurrahman bin Abdullah al-Ghafiqi sebagai gubernur Andalus. Ini adalah untuk kedua kalinya ia memimpin Andalusia. Ia adalah pimpinan Andalusia yang terkenal paling berpengaruh, adil, shaleh, dan cakap.
Pada awal kepemimpinannya yang kedua ini, selama hamper satu tahun ia sibuk memperbaiki permasalahan dalam negeri. Setelah itu, barulah ia mengumandangkan jihad melawan orang-orang Frank
Pada awal tahun 114 H/732 M, Abdurrahman al-Ghafiqi memimpin pasukannya menyusuri jalur selatan, melewati Pegunungan Albert dari jalur Pamplona menuju Aquitaine yang merupakan wilayah terluas Ghalia atau Prancis di waktu itu. Lalu al-Ghafiqi dan pasukannya berhasil masuk ke Kota Bordeaux. Kemudian melewati Sungai Loire dan mengusai dua kota di sana, Poiters dan Tours. Mereka pun melanjutkan ekspansi hingga ke Paris. Sampai akhirnya, al-Gahfiqi dikejutkan dengan pasukan Frank dalam jumlah besar yang dipimpin oleh Charles Martin. Terjadilah perang besar yang dikenal dengan Perang Balath Syuhada.
Perang Balath Syuhada2
Balath adalah sebuah daerah 20 Km di selatan Poiters, melewati jalan-jalan Tours Utara, dan dekat dengan wilayah Rumania. Pada akhir bulan Sya’ban 114 H bertepatan dengan Oktober 732 M, terjadilah sebuah pertempuran besar di wilayah tersebut. Sebuah peperangan yang terjadi antara kaum muslimin dan orang-orang Frank. Orang-orang Barat mengenal perang ini dengan The Batle of Tours atau yang kemudian dikenal dengan Moussais-la-Bataille.
Di antara indikator yang menunjukkan besarnya perang ini adalah perang terjadi selama 8 hari. Padahal ini adalah perang terbuka, bukan gerilya. Dan ini adalah perang kolosal, bukan perang modern yang bisa berlangsung dengan jarak jauh. Balath Syuhada adalah perang dimana pedang-pedang saling bertemu, panah dan tombak berterbangan menghujam sasarannya. Saat itu, kesabaran umat Islam benar-benar diuji. Demikian juga Niat jihad dan mental mereka. Orang-orang Frank dan Nasrani dari Jerman, Hungaria, dan Rumania bersatu menghadapi Abdurrahman al-Ghafiqi dan pasukannya.
Peperangan ini berakhir dengan kekalahan kaum muslimin dan Abdurrahman al-Gahfiqi gugur dalam peperangan ini, dihujam oleh anak panah. Karena anyaknya umat Islam yang gugur dalam perang ini, maka ia dinamakan Balath Syuhada. Pada malam hari, saat perang berhenti, kaum muslimin kembali ke daerah mereka di Septimania.
Perang ini adalah perang terbesar antara umat Islam dan Nasrani Eropa, bahkan ada yang mengatakan antara dunia Timur dan Barat. Kekhalahan yang diderita umat Islam di Balath menjadi penyebab perkembangan Islam di Eropa terhambat. Salah seorang orientalis, Henry de Syambon, menyatakan kekalahan umat Islam di Balath membuat orang-orang Eropa terlambat mengenal peradaban. beda halnya dengan Andalusia. Dan juga kekalahan di Balath Syuhada juga menjadi faktor terbesar yang meruntuhkan Andalusia di kemudian hari. Oleh karena itu, ekspansi yang dilakukan umat Islam di zaman dahulu bukanlah sebuah ambisi memperluas daerah atau menambah perbendaharaan harta. Namun hal itu dikarenakan tindakan provokatif yang dilakukan oleh orang-orang non muslim, ekspansi Islam juga ditujukan untuk mempertahankan wilayah Islam dari ancaman dan serangan orang-orang non muslim.
Menurut Ali bin Thahir as-Sulami (1036-1106 M), seorang ulama Syafi’iyah yang hidup tatkala terjadinya Perang Salib, “Setiap tahun bagi seorang pemimpin muslim harus mengadakan ekspedisi ke luar dari kawasan negerinya, bukan untuk keserakahan atau mencari harta rampasan perang dari musuh, tetapi bertujuan untuk menjaga dan mempertahankan wilayah-wilayah Islam dari ancaman dan agresi militer non muslim. Cara demikian selain memiliki dampak psikologis untuk membuat para musuh Islam tidak punya nyali memusuhi umat Islam, juga menciptakan kestabilan militer umat Islam.” (al-Kamil fi at-Tarikh oleh Ibnul Atsir, 8:397).
———
Footnote:
1. Alasan umat Islam masuk ke Andalusia bisa disimak di Apakah Islam Disebarkan dengan Peperangan?
2. Kisah Perang 8 hari di Balath Syuhada telah dibahas di Pahlawan Perang di Balath Syuhada.




Sumber:
– ash-Shalabi, Ali bin Muhammad. 2007. Shalahuddin al-Ayyubi. Kairo: Dar Ibnul Jauzi.


ISLAM DI KOTA PALEMBANG = Makalah; Witrianto, S.S. M.Hum., M.Si.

ISLAM DI KOTA PALEMBANG

Makalah; Witrianto, S.S. M.Hum., M.Si.





1. Masuknya Islam di Palembang
Berdasarkan sumber-sumber Arab dan Cina, pada abad ke-9 di Palembang, yang diyakini sebagai ibukota Kerajaan Buddha Sriwijaya, telah terdapat sejumlah pemeluk Islam di kalangan penduduk pribumi Palembang. Hal ini merupakan konsekwensi dari interaksi antara penduduk Sriwijaya dengan kaum Muslimin Timur Tengah yang sudah berlangsung sejak masa awal kelahiran Islam. Meskipun Sriwijaya merupakan pusat keilmuan Buddha terkemuka di Nusantara, ia merupakan kerajaan yang kosmopolitan. Penduduk Muslim tetap dihargai hak-haknya sebagai warga kerajaan sehingga sebagian dari mereka tidak hanya berperan dalam bidang perdagangan tetapi juga dalam hubungan diplomatik dan politik kerajaan. Sejumlah warga Muslim telah dikirim oleh Pemerintah Sriwijaya sebagai duta kerajaan, baik ke Negeri Cina maupun ke Arabia.[1]
Bukti-bukti historis tersebut membantah pendapat sejarawan terkenal Thomas Arnold yang menyatakan bahwa Islam pertama kali masuk ke Sumatera Selatan dibawa oleh Raden Rahmat atau Sunan Ampel kira-kira tahun 1440.[2] Pendapat ini juga dibantah oleh Taufik Abdullah yang menyatakan bahwa Islam masuk ke Sumatera Selatan lebih dahulu dari Minangkabau, pedalaman Jawa, atau bahkan Sulawesi Selatan.[3] Sejarawan Indonesia terkenal ini bahkan menduga bahwa sejak akhir abad ke-15 Palembang telah menjadi daerah enclave Islam terpenting di Nusantara sehingga Raden Fatah yang lahir di Jawa belajar agama Islam di Palembang.
Pada awal masuknya Islam di Nusantara, Palembang merupakan salah satu tempat yang pertama kali mendapat pengaruh Islam. Tome Pires, seorang ahli obat-obatan dari Lisabon (yang lama menetap di Malaka, yaitu pada tahun 1512 hingga 1515), pada tahun 1511, mengunjungi Jawa dan giat mengumpulkan informasi mengenai seluruh daerah Malaya-Indonesia. Dalam bukunya yang berjudul Summa Oriental, sebagaimana yang dikutip Ricklefs (1995), dia mengatakan bahwa pada waktu itu sebagian besar raja-raja Sumatera beragama Islam, tetapi masih ada negeri-negeri yang masih belum menganut Islam. Menurut Pires, mulai dari Aceh di sebelah utara terus menyusur daerah pesisir timur hingga Palembang, para penguasanya beragama Islam. Di sebelah selatan Palembang dan di sekitar ujung selatan Sumatera hingga pesisir barat, sebagian besar penguasanya tidak beragama Islam. Di Pasai terdapat komunitas dagang Islam internasional yang sedang berkembang pesat dan Pires menghubung-hubungkan penegakan pertama agama Islam di Pasai dengan kelihaian para pedagang Muslim itu. Akan tetapi, penguasa Pasai belum berhasil meng-Islam-kan penduduk pedalaman. Raja Minangkabau dan seratus pengikutnya disebutkan sudah menganut agama Islam, tetapi penduduk Minangkabau lainnya belum. Meskipun demikian, Pires menyebutkan bahwa agama baru itu makin hari makin bertambah pemeluknya di Minangkabau.
Hurgronje (1973),[4] berpendapat bahwa agama Islam secara perlahan-lahan masuk ke daerah-daerah pantai Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan pulau-pulau kecil lainnya di seluruh Kepulauan Nusantara sejak kira-kira setengah abad sebelum Baghdad (pusat Khilafah Abbassiyah) jatuh ke tangan Hulagu (raja Mongol) pada tahun 1258. Hurgronje mengemukakan bahwa Islam masuk ke Indonesia dari Hindustan yang dibawa oleh pedagang-pedagang Gujarat. Usaha penyebaran Islam ke pedalaman seterusnya dilakukan juga oleh orang Muslim pribumi sendiri, dengan daya tariknya pula, tanpa campur tangan penguasa negara.
Hasil penelitian L.W.C. van den Berg menunjukkan bahwa orang Arab Hadramaut mulai datang secara massal ke Nusantara pada tahun-tahun terakhir abad ke-18, sedangkan kedatangan mereka di Pantai Malabar jauh lebih awal. Perhentian mereka yang pertama adalah Aceh. Dari sana kemudian sebagian menyebar ke Palembang dan Pontianak.[5]
Sejak abad yang lalu, di Pulau Sumatera koloni Arab yang besar hanya ada di Aceh dan Palembang. Koloni Arab yang ada di Palembang dianggap yang paling menarik, baik dari sudut pandang sosial maupun dari sudut pandang ekonomi perdagangan. Pada awal abad ke-19, Sultan Pealembang, Sultan Mahmud Badaruddin, memberi kesempatan sebesar-besarnya kepada bangsa Arab untuk menetap di ibukota negerinya.[6]
Setelah penduduk Kota Palembang, menganut Islam, daerah Iliran yang berada di bawah pengaruh budaya Kota Palembang pun mengalami proses Islamisasi. Daerah Uluan meskipun kemudian juga menganut agama Islam, tetap memperlihatkan ciri khas yang berbeda. Penyebab utamanya adalah komunikasi yang sulit dengan Palembang, yang terpisah lebih dari seminggu waktu perjalanan, sehingga menyulitkan terjadinya interaksi antara masyarakat Uluan dengan masyarakat kota.
Tidak banyak diketahui mengenai perkembangan Islam di Sumatera Selatan sampai menjelang berdirinya Kesultanan Palembang Darussalam. Selama kira-kira dua abad Palembang menjadi wilayah kekuasaan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa. Palembang baru resmi menjadi kesultanan yang berdiri sendiri ketika Raden Tumenggung memproklamasikan dirinya menjadi Sultan Ratu Abdurrahman pada tahun 1666 dan kemudian mengambil gelar Sultan Jamaluddin pada tahun 1681.[7] Tidak begitu jelas apakah hal ini menunjukkan bahwa Islam sebagai kekuatan politik di Palembang termasuk lemah atau kuatnya pengaruh kultur Jawa di Palembang dan lemahnya identitas Melayu Palembang. Namun yang menarik adalah bahwa, sejak Palembang resmi memisahkan diri dari protektorat Kerajaan Mataram, semakin ditingkatkan usaha menerapkan hukum Islam di kelsultanan. Struktur Kesultanan Palembang terus mengalami penyesuaian dengan ajaran Islam
2. Perkembangan Islam di Palembang
Tome Pires, berpendapat bahwa setelah melemahnya pengaruh Majapahit dan Cina di Palembang adalah akibat perkembangan Islam yang pesat di kalangan masyarakat Melayu Palembang. Hal ini juga terkait dengan kebangkitan Islam di Nusantara, terutama kerajaan-kerajaan Islam di Pantai Utara Jawa dan kerajaan-kerajaan Islam yang ada di luar Jawa, termasuk di Pelembang sendiri. Situasi dan kondisi ini menempatkan Palembang menjadi wilayah perlindungan kerajaan Islam Demak, sehingga apapun yang terjadi di Demak, akan sangat mempengaruhi Palembang. Menurut B.H.M. Vlekke, adanya bukti-bukti ekspansi Islam kebagian timur Jawa saat itu. Di bagian barat, terus-menerus adanya tekanan oleh Pangeran Demak. Cirebon mereka taklukkan sekitar tahun 1475, dan kemudian menyerang dan mengalahkan Palembang dan Jambi di Sumatera yang diperkirakan terjadi pada tahun 1500.
Setelah diserang dan dikalahkan oleh Demak, dalam waktu relatif singkat armada laut Palembang bangkit kembali, yaitu pada tahun 1512-1513 armada laut ini bergabung dengan armada Pati Unus dari Jepara menyerang Malaka yang telah diduduki oleh Portugis tahun 1511. Korban pasukan gabungan ini sangat besar. Tome Pires mengatakan banyak orang Palembang yang mati dan armada gabungan ini hanya kembali dengan 10 jung dan 10 kapal barang.
Seperti telah diketahui bahwa selama berabad-abad tidak ada seorang pun yang mengungkapkan adanya serangan Demak atas Palembang, apalagi raja Demak yang pertama, Raden Patah, adalah kelahiran Palembang. Lebih memantapkan hubungan Palembang dengan Demak menurut Serat Khanda, dinyatakan bahwa istri Pangeran Trenggana, adalah putri dari tokoh legenda Aria Damar yang berasal dari Palembang.
Dari pernyataan di atas dapat dikatakan bahwa perkembangan Islam di Palembang adalah sejalan dengan berdirinya Kerajaan Palembang Darussalam atau masa kesultanan di palembang. Berdirinya Kesultanan Palembang diawali dengan peristiwa perebutan kekuasaan di Demak pada tahun 1546. Ki Gede Ing Suro, pengikut setia Pangeran Aria Penangsang yang tewas dalam perebutan kekuasaan yang kemudian dimenangkan oleh Pangeran Adiwijaya, Sultan Pajang. Ki Gede Ing Suro berpendapat bahwa meskipun berada di bawah kekuasaan Demak, Palembang tidak perlu menyerang Pajang. Oleh karena Kerajaan Demak sudah dikuasai oleh Pajang, maka Ki Gede Ing Suro menganggap Palembang secara otomatis kemudian menjadi wilayah merdeka. Ki Gede Ing Suro kemudian mendirikan Kesultanan Palembang dengan meletakkan dasar-dasar keraton Jawa di Palembang. Kapan waktu persis berdirinya Kesultanan Palembang tidak dapat diperkirakan. Ada yang memperkirakan pada tahunh 1542 atau 959 H, tetapi beberapa catatan menyebutkan waktunya bahkan lebih awal, yaitu dengan adanya catatan mengenai berakhirnya masa kekuasaan Ki Gede Ing Suro (tua) pada tahun 966 H (dari pemerintahannya selama 22 tahun). Berdasarkan keterangan terakhirt ini, berarti Kesultanan Palembang mulai berdiri tahun 944 H. Hal ini sesuai dengan catatan R.A. Bakri dan koleksi Tropen Institut.
Dari beberapa catatan mengenai Palembang, Ki Gede Ing Suro (tua) setelah memerintah selama 22 tahun kemudian menyerahkan kekuasaannya kepada saudaranya Ki Gede Ing Ilir yang berkuasa selama lebih dari 10 tahun. Kemudian, pada tahun 1587. Ki Gede Ing Suro (muda) dengan beberapa orang pengikutnya melarikan diri dari Demak ke Palembang dan menerima kekuasaan dari ayahnya, Ki Gede Ing Ilir.[8] Oleh karena dinobatkan di Palembang, Ki Gede Ing Suro (muda) lebih dikenal sebagai cikal bakal penguasa Kerajaan Palembang sampai berakhirnya Kesultanan Palembang Darussalam.
Pada sekitar tahun 1575 Ki Gede Ing Suro (muda) wafat dan dimakamkan di daerah I-Ilir Palembang. Sebagai penggantinya kemudian adalah Ki Mas Adipati yang mempunyai empat orang putra dan satu orang putri. Ia memerintah sampai tahun 1587. Setahun kemudian, putranya yang bernama Den Arya naik tahta menggantikan dirinya. Den Arya hanya sebentar memerintah, karena dia kemudian terbunuh oleh kelakuannya yang kurang baik. Yang menggantikan Den Arya sebagai raja adalah adiknya yang bernama Pangeran Seda Ing Pura yang memerintah Palembang tahun 1630-1639.[9]
Penguasa Palembang yang dikenal sebagai tokoh pembangunan modern adalah Sultan Mahmud Badaruddin I atau yang juga dikenal dengan nama Sultan mahmud Badaruddin Jayo Wikramo, yang memerintah pada tahun 1724-1758. Selama masa pemerintahannya, Sultan ini banyak melakukan pembangunan kota, di antaranya adalah makam Lembang atau yang dikenal juga dengan nama Kawah Tengkurep (1728), Kuto Batu (Kuto Lamo, 29 September 1737), Masjid Agung (26 Mei 1748), dan terusan-terusan (kanal) di sekitar Kota Palembang. Sultan ini pulalah yang konon kabarnya memprakarsai pembangunan Benteng Kuto Besak. Selain itu Sultan Mahmud Badaruddin I juga mengembangkan tambang timah di Bangka dan menata sistem perdagangan agar lebih menguntungkan kesultanan.
Kawasan inti keraton kesultanan Palembang Darussalam pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Badaruddin I luasnya sekitar 50 hektar dengan batas-batas di sebelah utara berbatasan dengan Sungai Kapuran, di sebelah timur berbatasan dengan Sungai Tengkuruk (sekarang menjadi Jalan Sudirman), di sebelah selatan berbatasan dengan Sungai Musi, dan di sebelah barat berbatasan dengan Sungai Sekanak. Pada awalnya di areal tanah yang luasnya sekitar 50 hektar ini hanya terdapat bangunan (benteng) Kuto Batu atau Kuto Tengkuruk dan bangunan Masjid Agung dengan sebuah menara yang atapnya berbentuk kubah.[10]
Selain melakukan pembangunan fisik di Palembang, pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Badaruddin I, juga diperhatikan pengolahan sumber penghasilan kesultanan, antara lain dengan memperluas penambangan timah di Bangka. Pada masa pemerintahannya, untuk memperluas areal tambang didatangkan orang-orang Cina sebagai pekerja. Kontrak perdagangan timah dengan V.O.C. diperbaharui, tetapi banyak pula perdagangan timah ilegal yang dilakukan dengan negara tetangganya, misalnya dengan Riau. Dengan datangnya kemakmuran akibat perdagangan timah dan lada, berkembang pula karya seni pembuatan barang-barang lakuer dan tenun songket.
Pengganti Sultan Mahmud Badaruddin I, berturut-turut adalah Sultan Ahmad Najamuddin I (1768-1776), Sultan Muhammad Baharuddin (1776-1804), Sultan Mahmud Badaruddin II (1804-1821), Sultan Ahmad Najamuddin II atau Sultan Husin Diauddin (1813-1817) yang memerintah secara bergantian dengan Sultan Mahmud Badaruddin II, Sultan Ahmad Najamuddin III (1819-1921), dan Sultan Ahmad Najamuddin IV (1821-1823) yang merupakan sultan terakhir.
Perkembangan Islam di Sumatera Selatan pada periode klasik kesultanan, menurut Taufik Abdullah, [11] berlangsung tersendat-sendat tidak hanya karena kecilnya peranan istana dalam proses tersebut tetapi juga karena ulama sibuk melayani kebutuhan dan tugas dari istana. Menurut Abdullah, para Sultan Palembang terlalu sibuk dengan persoalan-persoalan politik dan ekonomi dengan kesultanan-kesultanan lain dan pemerintah Hindia Belanda sehingga kesempatan untuk mengadakan Islamisasi menjadi berkurang. Di samping itu, sultan juga harus menyelesaikan persoalan kesetiaan daerah pedalaman yang merupakan daerah sumber ekspor. Ulama pada periode ini juga tergolong ulama birokrat yang waktu dan pikirannya lebih tercurahkan pada persoalan-persoalan di istana. Sementara ulama tidak mempunyai corak hubungan yang intim dengan sultan dan pengaruh mereka sangat tergantung dengan kemampuannya meyakinkan Sultan. Akan tetapi, kalau analisis ini tepat, ia harus dipahami dari perspektif perbandingan dengan proses perkembangan Islam di kesultanan-kesultanan lain di Nusantara.
Betapa pun lambannya perkembangan Islam di Sumatera Selatan, tetapi hasil usaha para sultan dan ulama masih nampak dalam realitas historis. Di samping peningkatan kualitas Islam kultural maupun politis, Islam menjadi agama yang dianut penduduk di berbagai daerah di pedalaman Sumatera Selatan. Institusi-institusi keagamaan seperti masjid turut mengalami perkembangan. Sultan Abdurrahman pada tahun 1663 mendirikan sebuah masjid yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan Masjid Lama. Pada tanggal 25 Jumi 1748 sebuah masjid besar diresmikan penggunaannya oleh Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo. Masjid yang berlokasi di pusat Kota Palembang ini sekarang dikenal dengan sebutan Masjid Agung. Setelah runtuhnya Kesultanan Palembang, beberapa masjid didirikan oleh ulama yang kaya dengan mendapat dukungan dari masyarakat.[12]
Kesultanan Palembang dihapus oleh Belanda pada tanggal 7 Oktober 1823. Mulai saat itu Palembang menjadi daerah administrasi Hindia Belanda dengan Joan Cornelis Reijnst sebagai residen. Pada tahun 1825, I.I. van Sevenhoeven ditempatkan sebagai Resident Palembang.[13] Direbutnya keraton Kesultanan Palembang oleh pasukan Belanda pada tahun 1821 berakibat besar bagi perbandingan intern elite Palembang. Dengan jatuhnya keraton, penghasilan yang dulu diperoleh kaum ningrat palembang dari sistem pajak lama dihapuskan. Dengan demikian Priyayi kehilangan wibawa ekslusif mereka atas penduduk kota lain. Perkembangan ini juga mempengaruhi pembagian status dan kekuasaan di kalangan elite kota demi kepentingan sayid. Para saudagar kaya justru berhasil memperkuat kedudukan mereka dengan bertindak sebagai pelindung agama. Klien rakyat jelata mereka diwajibkan setia mematuhi kewajiban moral yang berkenaan dengan upacara agama, sementara itu tanpa perlindungan, para priyayi dibiarkan mngalami proses kemiskinan yang tak dapat dielakkan secara perlahan-lahan. Satu-satunya kenangan hak istimewa ini ialah pembayaran pensiun yang dilakukan penguasa kolonial kepada anggota keluarga paling penting.
3. Proses Islamisasi di Palembang
Walaupun pada masa Kerajaan Sriwijaya, sudah ada penduduk Muslim, agama Islam belum menjadi agama negara. Setelah melalui proses yang panjang yang berhubungan erat dengan kerajaan-kerajaan besar di Pulau Jawa, seperti Kerajaan Majapahit, Demak, Pajang, dan Mataram. Raden Patah alias Raden Panembahan Palembang yang lahir di Palembang, sebagai Pendiri dan Raja Demak yang pertama (1478-1518), sangat besar pengaruhnya terhadap Palembang atau sebaliknya. Raden Patah berhasil memperbesar kekuasaan dan menjadikan Demak sebagai kerajaan Islam pertama di Jawa. Akibat pertentangan politik, Kerajaan Demak tidak dapat bertahan lama. Perebutan kkuasaan antara Aria Penangsang dari Jipang dan Pangeran Adiwijaya dari Pajang disebabkan masalah suksesi dan warisan Kerajaan Demak, mengakibatkan Demak tidak dapat bertahan lama. Kemunduran Demak mendorong tumbuhnya Kesultanan Pajang. Penyerangan Kesultanan Pajang ke Demak mengakibatkan sejumlah bangsawan Demak melarikan diri ke Palembang.[14]
Rombongan dari Demak yang dikepalai Ki Gede Ing Lautan (1547-1552) termasuk kelompok Jipang yang kalah dalam pertarungan kekuatan politik tersebut berlari dan menetap di Palembang Lamo (Kelurahan 1 Ilir) dan mendirikan Keraton Tradisional Jawa di Palembang yang diyakini pada masa itu sebagian penduduknya telah beragama Islam. Pimpinan yang berkuasa saat itu adalah Dipati Karang Widara, keturunan Libar Daun. Keraton yang didirikan adalah istana Kuto Gawang dan masjid di Candi Laras.[15] Berita ini dibuktikan dari laporan Jonathan Claesen (tanggal 30 Juni 1663) yang menyatakan antara lain, bahwa dia tidak mendapatkan kuli untuk membangun Loji Sungai Aur, karena penduduk tiap-tiap hari sedang membangun sebuah masjid baru. Istilah baru ini oleh JWJ Wellan (Bijdrage tot de Geschiedenis van de Masjid lama te Palembang, Culturell Indie, Vol. I, 1939, hlm. 305-314), berkesimpulan seandainya masjid yang dibangun oleh Sultan Abdurrahman adalah masjid baru berarti sebelumnya sudah ada masjid tua. Menurut JWJ Wellan masjid tua dimaksud terletak di Kuto Gawang tersebut. Masjid ini kemudian dihancurkan oleh ekspedisi Mayor Joan van der Laen pada tahun 1659, di mana saat itu terjadi perang pertama antara Belanda dengan Palembang.
Pengganti Pangeran Sido Ing Lautan adalah Ki Gede Ing Suro Tuo (1552-1573), kemudian sebagai pengganti selanjutnya adalah Kemas Anom Adipati Ing Suro / Ki Gede Ing Suro Mudo (1573-1590). Berturut-turut setelah Ki Gede Ing Suro Mudo wafat, naik tahta Kiemas Adipati, Kemudian Sultan Jamaluddin Mangkurat I Madi Ing Angsoko, Sultan Jamaluddin Mangkurat II Madi Alit, Sultan Jamaluddin Mangkurat III Sedo Ing Puro, Sultan Jamaluddin Mangkurat IV Sedo Ing Kenayan, Sultan Jamaluddin Mangkurat V Sedo Ing Pasarean, Sultan Jamaluddin Mangkurat VI Sedo Ing Rajek. Kemudian diganti Sultan Jamaluddin Mangkurat VII Susuhunan Abdurrahman Candi Welan yang juga bernama Pangeran Ario Kesumo (Kiemas Hindi) (1659-1706) yang memproklamirkan Palembang menjadi Kesultanan Palembang Darussalam pada tahun 1675. Susuhunan bergelar Sultan Abdurrahman Khalifatul Mukminin Sayidul Imam.
Dengan diproklamirkannya Kesultanan Palembang Palembang Darussalam ini maka Agma Islam resmi sebagai Agama Kerajaan (negara) sampai masa berakhirnya. Dengan Proklamasi Kesultanan Palembang ini, keterkaitan dengan Mataram, baik kultural maupun politik terputus, dan Palembang mengembangkan pemerintahan dan kehidupan masyarakat dengan tradisi dan kepribadian sendiri. Kultural jawa yang selama ini tertanam sebagai dasar legitimasi keraton Palembang yang menumbuhkan keterkaitan sembah atau upeti dengan Pajang dan Mataram sudah tidak terjadi lagi. Kultural masyarakat Palembang lebih banyak didasari kultural Melayu.
Sultan Palembang ini mempunyai minat dan perhatian khusus pada agama Islam. Beliau mendorong tumbuhnya ilmu pengetahuan dan budaya Islam. Sultan ini melakukan usaha-usaha tertentu untuk menarik dan merangkul para ulama Arab untuk menetap di wilayahnya. Akibatnya para imigran Arab terutama dari Hadramaut mulai hijrah ke Palembang dalam jumlah yang semakin bertambah yang selanjutnya menjadi pemukim terbesar kedua di Indonesia setelah Surabaya.
Ulama-ulama Arab ini memegang peranan penting dalam kehidupan dan penghidupan penduduk. Pengaruh tradisi, ilmu pengetahuan maupun budaya Islam sangat besar. Atas dorongan para ulama Arab ini pula Sultan Abdurrahman membangun Istana Beringin Janggut dan Masjid, setelah Kuto Gawang terbakar. Masjid yang dibangun ini sekarang dikenal dengan nama Masjid Lama yang terletak di Beringin Janggut Kelurahan 17 Ilir.
Dalam abad ke-18 dan 19, Palembang telah berperan sangat besar dalam mengembangkan budaya Islam di wilayah Sumatera Selatan maupun Nusantara. Palembang menjadi salah satu Pusat Pengkajian Islam berbahasa Melayu, selain Aceh, Banjarmasin, dan Minangkabau.[16]
Gambaran tentang kehidupan beragama pada paruh pertama bad ke-19 di Palembang berdasarkan Laporan Tahunan Residen Palembang dari tahun 1834 dan 1835, menyatakan bahwa di Palembang pada waktu itu golongan ulama (priesterstand) cukup besar, tetapi mereka tidak bersikap keras terhadap pemerintah kolonial. Ustadz-ustadz ini hanya mencoba meningkatkan ketaatan beribadah masyarakat palembang; suatu usaha yang belum menghasilkan bukti yang nyata pada tahun 1830-an. Dalam pembicaraannya dengan Residen Palembang, Pangeran Penghulu sebagai kepala birokrasi agama malah mengeluh tentang tidak adanya ketekunan agama di kalangan penduduk Palembang. Kurangnya perhatian masyarakat terhadap agama antara lain terlihat dari sedikitnya jamaah yang mengikuti shalat Jumat di Masjid Agung, satu-satunya masjid di Kota Palembang yang pada saat itu telah berpenduduk lebih dari 20.000 orang.[17]
Kenyataan ini menyebabkan penguasa kolonial tidak menganggap Islam sebagai ancaman terhadap status quo mereka. Akan tetapi, mulai pertengahan abad ke-19 pendapat penguasa kolonial tentang Islam di Palembang mengalami perubahan yang mendasar. Sesudah tahun 1850, di kalangan pegawai pemerintahan kolonial terdapat pendapat umum bahwa penduduk kota justru sangat shaleh, dan taat memenuhi kewajiban agama mereka. Meskipun demikian, orang Palembang belum dianggap fanatik oleh penguasa Belanda; kehidupan beragama tetap terbatas pada penunaian ibadah, seperti Sembahyang Jumat dan berpuasa pada Bulan Ramadhan. Gambaran tentang Islam ini masih diu;angi sampai tahun 1870-an dalam Laporan Tahunan Keresidenan Palembang, yang secara teratur ditutup dengan kalimat: Meskipun shaleh secara lahiriah, rakyat (Palembang) tidak bersifat fanatik dan sama sekali tidak terlihat gerakan (subversif) yang bersifat keagamaan.[18]
Istilah fanatik baru pertama kali muncul dalam wacana kolonial mengenai Palembang pada tahun 1880-an, dan selanjutnya menjadi ungkapan tetap untuk 60.000 penduduk kota fanatik yang mengaji Al-Quran dengan suara keras. Perilaku ritual Islam di Palembang mulai ditaati dengan ketelitian yang mencolok, Masjid Agung ramai dikunjungi pada hari Jumat, baik oleh masyarakat dari strata sosial tinggi maupun rendah.
Tahun 1881 merupakan titik balik citra Islam di mata kolonial. Sebelumnya pegawai kolonial tidak melihat Islam sebagai ancaman, namun sesudah tahun 1881, ibukota Palembang dianggap sebagai sarang kejahatan haji fanatik dan orang Arab, perubahan citra ini terutama tercermin dalam perubahan siklus terhadap masyarakat Hadramaut di Palembang. Penangkapan Syarif Abdullah Aisegaf dipandang sebagai bukti keterlibatan Alawiyin dalam propaganda Pan-Islamistis. Sebenarnya sebagian besar Sayid tidak turut campur. Akan tetapi, ide bahwa jaringan orang Turki dan Arab secara rahasia terlibat dalam persiapan perang suci, sudah tertanam di benak penguasa kolonial. Selama hari-hari pertama kepanikan, berita menggemparkan dari Sumatera ditafsirkan begitu rupa oleh Batavia, sehingga orang mengganggap telah ditemukan komplotan para pemimpin Arab di Palembang, meskipun pendapat ini segera dikoreksi, pemerintah kolonial tetap menganggap Palembang sebagai pusat perlawanan terhadap negara kolonial, berkat semangat fanatik yang dimiliki penduduk kota.[19]
Kebangkitan Islam di Palembang mulai terlihat tanda-tandanya antara tahun 1913 dan 1916. Pada bulan November 1913, di Palembang didirikan cabang Syarekat Islam (SI), yang dengan cepat merambat ke pedalaman. Selama tiga tahun, SI amat berhasil di Sumatera Selatan, dan dalam waktu singkat, pimpinan gerakan memobilisir rakyat pedesaan untuk memakai lambang agama. Sebagai tanda semangat keagamaan, pegawai Belanda memperhatikan, pada puncak gerakan politik tahun 1915 dan 1916, masjid-masjid di Keresidenan palembang ramai dikunjungi orang. Bahkan di Uluan Palembang, penduduk desa, yang semula tidak menghiraukan kewajiban ritual mereka, kelihatan ramai mengunjungi masjid waktu sembanhyang Maghrib dan Isya. Akan tetapi, mobilisasi massa ini, yang sifatnya sementara saja, belum mampu menerobos secara definitif dalam imbangan kekuatan kebudayaan. Dengan dihapuskannya agitasi politik pada tahun 1916, lenyap pula minat rakyat pedesaan untuk melaksanakan kewajiban religius.[20] Jika politik belum mampu mengubah pola kebudayaan yang lama dibekukan birokrasi kolonial, kekuatan ekonomi pada dasawarsa berikut justru berhasil mendobrak status quo. Dengan peningkatan kesejahteraan pada tahun 1925, hasrat untuk memperluas agama bertambah dengan cepat smpai ke pelosok pedesaan.
Di balik proses Islamisasi ini, uang merupakan motor yang kuat. Sesungguhnya dalam kebudayaan Palembang, kekayaan tidak cukup untuk menjamin prestise sosial. Dalam masyarakat perkotaan, yang didominasi elite Hadramaut, uang hanya menjadi lambang sosial jika modal ekonomi ditransformir menjadi modal religius. Dasar materiil proses ini ialah prasarana agama seperti masjid, langgar (surau), dan sekolah agama, yang didirikan oleh pelindung yang kaya. Patron wakaf ini sangat bergantung pada para pedagang elite dan oleh karena itu sangat peka terhadap perkembangan konjungtur. Cara perlindungan ini menjelaskan pula, mengapa sebagai akibat konjungtur tinggi pada tahun 1920-an, prakarsa baru dikembangkan di bidang agama. Kekayaan baru yang dihasilkan kopi dan karet, baik di kota maupun di pedesaan, diinvestasikan lagi di bidang agama dalam bentuk wakaf. Akibat etos religius ini, sesudah tahun 1925 terjadi persaingan yang meningkat antara pedagang kaya, sebagai pelindung agama.
4. Perkembangan Pendidikan Islam di Palembang
Persaingan yang terjadi antara pedagang kaya di ibukota Keresidenan Palembang menyebabkan perubahan struktural di bidang pengajaran agama. Sesudah tahun 1925, pengajaran agama di Palembang masih bersifat tradisional. Pengajaran hanya diberikan di langgar dan masjid kepada kelompok murid dari usiayang berbeda-beda. Pertama-tama diajarkan mengaji Al-Quran tanpa terlalu memperhatikan pemahamannaskah yang dibaca maupun lagu yang tepat. Tahap awal ini kemudian disusul dengan pengajaran bahasa Arab yang terutama terdiri dari menghafal naskah sederhana. Mereka yang dengan cara ini telah menguasai bahasa Arab, diizinkan untuk mengikuti pelajaran yang diberikan ulama terkemuka, yang membacakan kitab kuning dalam bahasa Arab dan memberikan komentar dalam bahasa Melayu.
Sesudah tahun 1900, bentuk tradisional demikian makin dikritik. Untuk dapat bersaing dengan sektor pendidikan kolonial, guru agama Islam mulai mengadakan pembaharuan sehingga isi maupun organisasi pengajaran agama berubah banyak sekali. Dalam dasawarsa pertama abad ke-20, di Jawa dan di Minangkabau didirikan madrasah, yang untuk pertama kali memberikan pelajaran di dalam kelas. Di sekolah baru ini, perhatian banyak diberikan kepada pelajaran bahasa Arab, supaya murid lebih mengerti naskah, dan untuk itu dikembangkan bahan pelajaran baru dibantu alat didaktis yang lain, seperti papan tulis dan bangku sekolah, yang untuk pertama kali diperkenalkan di kelas. Di berbagai sekolah agama sebagian dari kurikulum disediakan untuk mata pelajaran umum seperti sejarah dan ilmu bumi.[21]
Pada awal abad ke-20, bentuk pengajaran baru seperti ayng dikembangkan di Jawa, belum mendapat banyak perhatian di Palembang. Di ibukota Keresidenan Palembang pendidikan agama Islam baru menerima impuls pembaharuan ketika pada tahun 1924 beberapa saudagar berkumpul untuk mendirikan suatu organisasi perdagangan Perkoempoelan Dagang Islam Palembang. Pada rapat pertama, dirumuskan dwi-tujuan organisasi yang akan memperjuangkan kepentingan ekonomi anggota, sekaligus meningkatkan kualitas pengajaran agama Islam di Palembang (IPO 1924: 370). Pada tahun berikut, dimulai pengumpulan uang, dan dengan dana ini PDIP kemudian mendirikan madrasah di Kampung Sekanak, dekat dermaga perdagangan.[22] Madrasah Diniyah Aliyah ini bukan saja contoh yang baik dari hubungan erat antara perdagangan dan lembaga Islam, melainkan juga merupakan ilustrasi nyata dari peranan bentuk perlindungan dalam proses Islamisasi, dan persaingan antara pelindung agama yang meningkat pesat selama periode konjungtur tinggi.
Pada awalnya madrasah ini dimaksudkan sebagai proyek kolektif kaum dagang di Palembang. Pada rapat pertama pengumuman pendirian sekolah agama disambut dengan penuh antusias, kemudian diadakan acara buka dompet guna mengumpulkan dana bagi pembangunan gedung sekolah. Sayangnya antusiasme para pendiri PDIP cepat berkurang, sehingga dalam praktiknya Madrasah Diniyah Aliyah semata-mata mengandalkan bantuan firma H. Akil , suatu perusahaan besar yang aktif dalam perdagangan kopi dan karet di pelabuhan Palembang. Perkoempoelan Dagang Islam Palembang dengan cara halus kemudian diubah menjadi Perkoempoelan Dagang Bangsa Melajoe.
Bagi masyarakat Palembang yang didominasi minoritas Arab, perubahan nama ini bukan tanpa arti. Pada tahun 1907, beberapa keluarga Arab telah mengembangkan prakarsa baru di bidang pendidikan dengan mendirikan suatu perkumpulan Arab yang bernama Al-Ihsan. Inisiatif ini agak dirangsang oleh rasa persaingan yang kuat dengan minorits Cina, yang terlebih dahulu telah membuka sekolahnya. Perkumpulan Al-Ihsan kemudian mendirikan sekolah dengan nama sama demi kepentingan pendidikan kaum sayid.[23] Selain sekolah Al-Ihsan, pada tahun 1914 didirikan Madrasah Arabiyah di Kampung 13 Ulu, tempat tinggal marga Al-Munawar, yang termasuk sayid kelas tinggi.[24] Sekolah yang dibiayai keluarga Al-Munawar ini, terutama dikunjungi oleh anak-anak (Arab) dari kampung-kampung sekitar 13 Ulu. Di kedua madrasah ini, pengajaran masih diatur menurut model tradisional sehingga tidak jauh berbeda dengan isi kurikulum seperti yang diberikan di langgar. Oleh karena itu, minat masyarakat Palembang di luar kampung Arab untuk mengikuti pelajaran di madrasah ini tidak terlalu besar sehingga sekolah itu hidup agak lesu.
Persaingan dari Madrasah Diniyah Aliyah yang dibiayai Perkoempoelan Dagang Bangsa Melajoe mengakhiri keadaan ini, dan dengan begitu rangsangan baru diberikan kepada lembaga pendidikan kaum sayid. Dua puluh tahun sesudah pendirian Madrasah Al-Ihsan yang pertama, perkumpulan ini didirikan lagi dan kemudian disusun suatu panitia sekolah yang terdiri atas anggota muda bangsa Alawiyin yang terutama berasal dari bagian ilir kota.[25] Di sekolah baru ini pengajaran diberikan dengan sistem kelas, berdasarkan kelompok umur, kepada anak lelaki maupun perempuan di tingkat sekolah dasar (ibtidaiyah). Di bagian Ulu kota, prakarsa Al-Ihsan diambil alih oleh Sayid Muhammad Al-Munawar, yang pada tahun yang sama mengadakan reorganisai di Madrasah Arabiyah. Guna meningkatkan mutu pendidikan, didatangkan guru dari Jamiat Al-Khair di Betawi, dan kemudian pengetahuan umum seperti bahasa Belanda dan Inggris, dimasukkan dalam kurikulum Madrasah Arabiyah.
Walaupun madrasah-madrasah yang didirikan sesudah tahun 1925 berhasil melakukan pembaharuan di bidang pendidikan agama, jika ditinjau dari segi sosial, lembaga ini masih mewakilki pola lama yang telah dikembangkan selama abad ke-19. Hampir semua madrasah yang didirikan sesudah tahun 1925 menggantungkan diri pada dukungan pelindunganya. Ketergantungan ini tidak hanya terasa di bidang keuangan tetapi juga mendapat ekspresi secara simbolis. Para pelindung madrasah menjadi pusat perhatian masyarakat, dan rangkaian seremoni baru diperkenalkan untuk menegaskan martabat dan penampilan mereka.
Pendidikan Islam di Palembang dan Sumatera Selatan pada umumnya, menurut Mahmud Yunus,[26] lebih banyak mengikuti pendidikan Islam di Jawa ketimbang Minangkabau. Pesantren-pesantren lama yang ada di Sumatera Selatan hampir sama dengan pesantren-pesantren yang ada di Jawa. Di Sumatera Selatan tidak dikenal kitab Dlammun, sebagaimana juga di Jawa. Begitu juga kitab Safinatun Najah yang tidak dikenal di Minangkabau dikenal di Sumatera Selatan dan Jawa.
Pesantren-pesantren atau madrasah-madrasah di Palembang banyak bermunculan semenjak berkembangnya agama Islam. Yang termasyhur di antaranya adalah:
1. Madrasah Al-Quraniah. Madrasah ini didirikan oleh Kamas Kiyai H. Muhd. Yunus pada tahun 1920 di Palembang. Madrasah ini terdiri dari bagian Ibtidaiyah dan Tsanawiyah. Pada masa keemasannya murid-muridnya bisa mencapai 400 orang dengan guru berjumlah lima orang. Madrasah ini masih hidup sampai sekarang.
2. Sekolah Ahliah Diniah. Madrasah ini didirikan oleh K. Masagus H. Nanang Misri pada tahun 1920 di Palembang. Madrasah ini terdiri dari dua tingkatan, Ibtidaiyah dan Tsanawiyah.
3. Madrasah Nurul Falah. Madrasah ini didirikan K.H. Abu Bakar Al-Bastari pada tahun 1934 di Palembang. Nurul Falah terdiri dari tiga tingkatan, yaitu; (a) Tingkatan Ibtidaiyah, lama pelajarannya lima tahun; (b) Tingkatan Tsanawiyah, lama pelajarannya tiga tahun; (c) Tingkatan Aliyah, lama pelajarannya dua tahun. Pada masa keemasannya, murid-murid madrasah ini mencapai 600 orang. Madrasah ini masih hidup sampai sekarang.
4. Madrasah Darul Funun. Madrasah ini didirikan oleh Kiyai H. Ibrahim pada tahun 1938 di Palembang. Dahulu Darul Funun ini terdiri dari bagian Ibtidaiyah dan Tsanawiyah, tetapi sekarang hanya terdiri dari bagian Ibtidaiyah saja.
Lain daripada itu, banyak lagi madrasah-madrasah di Sumatera Selatan mulai dari kota-kota sampai ke dusun-dusun, seperti madrasah-madrasah: iSalathiah, Diniah, Tarbiah Islamiah, Nurul Huda, dan lain-lain. Pada zaman kemrdekaan Indonesia telah didirikan Sekolah Menengah Islam (SMI), Sekolah Menengah Pertama Islam (SMPI) dan Pendidikan Guru Agama (PGA) di Palembang.
Kitab-kitab yang dipakai di pesantren-pesantren Sumatera Selatan hampir sama dengan kitab-kitab yang dipakai pesantren-pesantren di Jawa seperti: Ajrumiah, Syekh Khalid, Azhari, Qathrun Nada, Ibnu Aqil, Matan Bina, Kailani, Sanusiah, Ummul Barahin (Dusuqi), Safinatun-Najah, Fathul Qarib, Fathul-Muin, dan lain-lain. Begitu juga kitab-kitab yang dipakai di madrasah-madrasah Sumatera Selatan hampir sama dengan kitab-kitab yang dipakai di Jawa, terutama Jakarta, karena dekatnya perhubungan antara Sumatera Selatan dengan Jakarta.
Perguruan Tinggi Islam yang ada di Palembang di antaranya adalah Fakultas Hukum Islam yang didirikan pada bulan September 1957 oleh Yayasan Perguruan Islam Tinggi Sumatera Selatan. Fakultas Hukum Islam ini terdiri dari; (a) Persiapan (propaediuse) selama satu tahun; (b) Bacalaureat I dan II selama dua tahun (lengkap); dan (c) Doktoral I dan II selama dua tahun (tamat). Jumlah keseluruhannya adalah lima tahun.
Fakultas Hukum Islam menganut sistem bebas dalam studinya bukan sistem terpimpin. Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah pada satu tingkat selama satu tahun diberi kebebasan untuk mengikuti kuliah pada tingkat yang lebih tinggi, kecuali untuk tingkat doktoral. Fakultas Hukum Islam ini mula-mula dipimpin oleh A. Gani Sindang, kemudian oleh K.H. Abu Bakar Bastari sampai tahun 1959. Dosennya pada tahun 1959 berjumlah 12 orang.
[1] Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII: Melacak Akar-akar Historis Pemikiran Islam di Indonesia (Bandung: Mizan, 1994), hlm. 36.
[2] Thomas Arnold, Sejarah Dakwah Islam (Jakarta: Rambe, 1979), hlm. 324.
[3] Taufik Abdullah, Islam dan Masyarakat: Pantulan Sejarah Indonesia (Jakarta: LP3ES, 1987), hlm. 206.
[4] Cornellis Snouck Hurgronje adalah orang Belanda yang pura-pura masuk Islam dan berganti nama menjadi Abdul Gafar untuk mempelajari Islam di Makkah. Dia kemudian dikirim ke Aceh untuk mempelajari kultur masyarakat Aceh yang waktu itu sulit ditundukkan Belanda.
[5] L.W.C. van den Berg, Hadramaut dan Koloni Arab di Nusantara, diterjemahkan oleh Rahayu Hidayat (Jakarta: INIS, 1989), hlm. 74.
[6] Ibid., hlm. 77.
[7] Ibid., hlm. 202.
[8] Johan Hanafiah, Sejarah Perkembangan Pemerintahan Kotamadya Daerah Tingkat II Palembang (Palembang: Pemda Tingkat II Kotamadya Palembang, 1998).
[9] Ibid. hlm. 167
[10] Ibid., hlm. 179.
[11] Taufik Abdullah, op. cit., hlm. 207
[12] Zulkifli, Ulama Sumatera Selatan Pemikiran dan Peranannya dalam Lintasan Sejarah (Palembang: Universitas Sriwijaya, 1999), hlm. 3.
[13] Bambang Budi Utomo et al., Kota Palembang: dari Wabua Sriwijaya menuju Palembang Modern (Palembang: Paguyuban Masyarkat Peduli Musi, 2005).
[14] Panitia Renovasi Masjid Agung Palembang, 261 Tahun Masjid Agung dan Perkembangan Islam di Sumatera Selatan (Palembang: Yayasan Masjid Agung Palembang, 2001), hlm. 5.
[15] Ibid.
[16] Ibid, hlm. 6.
[17] Jeroen Peeters, Kaum Tuo Kaum Mudo Perubahan Religius di Palembang 1821-1942 (Jakarta: INIS, 1997), hlm. 6; Panitia Renovasi Masjid Agung Palembang, 261 Tahun Masjid Agung dan Perkembangan Islam di Sumatera Selatan (Palembang: Yayasan Masjid Agung Palembang, 2001), hlm. 7.
[18] ARNAS, Laporan Politik 1858: 14; Storm vans Gravensande 1856: 457; Gibson 1856: 187; De Sturler 1843; 84).
[19] Jeroen Peeters, Kaum Tuo Kaum Mudo Perubahan Religius di Palembang 1821-1942 (Jakarta: INIS, 1997).
[20] KITLV, H. 1083, 60: 31.
[21] Untuk ikhtisar perubahan pengajaran Islam dalam periode 1910-1942, lihat Steenbrink 1974: 10-77.
[22] Boemi Melajoe, 5, 26 Februari 1927: 2-3.
[23] ARA, Memorie van Overgave Van de Velde: 23)
[24] Pertja Selatan 18, 11 Februari 1928: 2.
[25] Al-Ihsan 1, 1927:1.
[26] Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1995), hlm. 211.


Pengikut