Kamis, 07 Mei 2015

Raden Saleh, “Pangeran Hitam” Penakluk Eropa

Raden Saleh, “Pangeran Hitam” Penakluk Eropa 

Karyanya menjadi koleksi Ratu Elizabeth II dan dipajang di museum-museum seni dunia. Dialah Raden Saleh, pelukis pertama Indonesia yang merambah Eropa.

Damai baru kembali berjejak di Eropa ketika seorang priyayi Jawa berdarah Arab berlabuh di Amsterdam. Saat itu Napoleon belum lama mati. Pasukannya cerai berai dan wilayah kekuasaannya dibagi-bagikan. Eropa yang lelah berperang, sedang berganti paras buat menyambut era industrialisasi.

Saat semacam itulah Raden Saleh tiba di Eropa. Ia dititahkan penguasa kolonial Belanda untuk belajar seni rupa di Koninklijke Academie van Beeldende Kunsten Den Haag. Kepergiannya dimaksudkan sebagai eksperimen sosial. Buat menjawab apakah seorang pribumi bisa dididik menjadi Europeanen, warga kulit putih Eropa.

Maka selama sepuluh tahun Raden Saleh berkutat di Den Haag. Hingga akhirnya ia mulai berkelana tahun 1839.

Pengembaraannya berakhir sementara di Dresden. “Kota ini punya dua keunggulan,” tulisnya kepada Kementrian Kolonial Belanda. “Di sini ada banyak obyek untuk dipelajari. Pertama museum-museum berisikan lukisan, benda dan naskah kuno. Selain itu saya mendapat izin buat bekerja di sana dari Raja dan Pangeran Johann von Sachsen. Keunggulan ketiga adalah pemandangan alamnya.”

Dresden pada era Raden Saleh didominasi oleh kaum liberal. Kebebasan mewarnai politik, pendidikan, seni dan budaya. Saat itu belum ada tempat untuk nasionalisme buta yang berkembang di akhir abad ke-18.

Oleh keluarga ningrat Dresden, Serre, Raden Saleh didorong mendalami romantisme dan memadukannya dengan budaya oriental yang ia bawa. “Bait ini untuk mengenang Mayor Serre dan isterinya yang saya sayangi dan hormati seperti orangtua kedua,” tulisnya pada 21. Agustus 1840.

Hingga kini jejak Raden Saleh masih terasa di Dresden. Surau yang dibangun buat menghormatinya di sebuah desa di jantung pegunungan Erzgebirge, menjadi situs yang dilindungi dan rajin menjaring wisatawan.

Sementara karya-karyanya tersimpan rapih dalam bentuk koleksi pribadi dan museum-museum seni. Salah satu lukisan Raden Saleh bahkan menjadi koleksi Ratu Elizabeth II dari Inggris. Terakhir, lukisan “Berburu Rusa” yang ia lukis tahun 1846 di Dresden laku dengan harga 5,5 miliar Rupiah.

Maka sosok yang oleh harian Frankfurter Allgemeine Zeitung dijuluki sebagai Der Schwarze Prinz alias Pangeran Hitam itu menjadi wajah pertama Indonesia yang berjejak di Jerman. Untuk menghormatinya, museum Lindenau di Altenburg menggelar pameran khusus karya-karya Raden Saleh bulan September tahun lalu.

Keterangan gambar: Tahun 1851 Raden Saleh merasa terpanggil untuk pulang ke tanah Jawa. Fasih dalam lima bahasa, dalam lukisannya ia mengangkat peristiwa sejarah. Lukisan ini, sekarang dipamerkan di istana presiden di Jakarta dan menunjukkan penangkapan Pangeran Diponegoro pada tahun 1857.



DI RANGKUM DI BERBAGAI SUMBER.



SEJARAH MASJID SULTAN AHMED (BLUE MOSQUE), SIMBOL KEPERKASAAN SULTAN TURKI DI ISTANBUL

SEJARAH MASJID SULTAN AHMED (BLUE MOSQUE), SIMBOL KEPERKASAAN SULTAN TURKI DI ISTANBUL.

Masjid Sultan Ahmed (bahasa Utsmaniyah Turki : مسجد سلطن احمد), (bahasa Republik Turki : Sultan Ahmed Camii) adalah sebuah Masjid Kekaisaran yang terletak di Istanbul, kota terbesar di Turki dan merupakan ibukota dari Kesultanan Utsmaniyah Turki (1453-1923). Masjid ini dikenal juga dengan nama Masjid Biru (Blue Mosque) karena pada masa lalu interiornya berwarna biru.

Masjid Sultan Ahmed didirikan antara tahun (1609-1616) atas perintah dari Yang Mulia Baginda Sultan Ahmed I. Arsitek Masjid Sultan Ahmed, Sedefhar Mehmet Aga, diberi mandat untuk tidak perlu berhemat biaya dalam penciptaan tempat ibadah umat Islam yang besar dan indah ini. Struktur dasar bangunan ini hampir berbentuk kubus, berukuran 53x51 meter.

Seperti halnya di semua Masjid, Masjid Sultan Ahmed ini diarahkan sedemikian rupa sehingga orang yang melakukan Sholat benar-benar menghadap ke kota suci Makkah. Dengan mihrab berada di depan dan lampu-lampu yang bergantungan pendek, interior Masjid Sultan Ahmed sungguh sangat indah.

Masjid Sultan Ahmed ini juga dikenal dengan nama Masjid Biru (Blue Mosque) karena warna cat interiornya didominasi warna biru. Akan tetapi cat biru tersebut bukan merupakan bagian dari dekor asli Masjid, maka cat tersebutpun dihilangkan. Sekarang, interior Masjid ini tidak terlihat berwarna biru lagi namun sang Masjid tetap dijuluki Blue Mosque dan menjadi saksi bisu sejarah Kekaisaran Utsmaniyah Turki.

Masjid Sultan Ahmed juga disebut-disebut sebagai salah satu mahakarya arsitektur Kekaisaran Utsmaniyah Turki yang keindahan dan kemegahannya mampu menandingi Masjid Aya Sophia yang didirikan oleh Kekaisaran Bizantium. Ketika Baginda Sultan Ahmed I wafat beliau dimakamkan di halaman Masjid ini. Masjid ini terletak di kawasan tertua di Istanbul, di mana sebelum 1453 merupakan pusat Konstantinopel, ibukota Kekaisaran Bizantium. Berada di dekat situs kuno Hippodrome, serta berdekatan juga dengan Masjid Aya Sophia (Masjid Kebijaksanaan Suci).

Jarak Masjid Sultan Ahmed cukup dekat dengan Istana Topkapi, tempat kediaman para Sultan Utsmaniyah Turki sampai tahun 1853 dan tidak jauh dari pantai Bosporus. Dilihat dari laut, kubah dan menaranya mendominasi cakrawala kota Istanbul, seakan-akan Masjid ini ingin menunjukkan kembali kejayaan peradaban Islam dimasa lampau.

Sumber :

www.google.com
www.wikipedia.org


MOHON DI FOLLOW AKUN SAYA

TWITTER           = ALIV_FAHRUDIN
INSTAGRAM     = MUHAMADALIV_FAHRUDIN
PATH                   = PAK UDIN
LINE                   = pak-udin


TERIMA KASIH BANYAK.

PLEASE FOLLOW IN MY ACCOUNT.

TWITTER           = ALIV_FAHRUDIN
INSTAGRAM     = MUHAMADALIV_FAHRUDIN
PATH                   = PAK UDIN
LINE                   = pak-udin

THANK YOU VERY MUCH.

Pengikut