Kamis, 20 Agustus 2015

~ NURUDDIN MAHMUD ZENGI ~ MENAKHLUKAN MUSUH DENGAN KESHALEHAN DAN KEBIJAKSANAAN - IDOLA SEKALIGUS PANUTAN SHALAHUDDIN AL-AYYUBI

~ NURUDDIN MAHMUD ZENGI ~
MENAKHLUKAN MUSUH DENGAN KESHALEHAN DAN KEBIJAKSANAAN - IDOLA SEKALIGUS PANUTAN SHALAHUDDIN AL-AYYUBI






Nuruddin Zengi adalah salah satu raja yang terkenal keshalehan dan keadilannya. Bahkan banyak ulama mengatakan bahwa Nuruddin adalah raja yang sangat adil setelah Raja Umar bin Abdul Aziz. Tapi banyak orang belum mengenalnya ini maklum saja karena namanya tertutupi oleh nama Shalahuddin Al-Ayyubi. Padahal bila membicarakan seorang Shalahuddin maka wajiblah hukumnya berbicara mengenai sosok Nuruddin Zengi.
Karena Nuruddin lah yang memberikan kesan pemimpin yang shaleh dan adil kepada sosok Shalahuddin ketika remaja. Nuruddin adalah Idola sekaligus panutan nyata bagi Shalahuddin, sehingga kesan inilah yang membuat Shalahuddin begitu mengagumi sosok Nuruddin Mahmud Zengi.
*
Pada tahun 1187, tak lama setelah pembebasan al-Quds (Yerusalem) oleh Shalahuddin al-Ayyubi, sebuah mimbar yang indah dipindahkan dari Aleppo (ulama menyebutnya Halabi) ke Masjid al-Aqsha. Mimbar yang telah dibuat beberapa tahun sebelumnya itu merupakan sebuah simbol kekuatan visi dan cita-cita pembebasan al-Quds. Ia memang dibangun untuk diletakkan di Masjid al-Aqsha jauh sebelum tempat itu sendiri berhasil dibebaskan dari kekuasaan tentara salib. Mimbar itu dibangun sebelum masa pemerintahan Shalahuddin al-Ayyubi oleh seorang sultan yang juga saleh, yaitu Nuruddin Mahmud Zengi (1118-1174).
Nuruddin Zengi memang meninggal dunia tiga belas tahun sebelum berhasil mewujudkan apa yang dicita-citakannya. Tetapi ia memainkan peranan yang sangat penting dalam memperbaiki keadaan masyarakat Muslim di Suriah yang sebelumnya sibuk dengan konflik internal dan perselisihan madzhab. Ia merupakan seorang sultan di Suriah, dan kemudian juga di Mosul (Iraq) dan Mesir.
Pemerintahannya tidak ditandai dengan adanya penaklukkan spektakuler terhadap wilayah musuh seperti yang dilakukan oleh Muhammad al-Fatih terhadap Konstantinopel atau Shalahuddin al-Ayyubi terhadap al-Quds. Tetapi apa yang dilakukannya boleh jadi lebih penting. Ia menaklukkan dengan keshalehan dan nilai-nilai yang agung dari Tuhannya. Kekuatan militernya tidak dilengkapi dengan persenjataan fisik yang hebat dan istimewa. Tetapi ia memiliki senjata yang jauh lebih menggetarkan musuh-musuhnya, yaitu kekuatan doa dan pertolongan dari Yang Maha Penolong. Seorang non-Muslim di al-Quds bahkan mengakui hal ini.
“Sesungguhnya Abul Qasim (Nuruddin) memiliki sirr ‘rahasia’ dengan Allah,” katanya. “Tidaklah ia mengalahkan kami dengan bala tentaranya yang banyak, akan tetapi ia menang atas kami dengan doa dan shalat malamnya. Ia shalat di malam hari, mengangkat tangannya kepada Allah untuk berdoa dan meminta kepada-Nya. Dan Allah mengabulkan permintaannya serta tidak menjadikan doanya sia-sia, sehingga akhirnya dia menang atas kami.”
Nuruddin Zengi memerintah wilayah Suriah Utara setelah ayahnya, Imaduddin Zengi, wafat pada tahun 1146. Usianya ketika itu 28 tahun. Ia memerintah wilayah itu dari kota Aleppo (Halab). Ketika kakaknya meninggal dunia pada tahun 1149, ia menggabungkan Mosul di Iraq dalam wilayah kekuasaannya. Pada tahun 1154, Damaskus, kota penting lainnya di Suriah, juga masuk dalam wilayah pemerintahannya setelah melalui strategi yang cukup panjang.
Pada akhir masa pemerintahannya, tepatnya pada tahun 1169, Shirkuh dan keponakannya Shalahuddin yang bekerja di bawah pemerintahannya menambahkan Mesir ke dalam wilayah pemerintahan Nuruddin Zengi. Hal ini membuat kekuatan salib di al-Quds terjepit di antara wilayah kepemimpinan Nuruddin Zanki. Hanya saja beliau meninggal dunia tiga tahun kemudian, yaitu pada tahun 1174. Kepemimpinan atas wilayah-wilayah itu kemudian diteruskan oleh Shalahuddin al-Ayyubi yang juga memerintah dengan cara-cara yang Islami sehingga pada akhirnya berhasil membebaskan al-Quds dari tangan pasukan salib pada tahun 1187.
• Prestasi Militer Nuruddin Zengi
Nuruddin Zengi memiliki gaya militer yang khas. Ia tidak tergesa-gesa dalam menghadapi pasukan lawan. Kadang saat pasukannya berada di suatu daerah dan mendengar kedatangan pasukan musuh ke tempat itu, ia akan menarik pasukannya ke tempat lain. Tetapi ia melakukan hal itu untuk menyelidiki jumlah dan keadaan pasukan lawan, sambil terus melakukan pengintaian. Setelah musuh berangkat kembali dari tempat mereka, Nuruddin akan mengikuti dan menyergap mereka dengan tiba-tiba. Dengan cara ini, ia berhasil memenangkan banyak pertempuran dan mengurangi jumlah korban dari pasukan Muslim.
Adapun terhadap emir-emir Muslim di Suriah-Palestina yang masih menentangnya, ia menghindari konflik terbuka serta pertempuran fisik dengan mereka. Ia selalu menyeru mereka untuk berjihad bersamanya melawan kekuatan salib. Jika mereka menentangnya, ia akan melakukan tekanan politik terhadap mereka sambil melakukan persuasi dan menarik simpati para ulama di wilayah-wilayah yang dipimpin oleh para emir itu. Dengan begitu, walaupun para ulama dan masyarakat tersebut berada dalam wilayah kekuasaan yang berbeda, tetapi hati mereka bersama Nuruddin Zengi dan selalu mendoakan kemenangannya. Kesalehan serta cara-cara yang lembut seperti inilah yang membuat Nuruddin Zanki pada akhirnya dapat menyatukan seluruh Suriah ke dalam satu pemerintahan, setelah wilayah itu tercerai berai dan saling bermusuhan selama lebih dari setengah abad.
Ia sangat terampil berkuda dan memimpin secara langsung banyak pertempuran pada masa itu. Keberaniannya di medan tempur membuat seorang ulama pada masanya, Qutb al-Din al-Nasawi, menasihatinya, ”Demi Allah, jangan membahayakan dirimu dan seluruh dunia Islam! Kalau Anda gugur di medan pertempuran, maka seluruh Muslim yang hidup akan dibunuh (oleh musuh).” Tapi Nuruddin Mahmud Zengii mempunyai pandangan yang berbeda. ”Dan siapalah Mahmud sehingga dikatakan seperti ini?” katanya. “Sebelum saya lahir sudah ada yang lain yang membela Islam dan negeri ini, yaitu Allah Ta'ala, yang tidak ada Tuhan selain-Nya!”
Ia sangat memperhatikan keadaan pasukannya dan selalu menjadikan mereka siap siaga dalam menghadapi pasukan musuh. Pasukannya merupakan yang paling kuat di Suriah pada masa itu. Tentang ini Ibn al-Qalanisi berkata, ”Tidak ada yang pernah melihat tentara yang lebih baik daripada tentaranya … (baik) dalam hal penampilan, perlengkapan, maupun jumlahnya.”
Namun karena keadaan kaum Muslimin ketika itu belum sepenuhnya bersatu padu dalam menghadapi musuh, maka pembebasan wilayah itu dari pasukan salib masih harus menunggu saat yang lebih tepat.
Bukan hanya tentara yang dipersiapkan, kuda-kuda pun selalu dalam keadaan terlatih. Di waktu senggangnya, Nuruddin Zengi suka berburu dan bermain polo kuda. Ketika seorang temannya yang saleh mendengar tentang kebiasaannya bermain polo kuda, ia segera menyuratinya: “Aku tidak menyangka bahwa kau senang dengan permainan yang tak ada manfaatnya serta menyiksa kuda tanpa faedah diniyah.”
Maka Nuruddin menjawab surat tersebut, “Sesungguhnya kami berada di front pertahanan, yang mana musuh sangat dekat dari kami, sehingga kami harus selalu siap siaga untuk mengantisipasi setiap serangan. Dan tidak mungkin kami terus-menerus berperang dan berjihad siang dan malam, musim dingin dan musim panas, karena bala tentara kami juga memerlukan istirahat. Dan juga tidak mungkin kami biarkan kuda-kuda kami hanya diam di kandangnya tidak bergerak, karena itu akan membuat mereka lemah dan tak mampu berlari jauh dan cepat, menikuk, menyerang di medan perang. Maka dari itu kami senantiasa melatihnya dan terus membiasakannya agar hilang kelemahannya dan selalu siap berlari cepat dan taat kepada penunggangnya di waktu peperangan. Dan inilah, demi Allah Ta'ala, yang menjadikan aku bermain polo kuda.”
• Pencapaian Militer
Selama masa pemerintahannya, ada beberapa pencapaian militer yang cukup penting yang telah dilakukan oleh Nuruddin Zengi dalam menghadapi Pasukan Salib, antara lain seperti berikut ini:
Pertama, ia ikut memberikan dukungan kepada Damaskus saat terjadinya Perang Salib II (1147-1148). Ketika itu pasukan dari Perancis dan Jerman yang dipimpin oleh Raja Louis VII dan Raja Conrad III bergerak ke Suriah dan Palestina. Sebetulnya Perang Salib kedua ini dipicu oleh jatuhnya Edessa ke tangan pasukan Muslim yang dipimpin oleh Imaduddin Zengi, ayah Nuruddin, pada tahun 1144. Tetapi sesampainya di Palestina, pasukan yang baru datang dengan orang-orang Frank (orang-orang Eropa Barat) yang telah menetap di Palestina bersepakat untuk mengarahkan serangan pada Damaskus.
Pasukan salib kemudian mengepung kota Damaskus yang dipimpin oleh Mu’inuddin Unur. Tetapi kota itu mampu bertahan, dan pada saat yang sama pasukan Nuruddin Zengi dan pasukan Saifuddin Ghazi, kakak Nuruddin, bergerak dari Aleppo dan Mosul menuju ke Damaskus untuk memberikan bantuan. Pasukan salib akhirnya memutuskan untuk mundur dari kota itu. Raja Louis dan Conrad kembali ke negeri mereka masing-masing dengan memendam kekecewaan terhadap orang-orang Frank di Suriah-Palestina yang dianggap telah ikut berperan dalam kegagalan tersebut. Tak lama setelah peristiwa itu, Mu’inuddin dan Nuruddin Zanki berhasil menangkap seorang bangsawan Eropa, Bertrand, yang menyertai Perang Salib II. Bertrand kemudian dibawa ke Aleppo dan ditahan selama dua belas tahun lamanya di kota itu.
Kedua, pada tahun 1149, dalam pertempuran di daerah Inab, pasukan Nuruddin Zengi berhasil mengalahkan pasukan Raymond of Poitiers, pemimpin Antioch, yang ketika itu dibantu oleh sepasukan Assassin. Nuruddin pada awalnya menarik pasukan saat mengetahui pasukan musuh mendekati Inab. Tetapi ia terus mengintai dan memperhatikan gerak-gerik pasukan lawan. Kemudian saat lawan beristirahat di suatu tempat, Nuruddin menempatkan pasukannya di sekelilingnya, sehingga lawan mereka dalam keadaan terkepung saat bangun di pagi hari. Raymond of Poitiers dan pemimpin Assassin yang menyertainya gugur dalam pertempuran itu.
Ketiga, pada tahun berikutnya, 1150, sepasukan Turki Saljuk berhasil menangkap Joscelin, pemimpin wilayah Edessa yang ibukotanya telah dikuasai oleh Nuruddin. Penahanan Joscelin kemudian diambil alih oleh Nuruddin. Joscelin ditahan di Aleppo dan meninggal dunia di penjara sembilan tahun kemudian.
Keempat, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, Nuruddin Zengi berhasil menyatukan Damaskus ke dalam wilayah kepemimpinannya pada tahun 1154. Proses penyatuan Damaskus berlangsung cukup lama, yaitu sejak tahun 1149, ketika Mu’inuddin Unur wafat. Pengambil-alihan kota ini dilakukan oleh Nuruddin karena penguasa kota ini tidak mau membantunya berjihad dan malah menjalin kerjasama dengan kekuatan salib.
Lamanya proses penguasaan ini disebabkan Nuruddin menghindari terjadinya pertempuran terbuka di antara kedua belah pihak yang sama-sama Muslim. Walaupun Nuruddin berkali-kali membawa pasukannya mendekati Damaskus, tetapi ini dilakukannya sebagai bentuk tekanan politik dan psikologis terhadap pemimpin Damaskus, dan hal itu tidak membawa pada pertempuran yang berarti di antara kedua belah pihak. Nuruddin melakukan langkah-langkah persuasif kepada para ulama dan tokoh-tokoh di Damaskus, sehingga lama kelamaan penguasa kota itu kehilangan dukungan dari rakyatnya sendiri. Akhirnya kota itu berhasil dikuasainya setelah masyarakat Damaskus sendiri yang membuka gerbang kota itu. Dikuasainya Damaskus oleh Nuruddin menandai suatu era baru di Suriah setelah wilayah itu terpecah belah sejak tahun 1090-an.
Kelima, pasukan Nuruddin berhasil menangkap Reynald of Chattilon, pemimpin Antioch selepas wafatnya Raymond of Poitiers, dalam sebuah pertempuran pada tahun 1160. Reynald yang kepemimpinannya banyak menimbulkan masalah itu kemudian diikat dan dibawa ke Aleppo. Ia ditahan selama enam belas tahun di kota itu.
Keenam, atas permintaan Mesir sendiri dan karena adanya ancaman pasukan salib atas negeri itu, Nuruddin mengirimkan tiga kali ekspedisi militer ke Mesir di bawah pimpinan Shirkuh antara tahun 1164 dan 1169. Mesir akhirnya jatuh ke tangan pasukan Nuruddin. Dinasti Fatimiyah yang menguasai wilayah itu kemudian dihapuskan pada tahun 1171, menjadikan Mesir menyatu ke dalam wilayah pimpinan Nuruddin Zengi.
Pada akhir masa kepemimpinannya, wilayah kekuasaan Nuruddin Zengi mencakup wilayah Suriah, Hijaz, Mesir, dan sebagian Irak. Nuruddin berhasil menyatukan wilayah-wilayah itu ke dalam satu pemerintahan dan menjadikan nilai-nilai Islam sebagai pondasi utama pemerintahannya. Sementara pada saat yang sama, kekuatan salib mulai tidak kompak di antara sesama mereka dalam menghadapi kekuatan Muslim. Apa yang dibangun oleh Nuruddin ini kelak menjadi pondasi yang kokoh bagi pemimpin berikutnya di wilayah-wilayah itu, yaitu Shalahuddin al-Ayyubi, dalam menghadapi pasukan salib dan membebaskan al-Quds.
Bagaimanapun, kekuatan dan prestasi militer hanya salah satu bagian yang penting dari pemerintahan Nuruddin Zengi. Di samping militer, ada hal lain yang membuat kepemimpinan Nuruddin sangat berkesan, yaitu dibangunnya nilai-nilai Islam yang kuat di wilayah itu.
• Karakter Islami Pemerintahan Nuruddin
Nuruddin Zengi terkenal sebagai pemimpin yang saleh dan adil. Ibnu al-Athir, seorang sejarawan Muslim, penulis kitab Al-Kamil fi-l-Tarikh, menganggapnya sebagai pemimpin Muslim yang paling adil selepas Umar bin Abdul Aziz.
Nuruddin dikenal sebagai pemimpin yang selalu menjaga shalat berjamaah, shalat malam (Qiyamul Lail), banyak membaca al-Qur’an, dan berpuasa. Ia memiliki ilmu agama yang mendalam, sangat dekat dengan para ulama, dan ikut meriwayatkan hadits bersama mereka.
Keadilan dan penegakkan syariah merupakan hal yang sangat menonjol dalam pemerintahannya. Ia mendorong dilangsungkannya majelis-majelis ilmu, mendirikan madrasah-madrasah, serta memberikan berbagai wakaf untuk keperluan agama dan masyarakat.
Nuruddin selalu berkata dalam doanya
"Ya Allah... Sebelum kematian menjemputku, ijinkanlah aku untuk mendirikan sholat di Masjidil Al-Aqsa."
Tapi Allah berkehendak lain, bahwa Nuruddin wafat sebelum Al-Quds dapat ditakhlukan. Tapi nilai-nilai moral yang di tunjukannya menjadi modal bagi Shalahuddin Al-Ayyubi dalam mengambil setiap keputusan sehingga bisa menakhlukanAl-Quds. Nuruddin Zengi adalah salah seorang pemimpin yang telah menuliskan tinta emas dalam perjalanan sejarah Islam.
Semoga akan selalu ada pemimpin-pemimpin seperti sosok Nuruddin Zengi di masa sekarang

CARA KAPITALISME MENGUASAI DUNIA

CARA KAPITALISME MENGUASAI DUNIA






Sistem ekonomi kapitalisme telah mengajarkan bahwa pertumbuhan ekonomi hanya akan terwujud jika semua pelaku ekonomi terfokus pada akumulasi kapital (modal).
Mereka lalu menciptakan sebuah mesin “penyedot uang” yang dikenal dengan lembaga perbankan. Oleh lembaga ini, sisa-sisa uang di sektor rumah tangga yang tidak digunakan untuk konsumsi akan “disedot”.
Lalu siapakah yang akan memanfaatkan uang di bank tersebut? Tentu mereka yang mampu memenuhi ketentuan pinjaman (kredit) dari bank, yaitu: fix return dan agunan. Konsekuensinya, hanya pengusaha besar dan sehat sajalah yang akan mampu memenuhi ketentuan ini. Siapakah mereka itu? Mereka itu tidak lain adalah kaum kapitalis, yang sudah mempunyai perusahaan yang besar, untuk menjadi lebih besar lagi.
Nah, apakah adanya lembaga perbankan ini sudah cukup? Bagi kaum kapitalis tentu tidak ada kata cukup. Mereka ingin terus membesar. Dengan cara apa?
Yaitu dengan pasar modal. Dengan pasar ini, para pengusaha cukup mencetak kertas-kertas saham untuk dijual kepada masyarakat dengan iming-iming akan diberi deviden.
Siapakah yang memanfaatkan keberadaan pasar modal ini? Dengan persyaratan untuk menjadi emiten dan penilaian investor yang sangat ketat, lagi-lagi hanya perusahaan besar dan sehat saja yang akan dapat menjual sahamnya di pasar modal ini.
Siapa mereka itu? Kaum kapitalis juga, yang sudah mempunyai perusahaan besar, untuk menjadi lebih besar lagi. Adanya tambahan pasar modal ini, apakah sudah cukup? Bagi kaum kapitalis tentu tidak ada kata cukup. Mereka ingin terus membesar. Dengan cara apa lagi?
Cara selanjutnya yaitu dengan “memakan perusahaan kecil”. Bagaimana caranya? Menurut teori Karl Marx, dalam pasar persaingan bebas, ada hukum akumulasi kapital (the law of capital accumulations), yaitu perusahaan besar akan “memakan” perusahaan kecil. Contohnya, jika di suatu wilayah banyak terdapat toko kelontong yang kecil, maka cukup dibangun sebuah mal yang besar. Dengan itu toko-toko itu akan tutup dengan sendirinya.
Dengan apa perusahaan besar melakukan ekspansinya? Tentu dengan didukung oleh dua lembaga sebelumnya, yaitu perbankan dan pasar modal.
Agar perusahaan kapitalis dapat lebih besar lagi, mereka harus mampu memenangkan persaingan pasar. Persaingan pasar hanya dapat dimenangkan oleh mereka yang dapat menjual produk-produknya dengan harga yang paling murah. Bagaimana caranya?
Caranya adalah dengan mengusai sumber-sumber bahan baku seperti: pertambangan, bahan mineral, kehutanan, minyak bumi, gas, batubara, air, dsb. Lantas, dengan cara apa perusahaan besar dapat menguasai bahan baku tersebut? Lagi-lagi, tentu saja dengan dukungan permodalan dari dua lembaganya, yaitu perbankan dan pasar modal.
Jika perusahaan kapitalis ingin lebih besar lagi, maka cara berikutnya adalah dengan “mencaplok” perusahaan milik negara (BUMN).
Kita sudah memahami bahwa perusahaan negara umumnya menguasai sektor-sektor publik yang sangat strategis, seperti: sektor telekomunikasi, transportasi, pelabuhan, keuangan, pendidikan, kesehatan, pertambangan, kehutanan, energi, dsb. Bisnis di sektor yang strategis tentu merupakan bisnis yang sangat menjanjikan, karena hampir tidak mungkin rugi. Lantas bagaimana caranya?
Caranya adalah dengan mendorong munculnya Undang-Undang Privatisasi BUMN. Dengan adanya jaminan dari UU ini, perusahaan kapitalis dapat dengan leluasa “mencaplok” satu per satu BUMN tersebut. Tentu tetap dengan dukungan permodalan dari dua lembaganya, yaitu perbankan dan pasar modal.
Jika dengan cara ini kaum kapitalis sudah mulai bersinggungan dengan UU, maka sepak terjangnya tentu akan mulai banyak menemukan hambatan. Bagaimana cara mengatasinya?
Caranya ternyata sangat mudah, yaitu dengan masuk ke sektor kekuasaan itu sendiri. Kaum kapitalis harus menjadi penguasa, sekaligus tetap sebagai pengusaha.
Untuk menjadi penguasa tentu membutuhkan modal yang besar, sebab biaya kampanye itu tidak murah. Bagi kaum kapitalis hal itu tentu tidak menjadi masalah, sebab permodalannya tetap akan didukung oleh dua lembaga sebelumnya, yaitu perbankan dan pasar modal.
Jika kaum kapitalis sudah melewati cara-cara ini, maka hegemoni (pengaruh) ekonomi di tingkat nasional hampir sepenuhnya terwujud. Hampir tidak ada problem yang berarti untuk dapat mengalahkan kekuatan hegemoni ini. Namun, apakah masalah dari kaum kapitalis sudah selesai sampai di sini?
Tentu saja belum. Ternyata hegemoni ekonomi di tingkat nasional saja belumlah cukup. Mereka justru akan menghadapi problem baru. Apa problemnya?
Problemnya adalah terjadinya ekses produksi. Bagi perusahaan besar, yang produksinya terus membesar, jika produknya hanya dipasarkan di dalam negeri saja, tentu semakin lama akan semakin kehabisan konsumen. Lantas, kemana mereka harus memasarkan kelebihan produksinya? Dari sinilah akan muncul cara-cara berikutnya, yaitu dengan melakukan hegemoni di tingkat dunia.
Caranya adalah dengan membuka pasar di negara-negara miskin dan berkembang yang padat penduduknya. Teknisnya adalah dengan menciptakan organisasi perdagangan dunia (WTO), yang mau tunduk pada ketentuan perjanjian perdagangan bebas dunia (GATT), sehingga semua negara anggotanya akan mau membuka pasarnya tanpa halangan tarif bea masuk, maupun ketentuan kuota impornya (bebas proteksi).
Dengan adanya WTO dan GATT tersebut, kaum kapitalis dunia akan dengan leluasa dapat memasarkan kelebihan produknya di negara-negara “jajahan”-nya.
Untuk mewujudkan ekspansinya ini, perusahaan kapitalis dunia tentu akan tetap didukung dengan permodalan dari dua lembaga andalannya, yaitu perbankan dan pasar modal.
Jika kapitalis dunia ingin lebih besar lagi, maka caranya tidak hanya cukup dengan mengekspor kelebihan produksinya. Mereka harus membuka perusahaannya di negara-negara yang menjadi obyek ekspornya. Yaitu dengan membuka Multi National Coorporations (MNC) atau perusahaan lintas negara, di negara-negara sasarannya.
Dengan membuka langsung perusahaan di negara tempat pemasarannya, mereka akan mampu menjual produknya dengan harga yang jauh lebih murah. Strategi ini juga sekaligus dapat menangkal kemungkinan munculnya industri-industri lokal yang berpotensi menjadi pesaingnya.
Untuk mewujudkan ekspansinya ini, perusahaan kapitalis dunia tentu akan tetap didukung dengan permodalan dari dua lembaganya, yaitu perbankan dan pasar modal.
Apakah dengan membuka MNC sudah cukup? Jawabnya tentu saja belum. Masih ada peluang untuk menjadi semakin besar lagi. Caranya? Yaitu dengan menguasai sumber-sumber bahan baku yang ada di negara tersebut.
Untuk melancarkan jalannya ini, kapitalis dunia harus mampu mendikte lahirnya berbagai UU yang mampu menjamin agar perusahaan asing dapat menguasai sepenuhnya sumber bahan baku tersebut.
Contoh yang terjadi di Indonesia adalah lahirnya UU Penanaman Modal Asing (PMA), yang memberikan jaminan bagi perusahaan asing untuk menguasai lahan di Indonesia sampai 95 tahun lamanya (itu pun masih bisa diperpanjang lagi). Contoh UU lain, yang akan menjamin kebebasan bagi perusahaan asing untuk mengeruk kekayaan SDA Indonesia adalah: UU Minerba, UU Migas, UU Sumber Daya Air, dsb.
Menguasai SDA saja tentu belum cukup bagi kapitalis dunia. Mereka ingin lebih dari itu. Dengan cara apa? Yaitu dengan menjadikan harga bahan baku lokal menjadi semakin murah. Teknisnya adalah dengan menjatuhkan nilai kurs mata uang lokalnya.
Untuk mewujudkan keinginannya ini, prasyarat yang dibutuhkan adalah pemberlakuan sistem kurs mengambang bebas bagi mata uang lokal tersebut. Jika nilai kurs mata uang lokal tidak boleh ditetapkan oleh pemerintah, lantas lembaga apa yang akan berperan dalam penentuan nilai kurs tersebut?
Jawabannya adalah dengan Pasar Valuta Asing (valas). Jika negara tersebut sudah membuka Pasar Valasnya, maka kapitalis dunia akan lebih leluasa untuk “mempermainkan” nilai kurs mata uang lokal, sesuai dengan kehendaknya. Jika nilai kurs mata uang lokal sudah jatuh, maka harga bahan-bahan baku lokal dijamin akan menjadi murah, kalau dibeli dengan mata uang mereka.
Jika ingin lebih besar lagi, ternyata masih ada cara selanjutnya. Cara selanjutnya adalah dengan menjadikan upah tenaga kerja lokal bisa menjadi semakin murah. Bagaimana caranya? Yaitu dengan melakukan proses liberalisasi pendidikan di negara tersebut. Teknisnya adalah dengan melakukan intervesi terhadap UU Pendidikan Nasionalnya.
Jika penyelenggaraan pendidikan sudah diliberalisasi, berarti pemerintah sudah tidak bertanggung jawab untuk memberikan subsidi bagi pendidikannya. Hal ini tentu akan menyebabkan biaya pendidikan akan semakin mahal, khususnya untuk pendidikan di perguruan tinggi. Akibatnya, banyak pemuda yang tidak mampu melanjutkan studinya di perguruan tinggi.
Keadaan ini akan dimanfaatkan dengan mendorong dibukanya Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebanyak-banyaknya. Dengan sekolah ini tentu diharapkan akan banyak melahirkan anak didik yang sangat terampil, penurut, sekaligus mau digaji rendah. Hal ini tentu lebih menguntungkan, jika dibanding dengan mempekerjakan sarjana. Sarjana biasanya tidak terampil, terlalu banyak bicara dan maunya digaji tinggi.
Sebagaimana telah diuraikan di atas, cara-cara hegemoni kapitalis dunia di negara lain ternyata banyak mengunakan intervesi UU. Hal ini tentu tidak mudah dilakukan, kecuali harus dilengkapi dengan cara yang lain lagi. Nah, cara inilah yang akan menjamin proses intervensi UU akan dapat berjalan dengan mulus. Bagaimana caranya?
Caranya adalah dengan menempatkan penguasa boneka. Penguasa yang terpilih di negara tersebut harus mau tunduk dan patuh terhadap keinginan dari kaum kapitalis dunia. Bagaimana strateginya?
Strateginya adalah dengan memberikan berbagai sarana bagi mereka yang mau menjadi boneka. Sarana tersebut, mulai dari bantuan dana kampanye, publikasi media, manipulasi lembaga survey, hingga intervesi pada sistem perhitungan suara pada Komisi Pemilihan Umumnya.
Nah, apakah ini sudah cukup? Tentu saja belum cukup. Mereka tetap saja akan menghadapi problem yang baru. Apa problemnya?
Jika hegemoni kaum kapitalis terhadap negara-negara tertentu sudah sukses, maka akan memunculkan problem baru. Problemnya adalah “mati”-nya negara jajahan tersebut. Bagi sebuah negara yang telah sukses dihegemoni, maka rakyat di negara tersebut akan semakin miskin dan melarat. Keadaan ini tentu akan menjadi ancaman bagi kaum kapitalis itu sendiri. Mengapa?
Jika penduduk suatu negeri itu jatuh miskin, maka hal itu akan menjadi problem pemasaran bagi produk-produk mereka. Siapa yang harus membeli produk mereka jika rakyatnya miskin semua? Di sinilah diperlukan cara berikutnya.
Agar rakyat negara miskin tetap memiliki daya beli, maka kaum kapitalis dunia perlu mengembangkan Non Government Organizations (NGO) atau LSM. Tujuan pendirian NGO ini adalah untuk melakukan pengembangan masyarakat (community development), yaitu pemberian pendampingan pada masyarakat agar bisa mengembangkan industri-industri level rumahan (home industry), seperti kerajinan tradisionil maupun industri kreatif lainnya. Masyarakat harus tetap berproduksi (walaupun skala kecil), agar tetap memiliki penghasilan.
Agar operasi NGO ini tetap eksis di tengah masyarakat, maka diperlukan dukungan dana yang tidak sedikit. Kaum kapitalis dunia akan senantiasa men-support sepenuhnya kegiatan NGO ini. Jika proses pendampingan masyarakat ini berhasil, maka kaum kapitalis dunia akan memiliki tiga keuntungan sekaligus, yaitu: masyarakat akan tetap memiliki daya beli, akan memutus peran pemerintah dan yang terpenting adalah, negara jajahannya tidak akan menjadi negara industri besar untuk selamanya.
Sampai di titik ini kapitalisme dunia tentu akan mencapai tingkat kejayaan yang nyaris “sempurna”. Apakah kaum kapitalis sudah tidak memiliki hambatan lagi? Jawabnya ternyata masih ada. Apa itu? Ancaman krisis ekonomi. Sejarah panjang telah membuktikan bahwa ekonomi kapitalisme ternyata menjadi pelanggan yang setia terhadap terjadinya krisis ini.
Namun demikian, bukan berarti mereka tidak memiliki solusi untuk mengatasinya. Mereka masih memiliki jurus pamungkasnya. Apa itu?
Ternyata sangat sederhana. Kaum kapitalis cukup “memaksa” pemerintah untuk memberikan talangan (bailout) atau stimulus ekonomi. Dananya berasal dari mana? Tentu akan diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Sebagaimana kita pahami bahwa sumber pendapatan negara adalah berasal dari pajak rakyat. Dengan demikian, jika terjadi krisis ekonomi, siapa yang harus menanggung bebannya. Jawabnya adalah: rakyat, melalui pembayaran pajak yang akan terus dinaikkan besarannya, maupun jenis-jenisnya.
Bagaimana hasil akhir dari semua ini? Kaum kapitalis akan tetap jaya dan rakyat selamanya akan tetap menderita. Dimanapun negaranya, nasib rakyat akan tetap sama. Itulah produk dari hegemoni kapitalisme dunia. [Dwi Condro Triyono, Ph.D]




Pengikut