Tampilkan postingan dengan label INDONESIA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label INDONESIA. Tampilkan semua postingan

Rabu, 10 Mei 2017

Memupuk Komitmen Persatuan dalam Keberagaman.



Memupuk Komitmen Persatuan dalam Keberagaman.
Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa majemuk, ditandai dengan banyaknya etnis, suku, agama, budaya, dan kebiasaan di dalamnya. Di sisi lain, masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat multikultural, masyarakat yang anggotanya memiliki latar belakang budaya (cultural background) beragam. Kemajemukan dan multikulturalitas mengisyaratkan adanya perbedaan. Apabila dikelola secara benar, kemajemukan dan multikulturalitas menghasilkan energi hebat. Sebaliknya, apabila tidak dikelola
secara benar, kemajemukan dan multikulturalitas bisa menimbulkan bencana dahsyat. Kolaborasi positif orang buta dan orang lumpuh dapat meningkatkan produktivitasnya belasan kali lipat. Dalam konteks membangun masyarakat multikultural, selain berperan meningkatkan mutu bangsa agar dapat duduk sama rendah, berdiri sama tinggi dengan bangsa-bangsa lain, pendidikan juga berperan memberi perekat antara berbagai perbedaan di antara komunitas kultural atau kelompok masyarakat yang memiliki latar belakang budaya berbeda-beda agar lebih meningkat komitmennya dalam berbangsa dan bernegara.
1. Makna dan Pentingnya Persatuan dan Kesatuan Bangsa
Kesatuan bangsa Indonesia yang Anda rasakan saat ini, itu terjadi dalam proses yang dinamis dan berlangsung lama karena persatuan dan kesatuan bangsa terbentuk dari proses yang tumbuh dari unsur-unsur sosial budaya masyarakat Indonesia sendiri yang ditempa dalam jangkauan waktu yang lama sekali. Unsur-unsur sosial budaya itu, seperti sifat kekeluargaan dan jiwa gotong-royong. Kedua unsur itu merupakan sifat-sifat pokok bangsa Indonesia yang dituntun oleh asas kemanusiaan dan kebudayaan. Karena masuknya kebudayaan dari luar, maka terjadi proses akulturasi (percampuran kebudayaan). Kebudayaan dari luar itu adalah kebudayaan Hindu, Islam, Kristen, dan unsur-unsur kebudayaan lain yang beraneka ragam. Semua unsur-unsur kebudayaan dari luar yang masuk diseleksi oleh bangsa Indonesia. Kemudian, sifat-sifat lain terlihat dalam setiap pengambilan keputusan yang menyangkut kehidupan bersama yang senantiasa dilakukan dengan jalan musyawarah dan mufakat. Hal itulah yang mendorong terwujudnya persatuan bangsa Indonesia. Jadi, makna dan pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa dapat mewujudkan sifat kekeluargaan, jiwa gotong-royong, musyawarah, dan lain sebagainya.
2. Prinsip-prinsip Persatuan dan Kesatuan Bangsa
Hal-hal yang berhubungan dengan arti dan makna persatuan Indonesia apabila dikaji lebih jauh, terdapat beberapa prinsip yang juga harus Anda hayati, Anda pahami, lalu Anda amalkan dalam kehidupan Anda sehari-hari.
Prinsip-prinsip persatuan dan kesatuan bangsa adalah sebagai berikut.
Prinsip Bhinneka Tunggal Ika.
Prinsip nasionalisme Indonesia.
Prinsip kebebasan yang bertanggung jawab.
Prinsip wawasan Nusantara.
Prinsip persatuan pembangunan untuk mewujudkan cita-cita reformasi.
3. Pengamalan Nilai-Nilai Persatuan dan Kesatuan
Pepatah mengatakan "bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh". Oleh karena itu, yang perlu ditegakkan dan dilakukan, antara lain sebagai berikut.
Meningkatkan semangat kekeluargaan, gotong-royong dan musyawarah.
Meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia dalam berbagai aspek kehidupan.
Pembangunan yang merata serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Memberikan otonomi daerah.
Memperkuat sendi-sendi hukum nasional serta adanya kepastian hukum.
Perlindungan, jaminan, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Memperkuat sistem pertahanan dan keamanan, sehingga masyarakat semakin terlindungi.
Meningkatkan semangat Bhinneka Tunggal Ika.
Mengembangkan semangat kekeluargaan atau budayakan saling bertegur sapa.
Menghindari penonjolan sara/perbedaan karena bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, bahasa, agama, serta adat-istiadat kebiasaan yang berbeda-beda, maka Anda tidak boleh melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan perpecahan.
4. Landasan Hukum Persatuan dan Kesatuan Bangsa
Suatu negara perlu memiliki landasan hukum, sebab dengan landasan hukum yang dimiliki oleh suatu negara, maka negara akan menjadi lebih kukuh atau kuat dan tidak terombang-ambing oleh kekuatan luar manapun (dipengaruhi oleh negara lain). Diibaratkan jika Anda ingin membangun rumah, maka yang utama (dasar) dibangun lebih dahulu adalah pondasinya. Dengan dasar pondasi yang kuat, bangunan dengan bentuk apapun pasti akan kuat. Landasan hukum persatuan dan kesatuan bangsa, antara lain sebagai berikut.
a. Landasan Ideal
Landasan ideal adalah Pancasila sila ke-3 "Persatuan Indonesia" terdiri atas 7 butir pengamalan Pancasila, yaitu sebagai berikut.
Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
b. Landasan Konstitusional
Landasan konstitusional adalah UUD 1945 yang terdiri atas.
1. Pembukaan Alinea IV ".... Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan
berdasar kepada .... persatuan Indonesia."
2. Dalam pasal-pasal UUD 1945, yaitu sebagai berikut.
a. Pasal 1 Ayat (1) menyatakan bahwa "Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik."
b. Pasal 30 Ayat (1) dan (2) menyatakan bahwa:
(1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara, serta
(2) Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang.
5. Upaya dalam Menjaga Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
Hal yang harus Anda tanggulangi dalam rangka mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah ancaman. Ancaman adalah setiap upaya dan kegiatan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang dinilai mengancam atau membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa. Bagaimana agar keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap terjaga? Salah satu caranya adalah Anda sebagai warga negara berpartisipasi dalam upaya menjaga keutuhan wilayah dan bangsa Indonesia. Berpartisipasi artinya turut serta atau terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang dapat menjaga keutuhan wikayah dan bangsa Indonesia. Untuk turut menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia diperlukan sikap-sikap sebagai berikut.
a. Cinta tanah air.
b. Membina persatuan dan kesatuan.
c. Rela berkorban.
Sumber: Buku Ajar PPKn Semester 2 Kelas 10 SMA/SMK Kurikulum 2013 dengan pengubahan. dan belajar-ppkn.blogspot. com


Kisah Tan Malaka.

Kisah Tan Malaka.



HARI ini 68 tahun yang lalu Tan Malaka dieksekusi mati oleh pasukan dari Batalyon Sikatan, Divisi Brawijaya di Selopanggung, Kediri, Jawa Timur. Perintah itu datang dari Letda. Soekotjo, yang menurut sejarawan Harry Poeze, “Orang kanan sekali yang beropini bahwa Tan Malaka harus dihabisi.”

Pengujung kisah hidup Tan Malaka dimulai ketika dia dibebaskan dari penjara di Magelang, 16 September 1948. Sekeluarnya dari penjara, dia mencoba kembali mengumpulkan pendukungnya dan menggagas pendirian partai Murba pada 7 November 1948. Partai ini berasaskan “antifasisme, antiimperialisme dan antikapitalisme”.
Namun Tan enggan memimpin Partai Murba. “Dia tidak mau jadi ketua. Mungkin dia harap jadi Presiden RI dan selalu tidak senang dengan politik diplomasi,” kata sejarawan Harry A. Poeze dalam bukunya, Tan Malaka, Gerakan Kiri, dan Revolusi Indonesia
Jilid 4. Buku ini mengisahkan babakan terakhir perjalanan hidup Tan Malaka, sejak September 1948 sampai Desember 1949.
Usai kongres pendirian Partai Murba, Tan mesti menentukan pilihan tentang hari depan pergerakannya. Meski Yogyakarta strategis (saat itu sebagai ibukota Republik Indonesia), dia merasa tidak aman di kota itu. “Dikhawatirkan akan terjadi pendudukan Belanda, dan bahaya penangkapan oleh pemerintah,” tulis Poeze. “Dia juga ingin menjajaki alam pikiran rakyat.”
Ada dua rencana perjalanan yang hendak ditempuh: Jawa Barat dan Jawa Timur. Kemungkinan ke barat (Banten) pupus mengingat Darul Islam sangat aktif di sana dan membenci kaum komunis, terlebih Banten terisolasi dari pusat Republik.
Pilihan Tan jatuh ke Jawa Timur. Selain menjadi medan subur bagi pengikut gerakan kiri, sebagaimana yang dia asumsikan dalam Naar de Republiek Indonesia, “di sanalah pukulan yang menentukan akan diselesaikan.”

Pada 12 November 1948, Tan berangkat ke Kediri, mengingat tawaran bantuan dari komandan batalion Sabarudin, dan jaminan keamanan serta perasaan simpati dari komandan divisi Soengkono dan stafnya.
Dimulailah jalan gerilya di Jawa Timur. Tan berkesempatan bertemu dengan para prajurit TNI dan pimpinan politik. Jika senggang, tulis Poeze, “dia berjalan-jalan untuk melihat-lihat dan mencaritahu tentang keadaan penduduk kampung yang miskin dan keinginan-keinginan mereka.”
Dalam setiap pertemuan maupun pamflet yang dia tulis selama di Jawa Timur, Tan Malaka menuangkan gagasannya akan cita-cita negara sosialis. Dia menjelaskan ide-idenya dalam Gerpolek (Gerilya, Politik, Ekonomi) ke tengah-tengah kalangan militer dan mendapat sambutan hangat. Dia pun rutin mengecam politik diplomasi yang dijalankan oleh Sukarno-Hatta yang dia sebut “telah menyia-nyiakan hak-hak mereka sebagai pemimpin.” Dalam ‘Program Mendesak’, dia bahkan menyebut dirinya sebagai pemimpin Revolusi Indonesia.
Sebagai contoh kesuksesan propaganda Tan Malaka, sebanyak 17-19 batalion bergabung dalam Gabungan Pembela Proklamasi (GPP) untuk menghadapi serangan Belanda bilamana sewaktu-waktu datang. GPP mesti bertindak sesuai petunjuk Gerpolek.
Propaganda Tan Malaka yang anti politik diplomasi Sukarno-Hatta dianggap sebagai ancaman oleh pemerintah. Gerakannya mesti ditumpas. Tan bersama GPP berpindah-pindah markas dan akhirnya melarikan diri ke arah selatan Jawa Timur. Dalam gerilya menyusuri lereng Gunung Wilis, di Selopanggung, Kediri, Tan Malaka ditangkap oleh Letnan Dua Sukoco dari Batalion Sikatan Divisi Brawijaya.

Pada 21 Februari 1949, Tan Malaka dieksekusi mati oleh Suradi Tekebek, orang yang diberi tugas Sukotjo. Kematiannya tanpa dibikin laporan maupun pemeriksaan lebih lanjut. Dia dimakamkan di tengah hutan dekat markas Soekotjo. “Kematiannya dirahasiakan bertahun-tahun,” ucap Poeze.
Setelah sejarawan asal Belanda itu berhasil menemukan makam Tan Malaka, untuk membuktikan apakah jasad yang dimakamkan di Selopanggung itu Tan Malaka, sekelompok dokter ahli forensik dari Universitas Indonesia telah mengambil sampel DNA dari keluarga Tan Malaka untuk dicocokan dengan DNA jasad yang ada di makam. Namun, hingga hari ini hasilnya belum bisa dipastikan cocok 100 persen. Tapi Harry Poeze, berdasarkan data-data yang dia peroleh, meyakini jasad di kuburan Selopanggung itu adalah Tan Malaka. Dia berharap jenazah Tan Malaka bisa dipindahkan ke taman makam pahlawan Kalibata sebagai wujud penghormatan kepada Tan Malaka.
#SejarahDunia
#SejarahIndonesia
Sumber : Historia. id



Minggu, 23 Oktober 2016

Melacak Jejak Silam Freeport Mengeksploitasi Bumi Papua Bermula dari informasi tim penelitian geologi di zaman Belanda, Freeport melacak jejak harta karun di perut bumi Papua. Ditolak Sukarno, diterima Soeharto.

Melacak Jejak Silam Freeport Mengeksploitasi Bumi Papua
Bermula dari informasi tim penelitian geologi di zaman Belanda, Freeport melacak jejak harta karun di perut bumi Papua. Ditolak Sukarno, diterima Soeharto.

PADA 1959 Jean Jacques Dozy, seorang geolog anggota Ekspedisi Colijn yang pernah melakukan pendakian ke Puncak Cartenz pada 1936, kedatangan seorang tamu. Si tamu tadi bertanya kepadanya tentang keadaan Papua yang pernah dikunjunginya. “Katanya Anda pernah mengunjungi New Guinea (nama Papua saat itu-Red.) dan menemukan badan bijih (ore body) ini. Seberapa besarnya?” tanyanya pada Dozy, sebagaimana dikutip dari buku Grasberg karya George A. Mealey.

Pertanyaan tamunya membuat Dozy terhenyak. “Kagetnya serasa seperti sedang ditodong pistol tepat di dada,” kata dia. Bagaimana tidak, setelah 23 tahun lamanya, baru ada orang bertanya demikian kepada Dozy. “Baiklah,” kata Dozi melanjutkan, “ini menyerupai sebuah dinding tebing, tingginya kira-kira 75 meter dan begitu juga panjangnya.”

“Oh..oh,” ujar tamunya. Menurut Dozy, setelah pertemuan itu, tamu tadi langsung terbang menuju Papua, untuk membuktikan apakah omongan Dozy bohong atau jujur. Dan ketika kembali, dia menemui lagi Dozy dan mengatakan, “(Ternyata) itu lebih besar dari yang pernah Anda bilang.”

Tamu yang dimaksud Dozy adalah Forbes. K Wilson, yang bekerja sebagai manajer eksplorasi sulfur di Freeport. Kelak bertahun kemudian Forbes jadi petinggi di Freeport. Sebelum bertemu Dozy, Forbes sudah terlebih dahulu mencari informasi tentang Ekspedisi Colijn. Dalam catatan hariannya, Dozy membuat sketsa gundukan batu hitam aneh yang berdiri menyembul pada ketinggian 3500 meter, di pedalaman Papua. Di bawah skesta itu, Dozy membubuhkan tulisan “Ertsberg” yang artinya “gunung bijih”. Dari sana Forbes mengendus kekayaan bumi Papua.

Sebelum informasi itu ditemukan oleh Forbes, laporan Dozy hanya disimpan di perpustakaan Leiden. Setelah membuktikan temuan Dozy, pihak Freeport tak bisa begitu saja melakukan kegiatan eksploitasi di Irian Jaya (nama Papua saat itu). Terlebih karena kebijakan pemerintahan Sukarno menutup kemungkinan masuknya modal asing ke Indonesia.

Peluang baru muncul saat terjadi peristiwa G30S 1965 yang bermuara pada kejatuhan Sukarno. Dua bulan setelah kup militer itu CEO Freeport Langbourne Williams menelepon Forbes. Dia mendapat kabar baik dari dua eksekutif Texaco bahwa negosiasi Ertsberg akan segera dimulai. Pemerintah Soeharto, kendati belum resmi, mereka anggap jauh lebih bersahabat dengan Amerika ketimbang Sukarno.

Williams yakin, negoisasinya bakal mulus lantaran salah satu eksekutif Texaco, Julius Tahija, punya koneksi kuat dengan Soeharto, yang punya kans kuat untuk naik ke puncak kekuasaan. Julius Tahija adalah mantan tentara yang dekat Sukarno namun berubah menjadi penentangnya.

Sejatinya, pada April 1965 Freeport sudah mendapat lampu hijau untuk menambang di Ertsberg. Namun negosiasi tak kunjung selesai lantaran pemerintahan Sukarno tak mau begitu saja kekayaan alam Indonesia dikelola oleh kelompok bisnis asing. Ketika perubahan politik sudah menunjukkan akhir dari kekuasaan Sukarno, terlebih mendapat pinjaman senilai 60 juta dolar dari lembaga-lembaga dana Amerika, kekuasaan, langkah Freeport kian mantap untuk mengesploitasi kekayaan alam di Papua.

Pada April 1967, tiga bulan sesudah pemberlakuan Undang-Undang Penanaman Modal Asing (UU PMA) No 1/1967, Freeport Sulphur Incorporated menandatangani sebuah kontrak karya untuk mengeksplorasi dan menambah cadangan emas dan tembaga di Irian Jaya. Penandatangan itu, “membuat Freeport Sulphur perusahaan asing pertama yang menandatangani kontrak dengan pemerintah baru dan satu-satunya perusahaan yang menandatangani kontrak di bawah kondisi yang luar biasa seperti itu,” tulis Denise Leith dalam The Politics of Power: Freeport in Suharto’s Indonesia.

Penandatangan itu terbilang unik dan berani. Selain penandatangannya dilakukan ketua presidium kabinet Ampera Jenderal Soeharto, bukan oleh presiden, wilayah konsesinya (Irian Barat), masih dalam sengketa.

Menurut persyaratan kontrak itu, Freeport memperoleh masa bebas pajak selama tiga tahun serta konsesi pajak sebesar 35 untuk tujuh tahun berikutnya dan pembebasan segala macam pajak atau royalti selain lima persen pajak penjualan.

“Namun segera setelah kontrak ‘generasi pertama’ ini ditandatangani, pemerintah menyadari bahwa kontrak itu perlu direvisi agar memberikan keuntungan ekonomi bagi Indonesia,” ujar Mohammad Sadli, yang ketika itu menjabat menteri pertambangan, dalam buku Pelaku Berkisah dengan editor Thee Kian Wie.

Sadli kelak menjadi anggota tim penasehat ekonomi Presiden Soeharto. “Karena itu kontrak-kontrak ‘generasi kedua’ dibuat lebih restriktif dan kurang menguntungkan investor asing, termasuk untuk perusahaan Kanad, Inco, yang menambang nikel di Soroako, Sulawesi Selatan.”

Undang-Undang PMA, produk hukum yang baru diciptakan di masa transisi kepemimpinan nasional, menjadi salah satu langkah pemerintahan Soeharto untuk menarik modal asing demi memulihkan perekonomian nasional. Dan Freeport, salah satu koorporasi internasional pertama yang ketiban rezeki dari peralihan kekuasaan Sukarno ke Soeharto.

Sumber : https://www.google.co.id/webhp?hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwiwydLUmPHPAhUgSY8KHVUiBmQQPAgD

Sumber : http://historia.id/modern/melacak-jejak-silam-freeport-mengeksploitasi-bumi-papua


Kamis, 12 Mei 2016

Kisah Wing Garuda dalam Operasi Trikora: Baku Tembak Hingga Pendaratan Darurat.

Kisah Wing Garuda dalam Operasi Trikora: Baku Tembak Hingga Pendaratan Darurat
Para pilot Wing Garuda yang terlibat dalam misi tempur untuk membebaskan Irian Barat dalam Operasi Trikora memiliki risiko sama seperti para pilot pesawat militer lainnya. Dalam kondisi genting mereka bahkan harus siap baku tembak saat berada di darat.
Ketika pemerintah RI mencanangkan Operasi Tri Komando Rakyat (Trikora) untuk membebaskan Irian Barat dari kolonialisme Belanda (1962), para awak dari maskapai penerbangan Garuda juga dilibatkan. Komando Tertinggi (KOTI) Trikora membentuk Wing Garuda (WG) dan Wing Garuda 011 (WG 011) yang merupakan kekuatan bala cadangan udara untuk mendukung kekuatan AURI. Tugas utama yang dibebankan kepada WG dan WG 011 adalah melaksanakan penerbangan penyusupan, penerjunan sukarelawan dan pasukan tempur, angkutan logistik, komando Kendali udara, pelacak cuaca, angkut personel, serta SAR.
Untuk melaksanakan sejumlah misi yang cukup riskan itu, WG dan WG 011 menggunakan pesawat-pesawat transpor seperti DC-3 Dakota, C-47 Skytrain, dan ConvairB-36. Dalam setiap penerbangannya para pilot WG dan WG 011 akan menghadapi risiko dihadang oleh pesawat-pesawat tempur Belanda yang saai itu tergolong canggih, yakni MK-06 Hawker Hunter, AS-4 Firefly, P2V-7 Neptune, dan B-26 Invader. Selain sergapan pesawat tempur penerbangan rahasia WG dan WG 011 juga kerap menghadapi cuaca buruk serta radar musuh sehingga harus terbang pada ketinggian rendah (tree top) di atas kawasan hutan lebat atau perairan yang ganas siang maupun malam hari. Setelah Irian Barat diserahkan ke pangkuan RI melalui United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA) pada 1 Oktober 1962, tugas yang harus dilaksanakan WG dan WG 011 untuk membereskan Irian Barat tetap berlangsung.
Salah satu misi yang berpotensi menimbulkan konflik bersenjata adalah ketika personel WG dan WG 001 ditugaskan Panglima Tertinggi (Presiden) untuk mengambil alih perusahaan penerbangan Belanda, De Kroonduif NV yang berada di Irian Barat. Tim dari WG kemudian membentuk satu kontingen yang kurang lebih terdiri dari 40 orang yang memiliki kemampuan mengelola perusahaan penerbangan, penerbang, dan teknisi. Sebagai pimpinan kontingen ditunjuk pilot senior Captain M Syafei, yang diberi wewenang penuh untuk mengelola perusahaan penerbangan yang diambil alih beserta fasilitas pendukungnya seperti hanggar, gudang suku cadang, fasilitas pemeliharaan, hotel, dan lainnya. Captain Syafei sendiri saat ini masih hidup sehat dan berumur 83 tahun serta masih aktif mengikuti dunia penerbangan Tanah Air dan sebagai pengajar di Jurusan Teknik Penerbangan, Universitas Trisakti, Jakarta. 
Kontingen yang juga dibekali kemampuan bertempur itu dilantik oleh Presiden Sukarno pada 13 Desember 1962 melalui upacara sederhana dan singkat. Perasaan bahwa misi ke Irian Barat itu merupakan misi tempur sekali jalan (one way ticket) sangat terasa ketika Bung Karno memberi perintah yang intinya berbunyi, ‘’Kibarkanlah bendera-bendera ini (Merah Putih, bendera pasukan PBB, dan bendera Garuda) pada saat ayam berkokok tanggal 1 Januari 1963’’. Para pilot kontingen yang berjumlah 14 orang tidak hanya berdebar-berdebar karena adanya perintah bertempur itu, tapi juga was-was karena harus terbang di atas wilayah Irian Barat yang belum dikenal dan di bawahnya terhampar hutan belantara yang belum banyak disentuh manusia.
Untuk menghadapi kemungkinan terburuk setiap personel kontingen dibekali pistol. Agar tidak mencolok pistol ditaruh dalam koper dan ditempatkan secara tersembunyi. Untuk penggunaan persenjataan dan kemampuan tempur para personel Wing Garuda telah mendapat latihan militer dari TNI AU dan diselengarakan selama dua minggu di kawasan Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur.
Kontingen WG diberangkatkan ke Biak dari Lapangan Terbang Kemayoran, Jakarta pada 18 Desember 1962 pukul 03.00 dini hari menggunakan pesawat Lockheed L-188 Electra. Penerbangan berjalan lancar dan kontingen pun tiba di Lapangan Terbang Mokmer, Biak dengan selamat. Kontingen kemudian menuju ke gedung perkantoran De Kroonduif NV dan di luar dugaan disambut hangat oleh staf pimpinan perusahaan, Albert Janssen. Sebagai pimpinan rombongan Captain Syafei sangat salut terhadap para staf dan pekerja Belanda yang sangat kooperatif dan mematuhi keputusan undang-undang (tentang penyerahan Irian Barat yang disahkan oleh PBB) yang sedang berlaku. ‘’Mereka sama sekali tidak menunjukkan permusuhan. Secara politik Indonesia-Belanda memang bermusuhan tapi dalam hal profesi mereka benar-benar bertanggung-jawab dan kooperatif,’’ papar Syafei. 
Tugas non penerbangan
Suasana di hari pertama yang menyejukkan itu tiba-tiba berubah drastis karena salah satu anggota kontingen, Gunadi, yang sedang mengendarai mobil secara tak sengaja telah menabark seorang penduduk Irian Barat sehingga mengalami luka cukup serius. Rupanya jalan di Irian Barat yang belum dikenal dan sikap penduduk Irian Barat yang masih sembrono menjadi penyebab kecelakaan fatal itu.
Insiden kecelakaan itu jelas menjadi potensi dari penduduk lokal untuk melancarkan aksi kekerasan. Tapi Janssen yang notabene berada di pihak ‘’musuh’’ ternyata bersikap kooperatif. Dengan pendekatan secara kekeluargaan insiden kecelakaan itu dapat diselesaikan tanpa menimbulkan konflik kekerasan. Pihak De Kroonduif rupanya sangat patuh hukum dan bersedia menyerahkan sejumlah pesawat dan fasiltasnya. Pesawat dan fasilitas yang diserahkan ke kontingen antara lain dua Dakota, tiga Twin Pioneer, tiga Beaver berikut terminal laut yang berada di tepi pantai Mokmer, fasilitas pemeliharaan, gudang suku cadang, dan lainnya. Berdasar pengalaman kontingen, manajemen dan organisasi segera disusun dengan nama perusahaan Garuda Irian Barat. Para personel Kontingen harus bekerja super cepat, hanya ada waktu satu minggu karena para personel Belanda dari Kroonduif akan segera pulang ke negaranya untuk merayakan Tahun Baru dan Natal.
Tugas yang paling membingungkan bagi Kontingen adalah ketika mengurus Hotel Rift karena sama sekali tidak memiliki pengalaman. Dengan prinsip pantang mundur Kontingen akhirnya bekerja dengan cara meniru pekerjaan rutin seperti yang dilakukan oleh karyawan Belanda sebelumnya. Pekerjaan yang sangat mendebarkan adalah ketika harus melakukan pengecatan pesawat Twin Pioneer sampai jauh malam menjelang akhir tahun. Untuk melaksanakan pengecatan pesawat yang dibutuhkan kemampuan khusus dilakukan Captain Syafei dibantu satu orang yang diutus oleh Departemen Perhubungan, Agil.
Cat warna Merah Putih Biru di lambung pesawat yang melambangkan bendera Belanda harus dihapus diganti warna Merah Putih dan regristasi PK. Menjelang malam Tahun Baru pun semua pekerjaan telah selesai. Untuk mengantisipasi segala kemungkinan pada acara pengibaran bendera yang dialkukan keesokan harinya, semua personel Kontingen menyiagakan diri dengan senapan serbu dan pistolnya. Keadaan menjelang malam memang makin menegang karena di sejumlah kawasan di Kota Biak terjadi tembak-menembak. Tapi aksi tembak-menembak sporadis itu ternyata tidak meluas ke Mokmer. (A Winardi).

Sumber : www.google.com 
Sumber : www.wikipedia.com
Sumber : Di rangkum dari berbagai sumber.

MOHON DI FOLLOW AKUN SAYA

Instagram : muhamadaliv_fahrudin
Path          : Pak Udin
Line           : pak-udin

TERIMA KASIH




Senapan Sniper Made in Indonesia Dikagumi di Yordania.

Senapan Sniper Made in Indonesia Dikagumi di Yordania
Amman - Indonesia boleh berbangga, karena untuk pertama kalinya produk-produk unggulan karya anak bangsa Indonesia ditampilkan pada pameran industri pertahanan dan keamanan berskala internasional bertajuk The 11th Special Operations Forces Exhibition and Conference (SOFEX) yang secara resmi dibuka oleh Raja Yordania, Abdullah II pada 10 Mei 2016, dan akan berlangsung sampai tanggal 12 Mei 2016, di Amman, Yordania.
Pangeran Feisal bin Al Hussein selaku President of SOFEX Supreme Steering Committee menyatakan sangat sangat kagum atas perkembangan industri strategis Indonesia.
Hal tersebut disampaikan Yang Mulia Pangeran Feisal didampingi Ketua Senat Yordania Dr. Abdur-Rauf Rawabdeh, dan juga Kepala Kepolisian Yordania ketika berkunjung ke paviliun Indonesia yang langsung diterima oleh Duta Besar RI, Teguh Wardoyo di dampingi oleh Direktur Komersial PT Pindad Widjajanto, yang sekaligus turut menjelaskan mengenai produk-produk yang ditampilkan.
Pangeran Feisal menyatakan ketertarikannya kepada Senapan Sniper SPR2 dan akan mencoba kemampuannya di lapangan tembak dekat lokasi pameran keesokan hari (Rabu, 11 Mei 2016).
Senapan Sniper Pindad Jadi Pusat Perhatian di Yordania (dok. KBRI Amman)
Selain Petinggi Militer Yordania, Menteri Pertahanan dan Kepala Staf Tentara Kazakhstan, Jenderal Zhasuzakov Sakin dan Panglima Tentara Kuwait Letnan Jenderal Mohammad Khaled Al-Kheder, yang masing-masing didampingi delegasi militernya menyatakan sangat tertarik terhadap produk-produk Pindad, dan langsung menugaskan stafnya untuk mengatur pertemuan lanjutan, sekaligus mengundang Pindad untuk datang ke Kazakhstan dan Kuwait.
Pameran SOFEX yang diinisiasi oleh Raja Abdullah II, diselenggarakan setiap dua tahun sekali dan telah berlangsung sejak tahun 1996. Pameran ini telah menarik perhatian begitu banyak pelaku industri pertahanan dan keamanan global sehingga mereka berpartisipasi menampilkan produk-produk andalan dari masing-masing negara. Penyelenggaraan SOFEX 2016 ini diikuti lebih dari 400 perusahaan yang bergerak di industri pertahanan baik lokal, regional dan internasional dari 47 negara.
Ketua panitia penyelenggara, Amer Tabbah, dalam laporan pembukaan menyampaikan bahwa dalam acara pembukaan ini terdapat lebih dari 1.000 orang merupakan delegasi resmi, termasuk di antaranya sekitar 30 orang pejabat setingkat menteri dari berbagai negara di antaranya, Menteri Pertahanan, Panglima Angkatan Bersenjata, Panglima Operasi Khusus, dan pejabat-pejabat penting lainnya.
Diharapkan pejabat Indonesia khususnya terkait industri strategis kiranya berkenan hadir pada SOFEX 2018 mendatang, guna melihat peluang pasar sekaligus mempromosikan kehebatan karya putra putri Indonesia.
Dubes RI untuk Kerajaan Yordania, Hasyimiah merangkap Negara Palestina, Teguh Wardoyo, mengutarakan bahwa KBRI Amman telah memfasilitasi penyewaan booth yang berlokasi di Hall 3 nomor A 302 di area pameran King Abdullah I Airbase, Marka, Yordania.
Pindad akan mewakili Indonesia dalam pameran kali ini. Partisipasi Indonesia ini dimaksudkan untuk mengenal pasar, melihat peluang, dan aktif dalam promosi industri strategis Indonesia di Timur Tengah.
Pada booth Indonesia tersebut, Pindad menampilkan produk-produk unggulannya, seperti Senapan Serbu 2 (SS2 V4 HB & SS2 V5 Comando), Pistol G2 Elite dan G2 Combat, Senapan Sniper (SPR2 dan SPR3), dan Senapan Anti Teror PM2. Pindad juga membawa mock up beberapa produk kendaraan andalannya, yaitu Panser Anoa, Kendaraan Taktis Komodo, dan Tank Boat. Di samping itu, Pindad juga memberikan kesempatan kepada pihak pihak terkait untuk melakukan uji coba senjata dan munisi pada pameran tersebut.
Selain Pindad yang membawa langsung produk-produknya ke Yordania untuk dipamerkan, beberapa industri strategis tanah air, yaitu PT Dirgantara Indonesia, PT PAL dan PT Sritex turut berpartisipasi dengan menyediakan brosur-brosur produk unggulan dan profil perusahaan yang dibagikan kepada para pengunjung pameran. 

Sumber : Detik.com


MOHON DI FOLLOW AKUN SAYA

Instagram : muhamadaliv_fahrudin
Path          : Pak Udin
Line           : pak-udin

TERIMA KASIH





Mayor Atang Gugur Di Hari Pertama Pertempuran.



Mayor Atang Gugur Di Hari Pertama Pertempuran 
Senin, 7 Desember 1975, merupakan hari dimana digelarnya Operasi Lintas Udara yang menerjunkan Satuan Tugas Nanggala V (Parako) di Dili, Timor-Timur (sekarang Timor Leste). Mereka merupakan pasukan pertama yang datang yang diterjunkan dengan menggunakan delapan pesawat angkut Herkcules C-130B dari Lanud Iswahjudi, Magetan, Jawa Timur .
Satu per satu pasukan Nanggala V pun terjun. Namun kehadiran pasukan Naggala V disambut lontaran amuk peluru yang ditembakan pasukan Tropaz. Menurut Buku berjudul ‘Hari H: 7 Desember 1975’, pasuakn Tropaz merupakan pasukan profesional yang dilatih angkatan bersenjata Portugal berdasarkan standar NATO.
Komandan Detasemen Tempur (Dandenpur) 1 Mayor Atang Sutresna mendarat tak jauh dengan posisi Caraka Komandan Grup Parako Koptu Engka Wasmita. Ketika mendarat Atang langsung membuka ranselnya lalu mengeluarkan sangsaka Merah Putih. Kemudian Mayor Atang memerintahkan kepada Koptu Sugeng dan Koptu Suhar Winata dari Regu 1 Peleton 1 Kompi B untuk menaikannya di kantor Gubernur menggantikan bendera Fretilin yang berkibar. Pengibaran sangsaka Merah Putih merupakan tugas yang sulit lantaran daerah sekitar kantor Gubernur masih dikuasai oleh pihak musuh.
Suara tembakan terdengar dengan teramat jelas, namun tak meredupkan keberanian mereka. Koptu Sugeng dan Koptu Suhar pun bergegas mengibarkan sangsaka Merah Putih dengan meyakini bahwa mereka akan mendapat perlindungan dari Mayor Atang Sutresna, Koptu Amad Priyatna dan Serda I Wayan Rija. Ketika bendera Fretelin berhasil diturunkan dan Sangsaka Merah Putih baru dinaikan separuh tiang, Koptu Sugeng tertembak. Dengan spontan Koptu Sugeng pun memberi tahu Koptu Suhar. “Har, aku kena,” ucap Sugeng.
Setelah selesai menaikan sangsaka Merah Putih di kantor Gubernur, mereka pun bergegas mencari perlindungan. Koptu Sugeng segera memeriksa pahanya yang tadi terkena tembakan, namun beruntung tembakan itu hanya mengenai botol minumnya. Kemudian mereka melapor pada Mayor Atang bahwa tugas mereka telah selesai.
Sebelum melaksanakan tugas yang diberikan oleh Mayor Atang untuk mengibarkan Sangsaka Merah Putih, Koptu Sugeng dan Koptu Suhar mengamankan Koptu Kidam yang sudah terlebih dulu tertembak di bagian dada. Saat menuju lokasi yang berada di bawah pohon Beringin untuk memeriksa kondisi Koptu Kidam, rupanya dia telah tertembak untuk kedua kalinya oleh musuh dan gugur ketika Koptu Sugeng dan Koptu Suher mengibarkan Sangsaka Merah Putih di kantor Gubernur.
Koptu Sugeng pun lekas mengabarkan pada Serda Rija terkait Koptu Kidam. Serda Rija berinisiatif memindahkan jenazah Koptu Kidam dengan menariknya. Namun kemalangan menimpa Serda Rija, beberapa tembakan mengarah ke perut dan dada Serda Rija yang membuatnya tersungkur dan gugur dengan masih memegang jasad Koptu Kidam. Gugurnya kedua anak buah Mayor Atang membuat dirinya terlihat terpukul.
Mayor Atang pun berniat untuk bergerak ke arah barat menuju ke sebuah bangunan berwarna merah. Disana terdapat carakanya Koptu Kamin yang gugur pula, tergantung di sebuah tiang listrik. Koptu Sugeng pun berusaha keras melarang komandannya untuk tidak bergerak ke arah tersebut, karena di tempat itulah tembakan terdengar sangat gencar.
“Pak masih ramai dari situ (bangunan merah),” ujar Koptu Sugeng.
Namun sangat disayangkan, Mayor Atang tak memperdulikan seruan anak buahnya. Mayor Atang malah memerintahkan Koptu Engka untuk tetap ditempat. “Kamu di sini saja, saya mau mengatasi itu (tembakan),” tegas Mayor Atang.
Tak hanya Koptu Sugeng, Koptu Engka pun melarang Komandannya untuk bergerak ke arah tersebut. “Jangan pak !!!,” balas Koptu Engka menahan komandannya.
Tepat dugaan anak buahnya, sekitar 25 meter dari ujung gedung Gubernur sebelah barat, Mayor Atang tertembak pada bagian perutnya. Ia pun langsung jatuh.
Melihat komandannya tertembak, dengan merunduk Koptu Sugeng segera mendekati dan menarik komandannya ke perlindungan di sebuah pagar tembok. Pada saat ditarik itulah Mayor Atang kembali tertembak yang mengenai leher hingga tembus ke kepalanya. Mayor Atang pun turut gugur seketika.
Mendengar informasi bahwa Mayor Atang gugur, dengan bergegas Kapten Bambang Mulyanto meninggalkan kelompoknya dan berlari menuju jasad Mayor Atang tergeletak. Kapten Bambang melihat dengan mata kepala sendiri seniornya yang dikenal sosok yang baik telah gugur. Hati Kapten Bambang hancur dan terlihat sedih sekali. Komandan Grup 1 Soegito yang dikabarkan info serupa oleh Kapten Atang Sanjaya mengenai Mayor Atang melaui Handie talkie juga merasa sedih dan pilu.
Tak beberapa lama kemudian, jenazah Mayor Atang dibawa ke pos komando Grup Parako yang berada tidak jauh di depan pelabuhan Dili. Dangrup 1 Soegito sempat ikur mengusung jenazah Mayor Atang sewaktu diturunkan dari mobil pick up dan membaringkannya di sebuah ruang kantor yang kosong. Selain jenazah Mayor Atang, di dalam ruangan tersebut turut diletakan jenazah Koptu Kidam, Koptu Karsum serta anggota lainnya yang gugur di hari pertama dimulainya operasi tersebut.
Mayor Atang Sutresna telah menunjukan pengabdian yang luar biasa demi tercapainya keberhasilan tugas. Beliau adalah sosok perwira yang tegas, berani dan teguh pendirian.
Sumber : Angkasa

MOHON DI FOLLOW AKUN SAYA

Instagram : muhamadaliv_fahrudin
Path          : Pak Udin

Line           : pak-udin



Rabu, 11 Mei 2016

Mengenang mencekamnya tragedi Mei 98.

Mengenang mencekamnya tragedi Mei 98

Era 1997 hingga 1998 menjadi mata rantai paling rapuh dari kekuasaan rezim Orde Baru (Orba) Soeharto. Di sendi sejarah tersebut tumbuh subur dampak sosiologis dan ekonomi dari krisis moneter.
Perlahan mahasiwa mulai berani menujukkan kekuatan konsolidasinya. Momentum krisis moneter menjadi salah satu pondasi untuk menghantam rezim otoriter yang tengah berkuasa. Tuntutan awal menyoal penurunan harga-harga barang pokok dan melawan pemangkasan subsidi BBM.
"Krisis itu menjadi puncak dari politik ekonomi yang dibangun oleh Orde Baru yang selama 32 tidak berpihak pada rakyat," kata Mantan Aktivis Front Aksi Mahasiswa Untuk Reformasi dan Demokrasi (Famred) Masinton Pasaribu saat berbincang dengan  Merdeka.com, Kamis (5/5).
Meski dibayang-bayangi penangkapan dan penculikan, serta pembubaran aksi dan organisasi, mahasiswa ternyata berani menangkal resiko. Namun Soeharto tak tinggal diam. Dia mengintruksikan kekuatan militer untuk meredam gejolak yang dimunculkan mahasiswa. Namun di atsmostif akar rumput, mahasiswa justru melawan balik tingkah Soeharto. Mahasiswa makin geram saat Wiranto diangkat menjadi Panglima Angkatan Bersenjata. Mimbar bebas mengecam pemerintahan otoritarian pun akhirnya muncul di berbagai kampus bak jamur di musim penghujan.
"Sehingga ketika itu lahirlah diskusi-diskusi, para mahasiswa mulai bergerak melakukan protes terhadap rezim Orba. Mulailah digalang mimbar-mimbar bebas di kampus-kampus. Semua mahasiswa menyampaikan kritiknya terhadap situasi saat itu," tuturnya.

Di Jakarta sendiri ada berbagai simpul gerakan mahasiswa. Beberapa di antaranya Presidium BEM Se-Trisakti, Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), Front Aksi Mahasiswa Untuk Reformasi dan Demokrasi (Famred), Forum Komunikasi Senat Mahasiswa se-Jakarta (FKSMJ), Forum Komunitas Mahasiswa seJabotabek (Forkot), Himpunan Mahasiswa Islam Majelis Penyelamat Organisasi (HMI MPO), Komite Mahasiswa dan Rakyat untuk Demokrasi (Komrad), dan sebagainya.
"Mereka menyadari bahwa tidak bisa diselesaikan hanya melalui diskusi. Tapi harus dengan melakukan aksi turun ke jalan. Kami memutuskan turun ke jalan dengan segala konsekuensinya. Walaupun pada saat itu di depan kampus sudah dihadang pasukan ABRI. Turun jalan menyuarakan aspirasi rakyat dengan menolak kenaikan harga sembako, BBM, biaya kuliah mahal, dan sebagainya," ungkapnya.
Dalam rapat internal di berbagai simpul, dilakukan secara tertutup. Biasanya dilakukan di kampus atau di indekos salah satu rekan mahasiswa. Namun beberapa kali mereka juga mengadakan diskusi antar wadah gerakan mahasiswa. Tetap saja apapun model pertemuan untuk menyamakan persepsi tersebut dikuntit oleh intelejen besutan Soeharto.
"Kita menjaga nanti rencana aksi kita keburu bocor. Karena kan intel rezim pada saat itu ada di mana-mana untuk memata-matai pergerakan rakyat dan pergerakan mahasiswa," ujarnya.
Anggota komisi III DPR RI tersebut mengungkapkan bahwa, kala itu tidak semua wadah pergerakan mahasiswa bersifat terbuka. Ada juga yang enggan memanifestokan diri ke permukaan. Akan tetapi antara satu dengan lainnya saling berjejaring, rutin berbagi informasi, dan bebareng membangun tradisi diskusi.

"Ketika semuanya ketakutan itu ada, keberanian akan muncul. Apa yang kita takutkan pada masa itu adalah pengintelan. Itu dipopor senjata waktu aksi, dilarang berdiskusi. Kalau popor senjata itu hal biasa. Kita yakin kesewenang-wenangan Orde Baru itu pasti tumbang, pasti akan berakhir. Kami yakin dengan hukum sejarah itu," ungkapnya.
Aktivis Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI) ini juga berujar bahwa, dalam keadaan terdesak, mahasiswa kerap melawan balik tingkah otoriter militer di medan aksi. Biasanya mahasiswa membalas pukulan mundur militer dengan batu hingga bom molotov. Namun jika benar-benar terpojok, mahasiwa kala itu akan berpencar, lalu bertemu di dalam kampus yang menjadi titik akhir penyelematan diri yang sudah dirumuskan sebelumnya.

"Beredar info seperti (penculikan) itu. Biasanya kita saling mengabarkan di titik mana kita saling bersama, di titik mana kita akan berpisah dengan kawan-kawan ada yang balik ke kost dan sebagainya, biasa saling mengabarkan. Biasanya kita juga kalau ada yang kita curigai, kita bersiasat untuk mengelabui. Kita ke keramaian orang. Biasanya juga bawa pakaian, tinggal dibuka saja," ucapnya.
Dia juga menceritakan bahwa era itu banyak juga elit kampus yang turut geram terhadap kebijakan Soeharto. Namun para birokrat kampus tersebut tak berani terang-terangan melawan pemerintah. Maka mereka lebih memilih bersikap diam-diam mendukung gerakan mahasiswa.
"Tapi ada yang melarang sama sekali. Tapi kita biasa kebebasan akademis itu juga harus ada dan tumbuh," ujarnya.

Menurut Politikus PDIP ini, kala itu tak hanya Tim Mawar yang lalu lalang mengawasi mahasiswa dan gerakan kerayatan. Namun Kodam dan Kepolisian juga memiliki tim yang menguping di tengah masyarakat.
Dia menegaskan bahwa rezim Orde Baru itu paranoid. Dia mengistilahkannya sebagai rezim yang dibangun atas manipulasi sejarah. Pembiasan mengenai fakta-fakta masa lalu itu diterapkan untuk melanggengkan kekuasaan.

"Karena buku-buku yang dianggap kiri kan dilarang oleh rezim Orba dilarang diedarkan dan dipelajari. Kita fotokopi atau stensil, atau minjem. Ya sembunyi-sembunyi," tuturnya.
Masinton mengakui bahwa dia sempat tahu dari 13 aktivis yang diculik dan hilang hingga saat ini. Salah satu yang sering dia lihat dalam forum diskusi maupun demonstrasi ialah Wiji Thukul. Maka dari itu dia berharap agar pemerintah mencari di mana keberadaan fisiknya ataupun tempat mereka dibunuh.
"Yang harusnya bertanggungjawab rezim Orba. Presiden pada masa itu. Rezim Orba itu kan rezim militer. Intelejen inilah yang mengontrol aktivitas masyarakat," pungkasnya.
Sumber : Merdeka.com

MOHON DI FOLLOW AKUN SAYA

Instagram : muhamadaliv_fahrudin
Path          : Pak Udin

Line           : pak-udin


Selasa, 03 Mei 2016

ASAL USUL KOTA PEKALONGAN MENURUT LEGENDA

ASAL USUL KOTA PEKALONGAN MENURUT LEGENDA 
Kalau kita teliti dan pelajari lebih dalam apa yang terdapat dalm legenda bab maasalah asal – usul Nama Pekalongan yang sampai kini meluas dan masih hidup di kalangan masyarakat, keseluruhannya saling berbeda dan tanpa sadar kejelasan berdasarkan fakta. Kesemuanya serba di buat – buat menurut versi penceritaannya dimana asalnya dari leluhurnya ( turun menurun ).Sedang versinyapun satu sama lainnya serba dibumbuhi yang seakan – akan berkejadian dalam kisah itu sendiri perlu kita pelajari secara teliti, lakon legenda itu adalah berisikan suatu sandi ataupun lainnya lainnya, dimana kemungkinan didalamnya terisikan suatu sandi ataupun lainnya lainnya, dimana kemungkinan didalamnya terkandung mutiara – mutiara yang kita cari, ataupun bisa digunakan bahan pembanding didalam penelusuran lebih mendalam.• TOPO NGALONG.
Legenda menerangkan bahwa Pekalongan adalah dari TOPO NGALONG – nya Joko Bau ( Bau Rekso ) yang dianggapnya pahlawan daerahnya kota Pekalongan yang kemudian menjadi Pahlawan Mataram yang berasal dari Kesesi Kabupaten Pekalongan Putra Kyai Cempaluk.
Dikisahlkan tatkala Joko Bau bertapa di alas Gambiran ( kemudian menjadi Gambaran Muka PLN Pekalognan ) tak ada satupun yang bisa dapat menggugahnya termasuk Raden Ngaten Dewi Lanjar ( ratu segoro Lor ) . Godaan – godaan dari prajurit silumannya dewi lanjar Bisa dikalahkan dengan kekuatan gaibnya Joko Bau yang dalm kisah selanjutnya Dewi Lanjar kemudian bertekuk lutut dan dipersuntingnya.
Satu –satunya yang bisa menggugah Topo Ngalongnya Joko Bau adalah TAN KWIE DJAN yang mendapat tugas dari mataram.
Tan Kwie Djan berhasil, yang akhirnya bersama sowan Mataram untuk menerima tugas lebih lanjut.
Dari asal Topo Ngalong inilah kemudian timbul Nama Pekalongan, Karena waktu topo Ngalong INI jamannya Sultan Agung , maka timbullah ” NAMA PEKALONGAN ” menurut versi ini seputar abad 17. ( dalam sejarah Bau Rekso gugur 21 september 1628 di batavia dalam peperangan melawan VOC).
Versi Topo Ngalongnya Joko Bau ini berbeda tempat, ada yang menerangkan di Kesesi , Wiradesa dan ada yang terangkan di antara Ulujamu – Comal – Kesesi, di alun – alun Pekalongan , Slamaran.
• KALINGGA.
Sementara masyarakat Pekalonga beranggapan bahwa letak kerajaan Kalingga konon adalah di desa Linggoasri kecamatan Kajen Kabupaten pekalongan yang sekarang , dari Klingga inillah kemudian dihubungkan dengan kata kaling, keling, kalang, dan akhirnya menjadi kalong. Dan dari kata kalong kemudian timbullah nama Pekalongan.
Karen kerajaan kalingga di abad 6 – 7, maka timbulnya nama Pekalongan menurut versi ini seputar abad 6 s/d 7.
• KALONG ( KELELAWAR )
Dari asal kata kalong ( kelelawar ) , karena di Pekalongan dulunya banyak kelelawar / kalong, terutama di daerah kesesi dimana asal mula Bau Rekso dilahirkan dari keluarga Kyai Cempaluk. Dalam versi yang sama, tempatnya lain, yakni dikisahkan di sepanjang kali Pekalongan ( kergon ) , dimana disini dulunya dulunya diatas pohon Slumpring banyak binatang kelelawarnya dan ju8ga diatas Randu Gembyang ( kandang panjang Kodia Pekalongan ) yang bnyak kelelawarnya dan merupakan tanda bagi kaum nelayan yang biasa dijadikan pedoman bahwa disitu adalah pantai, yang kemudian dinamakan Pekalongan.
Inipun terjadi seputar abad ke 17 ( jamannya Bau Rekso)
• KALANG.
Pekalongan , ada yang menerangkan dari kata kalang dan kalang disinipun sebenarnya ada beberapa pengertian Yakni :
1. Asal kata dari Kalingga – keling dan kemudian kalang .
2. Kalang yang berarti hilir mudik .
3. Kalang berarti sama sejenis ikan laut ( cakalang ) .
4. Kalang yang berarti diasingkan ke....( di selong ) .
Di dalam satu cerita rakyat daerah Pekalongan ini bermula berupa Hutan semak – semak yang banyak setan, silumanny dan tempat tersebut merupakan suatu tempat yang ditakuti oleh siapapun. Oleh Mataram kemudian tempat semacam ini dipergunakan untuk pembuangan sebagai hukuman bagi orang – orang yang membangkang pada Mataram ataupun yang di anggapnya membahayakan bagi mataram sendiri.,Diantaranya yang dikalang disini menurut cerita adalah Bau Rekso yang tadinnya putra Mataram.Dari kata ini pada masa selanjutnya kalang berkembang menjadi kalong dan kemudian Pekalongan . juga sebelumnya ada yang menyebutnya Pekalangan. Disamping itu kalang ada yang mengartikan gelanggang, sekelompok dsb .
• ASAL DAERAH SEMULA .
Pekalongan yang di Pekalongan yang sekarang ini sebermula pindahan dari daerah Pekalongan yang terletak di Surabaya Jawa Timur, sebagai transmigran istilah sekarang .
Kapan mulai pindah kepesisir utara yang kemudian di namakan Pekalongan seperti daerah asalnya belumlah jelas ( keterangan ; Peta Surabaya Tauhun 1866 , di daerah ini tercantum Nama Pekalongan sebagai Wilayah dan sungai ) .
• PEK ALONG .
Diteliti asal katanya pek dan along ini bermacam pula artinya , diantaranya adalah berarti ;
Pek = seratus , pak de ( si wo ) , luru ( mencari , apek ), sedang Along yang tadinya halong , adalah bahasa sehari – hari nelayan yang berarti mendapat banyak .
Pek Along kemudian berarti , mencari ikan di laut mendapat ( hasil ). Dari Pek Along , kemudian menjadi A – Pek – H – Long – An = Pekalongan , dan bagi masyarakat sendiri dikromokan menjadi PENGANGSALAN, ( angsal = dapat ) . jadi agaknya mendekati kebenaran .
Rupa – rupanya dari itulah kemudian keluarlah keterangan masalah Lambang yang di pakai Kodia Pekalongan sampai sekarang ini , dimana awalnya dari produk dewan perwakilan rakyat Daerah Kota Besar Pekalongan tertanggal 29 januari 1957 dan di perkuat lagi dengan dicantumkannya tambahan Lembaran Daerah Swatantra tingkat 1 Jawa tengah tanggal 15 Desember 1958 , seri B Nomor 11 . dan juga dikisahkan oleh menteri dalam Negeri dengan keputusannya tanggal 4 Desember 1958 , N0omor ; KPTS – PPD / 00351 / 11 / 1958 .
MAKAM KERAMAT SAPURO
Makam keramat Sapuro Kota Pekalongan yang lokasinya dekat dengan jalur pantura ini laksana magnet bagi masyarakat Kota Batik Pekalongan dan sekitarnya. Komplek pemakaman umum kelurahan Sapuro ini menjadi salah satu tujuan wisata religius di karenakan di komplek pemakaman ini terdapat makam Al Habib Ahmad Bin Abdullah Bin Tholib Al Athas, seorang tokoh penyebar agama Islam di Kota Pekalongan dan sekitarnya. Apalagi setiap hari kamis sore sampai hari jum’at,komplek pemakaman ini penuh sesak dengan para peziarah yang datang dari berbagai penjuru kota di Indonesia. Lokasi makam Habib Ahmad bin Abdullah binThalib Al Athas ini sangat mudah di jangkau karena tempatnya sangat strategis. Yakni kurang lebih 100 meter dari jalan Jendral Sudirman. Sekitar 5oo meter dari perempatan Ponolawen ke arah timur, atau sekitar 2 kilometer ke arah barat dari Terminal induk Kota Pekalongan.
Al Habib Ahmad Bin Abdullah Bin Thalib Al Athas.
Al Habib Ahmad Bin Abdullah Bin Thalib Alathas di lahirkan di kota Hajren Hadramaut Yaman pada tahun 1255 hijriyah atau tahun 1836 masehi. Beliau menghabiskan masa remajanya untuk menimba ilmu agama di kota asalnya. Beragam disiplin ilmu agama berhasil beliau raih dengan gemilang. Setelah Habib Ahmad muda menguasai Al Qur’an dan banyak mendalami ilmu-ilmu agama di daerah asalnya, beliau melanjutkan menuntut ilmu kepada para pakar dan ulama-ulama terkenal yang mukim di Mekkah al Mukaromah dan Madinah Al Munawwaroh. Sekalipun banyak mendapat tempaan ilmu dari banyak guru di kedua kota suci ini, namun guru yang paling utama dan paling besar pengaruhnya bagi pribadi Habib Ahmad adalah As Sayyid Ahmad Zaini Dahlan. Assayyid Ahmad Zaini Dahlan adalah seorang pakar ulama yang sangat banyak muridnya di Mekkah al Mukarromah maupun di negara-negara lainnya. Banyak ulama-ulama dari Indonesia yang juga berguru kepada Assayyid Ahmad Zaini Dahlan. Seperti, Hadrotul Fadhil Mbah KH Kholil Bangkalan Madura dan Hadrotusy Syaikh KH Hasyim Asy’ari Jombang Jawa Timur. Kedua ulama ini adalah cikal bakal jamiyyah Nahdlotul Ulama. Setelah selesai dan luluis menempuh pendidikan dan latihan, terutama latihan kerohanian secara mendalam, Habib Ahmad mendapat tugas dari gurunya untuk berdakwah menyebarkan syariat agama Islam di kota Mekkah. Dikota kelahiran Nabi Saw ini, Habib Ahmad sangat dicintai dan di hormati oleh segala lapisan masyarakat, karena Habib Ahmad berusaha meneladani kehidupan Rosulallah Saw. Habib Ahmad mengajar dan berdakwah di kota Mekkah sekitar tujuh tahun. Setelah itu beliau pulang ke kampung kelahiran beliau,Hadramaut. Tidak lama mukim di kota kelahirannya, Habib Ahmad merasa terpanggil untuk berdakwah di Asia Tenggara. Dan pilihan beliau jatuh ke Indonesia. Karena memang pada waktu itu sedang banyak-banyaknya imigran dari Hadramaut yang datang ke Indonesia. Di samping untuk berdagang juga untuk mensyiarkan ajaran Islam. Setibanya Habib Ahmad di Indonesia,beliau memilih tinggal di Pekalongan Jawa Tengah. Karena Habib Ahmad melihat kondisi keagamaan di Pekalongan yang masih sangat minim. Dan saat pertama menginjakkan kakinya di Pekalongan, Habib Ahmad melaksanakan tugas sebagai imam di Masjid Wakaf yang ada di kampung Arab (sekarang Jl. Surabaya). Dari Masjid Wakaf inilah Habib Ahmad memulai dakwah Islamiyyahnya. Dari pengajian kitab-kitab fiqih, pembacaan daiba’i, barzanji, pembacaan wirid,dzikir dan lain sebagainya. Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib Alathas juga dikenal sebagai ulama hafidz ( penghafal al Qur’an), Habib Ahmad adalah seorang ulama yang selalu tampil dengan rendah hati (tawadhu),senang bergaul dan gemar bersilaturrohim dengan siapa saja. Habib Ahmad paling tidak senang,bahkan marah kalau ada yang mengkultuskan dirinya. Kendati demikian, Habib Ahmad tidak dapat mentolerir terhadap hukum-hukum dari Allah dan Rosul-Nya yang di remehkan oleh orang lain. Habib Ahmad sangat teguh dan keras memegang syariat Islam,seperti masalah amar ma’ruf nahi mungkar. Pada zamannya dahulu, Habib Ahmad ibarat Kholifah Umar bin Khothob yang sangat tegas dan keras menentang setiap kemungkaran. Tidak peduli yang berbuat mungkar itu pejabat maupun orang awam. Satu contoh, para wanita tidak akan berani lalu lalang di depan kediaman Habib Ahmad kalau tidak mengenakan tutup kepala (kerudung). Kalau ketahuan oleh Habib Ahmad pasti langsung kena teguran. Tidak peduli wanita muslim ataupun non muslim. Menjelang akhir hayatnya, Habib Ahmad bin Abdullah bin Tholib Alathas mengalami patah tulang pada pangkal pahanya,akibat jatuh hingga beliau tidak sanggup berjalan. Sejak saat itu beliau mengalihkan semua kegiatan keagamaannya di kediamannya, termasuk sholat berjamaah dan pengajian. Penderitaan ini berlanjut sampai beliau di panggil pulang ke Ramatullah. Habib Ahmad Bin A bdullah Bin Thalib Alathas meninggal dunia pada malam ahad 24 rajab 1347 hijriyyah atau tahun 1928 masehi. Habib Ahmad meninggal dunia dalam usia 92 tahun. Walaupun Habib Ahmad meninggal dunia pada tanggal 24 rajab, akan tetapi acara khaulnya di peringati setiap tanggal 14 sya’ban, bertepatan dengan malam nisyfu sya’ban.

Masjid Sapuro Didirikan Sejak 294 Tahun Lalu
Penyebaran agama islam di Pekalongan sudah berlangsung sejak ratusan tahun lalu. Hal ini dibuktikan dengan adanya situs bersejarah di Kelurahan Sapuro, Pekalongan Barat, yakni Masjid Jami' Aulia yang hingga kini masih berdiri tegak di tengah pemakaman umum Sapuro. Didepan pintu masjid terdapat prasasti bertuliskan huruf arab yang terbuat dari kayu. Penyebaran agama islam di Pekalongan sudah berlangsung sejak ratusan tahun lalu. Hal ini dibuktikan dengan adanya situs bersejarah di Kelurahan Sapuro, Pekalongan Barat, yakni Masjid Jami' Aulia yang hingga kini masih berdiri tegak di tengah pemakaman umum Sapuro. Didepan pintu masjid terdapat prasasti bertuliskan huruf arab yang terbuat dari kayu. Diperkirakan umur masjid tersebut saat ini mencapai 294 tahun. Hal ini dibuktikan dari prasasti yang bertuliskan pada tahun 1135 H measjid itu didirikan. Saat ini sudah memasuki 1429 H. bentuk bangunan masjid itu cukup sederhana. Temboknya bercorak arsitektur Timur Tengah dengan tiga pintu besar dari kayu. Sementara ruang utamanya mengacu pada tradisi Jawa dengan menggunakan empat saka guru yang semuanya menggunakan kayu jati. Untuk memperkokoh bangunan tersebut dilengkapi dengan penyangga dari batu. Kono, kayu - kayu untuk bengunan masjid itu berasal dari sisa pembangunan Masjid Demak masa Walisongo. Sedangkan mimbar untuk khotbah berornamen ukir-ukiran lengkap dengan trap tangga yang merupakan hadiah dari Sunan Kalijaga. Pengelola Masjid Sapuro, Kiai Dananir mengungkapkan ada empat ulama asal Demak yang menyebarkan islam diwilayah Pantura yakni Kyai Maksum, Sulaiman, Lukman dan Nyai Lindung. “Keempat ulama itu membangun masjid di sekitar Alas Roban, Batang. Bahkan fondasi bangunan dan tempat wudhu saat itu sudah dibuat,”ucapnya.
Dikatakan, mereka berempat mendapat petunjuk dari Allah bahwa nantinya tempat tersebut tak akan ada penghuninya.& ldquo;Pada akhirnya mereka menemukan tempat di Sapuro,” imbuh penjaga masjid, Fauzan. Beberapa waktu setelah itu masjid tersebut dikelola dari generasi ke generasi sampai akhirnya dinamai Masjid Aulia Sapuro. Karena usia masjid cukup tua, akhirnya diberitahukan ke pemerintah pusat melalui dinas pengelolaan museum dan kepurbakalaan, oleh tokoh masyarakat sekitar yakni Basyari Hambali dan Mochmad Aswantari. Sampai sekarang peninggalan itu masih bisa dijumpai di Sapuro, yang di lokasi yang sama juga terdapat Makam Syekh Habib Ahmad yang terus dikunjungi warga masyarakat dari berbagai belahan penjuru Indonesia , termasuk juga dari Timur Tengah. Peringatan Haul Tahunan di sana juga kerapkali dihadiri ulama dari Mesir yang juga merupakan keturunan dari Syekh Habib Ahmad. Makam Sapuro yang memiliki daya magnet dengan didatangi ribuan warga, membuat taraf perekonomian di lingkungan sana bertambah dengan berbagai fasilitas yang dipersiapkan untuk para peziarah, seperti penginapan, aneka aksesoris batik dan lain sebagainya.

DI RANGKUM DARI BERBAGAI SUMBER.
www.Google.com
www.wikipedia.com

MOHON DI FOLLOW AKUN SAYA
TWITTER           = ALIV_FAHRUDIN
INSTAGRAM     = MUHAMADALIV_FAHRUDIN
PATH                   = PAK UDIN
LINE                   = pak-udin

TERIMA KASIH BANYAK.


Minggu, 17 April 2016

Garuda III Kongo : 30 Personel Kalahkan 3000 Milisi.

Garuda III Kongo : 30 Personel Kalahkan 3000 Milisi
Tahun 1962, Kongo, negara di belahan Bumi Afrika sedang bergolak, TNI kembali diundang untuk Misi Perdamaian PBB dengan nama Kontingen Garuda III (Konga III) di bawah pimpinan Letjen TNI (Purn) Kemal Idris (Alm). Garuda III diambil dari dari Batalyon 531/Raiders, satuan-satuan Kodam II/Bukit Barisan, Batalyon Kavaleri 7, dan unsur bantuan tempur lainnya.
Pasukan ini berangkat dengan pesawat pada bulan Desember 1962, dan berada di medan tugas selama delapan bulan di bawah UNOC (United Nations Operation in the Congo). Mereka di tempatkan di Albertville. Di tempat ini telah disiapkan satu kekuatan pasukan besar, yang terdiri dari 2 batalyon kavaleri. Sedangkan Batalyon Arhanud di tempatkan di Elizabethville, yang menjadi wilayah kekuasaan tiga kelompok milisi yang ingin memisahkan diri, di bawah pimpinan Moises Tsommbe dari pemerintah Republik Demokratik Kongo pimpinan Presiden Kasavubu.
Daerah ini terkenal dengan kekayaan mineralnya. Sempat terjadi beberapa pertempuran sengit antara pasukan PBB dari India melawan kelompok-kelompok pemberontak tersebut. Disini interaksi antara pasukan Garuda III dengan pasukan PBB lainnya sangat erat. Mereka terdiri dari pasukan Filipina, India, bahkan Malaysia. Walaupun ditanah air konfrontasi Ganyang malaysia dikumandangkan, interaksi persahabatan antara Garuda III dengan Malaysia tetap terjalin erat. Tanpa sedikit pun permusuhan (profesionalitas personel Garuda III).
Pasukan PBB asal India merupakan yang terbesar dan terbanyak jumlahnya. Mereka terorganisir dengan sangat baik. Mereka ditempatkan di kawasan-kawasan vital yang penting dan strategis. Sebaliknya Garuda III yang hanya berkekuatan kecil, mampu melakukan operasi taktik gerilya yang terkenal dalam sejarah PBB sehingga mencapai sukses besar. Disamping itu, personel Garuda III sangat luwes, pandai bergaul dengan penduduk setempat sehingga mereka menaruh kepercayaan besar kepada pasukan Garuda III.
Pasukan Garuda III mengajarkan bagaimana cara mengolah masakan Indonesia, membuat kue, serta menyayur daun singkong sehingga enak dimakan. Padahal mereka mengetahui memasak singkong hanyalah untuk makanan inti dengan cara dibusukkan, dikeringkan, ditumbuk jadi tepung baru dapat dimasak. Dengan adanya interaksi dan hubungan dengan penduduk setempat, maka semua program yang direncanakan berjalan dengan baik. Penduduk setempat menaruh simpati pada program yang dicanangkan, misalkan melakukan tindakan pengamanan daerah setempat dari pengacau. Dengan spontan tanpa di perintah, masyarakat memberitahukan kepada personel Garuda III, bila akan ada serangan yang di lancarkan oleh gerombolan pengacau.
Suatu hari terjadi serangan mendadak ke markas Garuda III. Pertempuran dan tembak menembak terjadi dari jam 12.00 malam hingga dinihari. Markas Garuda III terkepung dengan rapat. Semua personel merapatkan barisan, berusaha menangkis serangan tersebut. Menurut Informasi Intelijen, serangan dilakukan oleh sekitar 2000 pengacau, hasil gabungan 3 kelompok pemberontak. Sedangkan markas komando Garuda III dipertahankan sekitar 300an personel, 40 persen dari seluruh kekuatan Garuda III di Kongo. Tidak ada korban jiwa dari Garuda III, hanya beberapa yang cedera ringan dan langsung ditangani tim medis lapangan. Menjelang subuh, gerombolan pengacau mengendurkan serangan kemudian menarik diri ke basis mereka di wilayah gurun pasir yang membentang gersang.
Hasil konsolidasi pasukan, maka di bentuk tim berkekuatan 30 orang personel RPKAD sebagai tim bayangan sekaligus tim terdepan untuk pengejaran hingga ke markas pemberontak sekalipun. Mereka bergerak cepat pada jam 06.00 waktu setempat, dengan perlengkapan garis 1 untuk pengejaran. Semangat tinggi dan berkobar terlihat jelas di wajah-wajah mereka yang terpilih. Iringan doa rekan-rekan di markas, juga dari pasukan PBB lain, mengiring langkah kaki mereka. Menuju kawasan "no mand land" -wilayah tak bertuan-, yang menjadi daerah kekuasaan pemberontak, sekaligus juga merupakan daerah terlarang untuk pasukan PBB. Di kawasan itu, 2 kompi plus Pasukan India pernah di bantai tanpa tersisa. 
Pasukan ini di pimpin seorang Kapten dengan dibantu 5 orang Letnan. Dengan penyamaran layaknya kumpulan suku pengembara, mereka bergerak dalam 3 kelompok yang saling berkomunikasi, tidak lupa kambing, sapi, bakul sayuran di bawa bersama untuk penyamaran. Badan dan wajah di gosok arang sehingga hitam dan menyerupai penduduk asli tempatan, ada juga personel yang berpakaian wanita dan menjunjung bakul sayuran daun singkong. Mereka bergerak melambung melalui pinggiran danau, melewati "no mand land" tujuan akhir.
Data intelijen yang didapat mengatakan kekuatan musuh diperkirakan 3000an bersenjatakan campuran termasuk RPG/Bazooka dan beberapa tank, panzer, bisa dimaklumi sebab ini markas mereka, tentara lain belum memasuki wilayah yang dijaga ketat tersebut. Memasuki senja, personel bermalam dipinggiran danau sambil mengatur strategi penyerangan. Dikejauhan terlihat kerlip lampu-lampu dari markas pemberontak. Menurut data intelijen lagi, suku-suku di kongo, termasuk pemberontak sangat takut akan Hantu Putih (sosok berpakaian putih yang berbau bawang putih). Nah, disinilah strategi penyamaran diubah. Dibalik pakaian loreng darah mengalir mereka, terbungkus jubah putih yang menggerbang ditiup angin danau. Sambil tidak lupa dengan rantai bawang putih yang baunya harum semerbak.
Persiapan penyerangan dari danau dengan menggunakan kapal yang dicat hitam-hitam pun dipersiapkan. Menunggu jam 12.00 tengah malam. Isyarat serangan pun diberikan oleh sang komandan. Dengan gesit, ke 30 orang personel RPKAD mengambil posisi masing-masing. Penyerangan tepat di mulai jam12.00 tengah malam, dengan kapal yang di digelapkan warnanya di atas Danau Tanganyika, tidak berapa jauh dari daerah "no mand land." Ke 30 personel yang menyamar menjadi "Hantu Putih" ini (atau lebih dikenal masyarakat dengan sprititesses), berhamburan keluar dari dalam kapal, mendobrak pos penjagaan terdepan pemberontak. Para pemberontak yang sangat percaya akan keberadaan Hantu putih ini, kaget, terpana dan ketakutan melihat kelebatan bayangan putih melayang-layang disekitar mereka (jubah putih yang diikat kayu dan tertiup angin) sambil melepaskan rentetan tembakan yang riuh rendah.
Ternyata semangat melawan pemberontak hilang sama sekali, mereka percaya bahwa mereka berhadapan dengan hantu, bukan manusia biasa. Ketika akan didekati, para pemberontak yang disergap itu terkejut, secara reflek melemparkan ayam yang sedang dibakarnya tepat mengenai anggota pasukan Garuda III. Hanya sekitar setengah jam, markas pemberontak dapat di kuasai, Ribuan pemberontak beserta keluarganya menyerah, puluhan yang lain tewas dan luka-luka, sedangkan dipihak RPKAD cedera 1 orang, terkena pecahan proyektil RPG. Dengan sigap, tawanan dikumpulkan. Tidak lama kemudian, bantuan dari pasukan di markas pun tiba, beserta pasukan PBB yang lain dari India, Malaysia, Filipina.
Sejak itu, anggota Garuda III di kenal oleh orang-orang Kongo dengan julukan Les Spiritesses, pasukan yang berperang dengan cara yang tidak biasa dilakukan orang !!. Bisa dibayangkan, dengan hanya berkekuatan 30 orang bisa menawan sekitar 3000an pemberontak bersenjata lengkap!!! Keesokan harinya, pimpinan operasi dan Komandan Garuda III dipanggil menghadap oleh Panglima Pasukan PBB di Kongo, Letnan Jenderal Kadebe Ngeso dari Ethopia. Ia mengatakan bangga dan takjub atas keberhasilan RPKAD Garuda III menawan basis terbesar pemberontak dan 3000an lainnya tanpa jatuh korban. Namun ia kecewa. Tentara Indonesia katanya tidak bertanggungjawab, irresponsible terhadap pemberontak yang ditawan itu. Kenapa sampai dikatakan irresponsible?. Biasanya, standar operasi tentara, jika musuh berkekuatan 3000 orang, harus disergap dengan kekuatan 3 kali lipat, yaitu 9000 personel. Nah, jika 3000 orang musuh dihadapi hanya dengan kekuatan 30 sampai 50 orang, itu namanya irresponsible dan tidak masuk akal. Mustahil dan nekad!! Bagaimana seandainya para pemberontak tersebut melawan? dan ada yang membocorkan taktik Hantu Putih tersebut? tanya panglima PBB di Kongo.
Apapun, sanjungan dan pujian, serta decak kagum tetap di lontarkan, dan strategi penyerangan ini sampai sekarang masih menjadi legenda Misi Pasukan Perdamaian PBB. Mungkin kisah ini banyak yang tidak tahu, terutama masyarakat tanah air sendiri. Yang jelas, ini sudah bukti nyata keberhasilan anak-anak bangsa kita mengharumkan nama Indonesia, RPKAD khususnya di seantero dunia. Jelas cara taktik, muslihat, strategi serangan ini menjadi bahan penyelidikan Pasukan PBB lainnya, dan tentu saja menjadi legenda hingga sekarang.
Post Asli : "RPKAD Garuda III Kongo 1962 Les Spiritesses"
oleh Rudy79 (Kaskus member)
Editor : ARTILERI
Sumber : Biografi Letjen TNI (Purn) Kemal Idris (Alm)


Pengikut