Selasa, 03 November 2015
~ Tafsir Al Qur'an Karya Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani Yang Telah Hilang 800 Tahun Ternyata Tersimpan Rapi di Perpustakaan Vatikan ~
~ Tafsir Al Qur'an Karya Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani Yang Telah Hilang 800 Tahun Ternyata Tersimpan Rapi di Perpustakaan Vatikan ~
Penemuan karya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani oleh cucu ke 23-nya sendiri, Syekh Dr. Muhammad Fadhil, membuat dunia akademik dan pengamal tarekat/tasawuf terkagum-kagum. Bagaimana tidak? Naskah ini selama 800 tahun menghilang dan baru ditemukan secara utuh di Vatikan. Manuskrip yang berisi 30 Juz penuh ini tersimpan secara baik di perpustakaan.
Tak ada yang menyangka sebelumnya bahwa Syekh Abdul Qadir Al-Jailani menulis kitab tafsir Al-Quran 30 juz yang mengulas ayat-ayat Al-Quran. Kita seolah-olah mempelajari samudra tasawuf dari ayat ke ayat. Dan, alhamdulillah, Tafsir Al-Jailani, yang dalam bahasa Arab telah diterbitkan oleh Markaz Al-Jailani Turki (6 jilid), kini telah berhasil diterjemahkan dalam bahasa Indonesia/Melayu menjadi 12 Jilid. Hingga hari ini, Markaz Jailani Asia Tenggara baru mencetak 2 jilid pertama.
Para salik yang berada di Indonesia, Malaysia, Brunei, Thailand dan Singapura yang berbahasa Melayu bisa mempelajari makna-makna penting tasawuf yang diajarkan Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dengan mudah.
Kami sangat berterima kasih dengan perjuangan penelitian dan penyelidikan yang dilakukan oleh Syekh Dr Muhammad Fadhil dalam menyelamatkan manuskrip-manuskrip langka ini. Terutama yang berkaitan dengan Tafsir Al-Jailani. Kami terharu ketika mendengarkan langsung kisah pengkajian dan penelitiannya selama puluhan tahun.
Berikut adalah penuturan Syekh Fadhil dalam pembukaan kitab Tafsir Al-Jailani yang ditelitinya:
“Saya tumbuh besar di bawah pendidikan kakek saya Sayyid Syarif al-Alim al-Muqtada bih wa al-Quthb al-Kamil asy-Syaikh Muhammad Shiddiq Jalilaniy al-Hasaniy. Ayah saya bernama Sayyid Syarif al-Alim al-Allamah wa al-Bahr al-Fahhamah Syaikh Muhammad Faiq Jailaniy al-Hasaniy.
Setelah saya mendatangi Madinah Munawwarah dan tinggal di kota ini, saya pun mulai mencari kitab-kitab Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy Radhiyallahu ‘Anhu pada tahun 1977 M di Madinah al-Munawwarah dan kota-kota lainnya sampai tahun 2002 M.
Setelah tahun itu, saya menghabiskan seluruh waktu saya untuk mencari kitab-kitab sang Syaikh Radhiyallahu ‘Anhu, dan sampai hari ini saya masih terus melanjutkan pencarian itu.
Saya telah mendatangi sekitar lima puluh perpustakaan negara dan puluhan perpustakaan swasta yang terdapat di lebih dari 20 negara. Bahkan ada beberapa negara yang saya datangi sampai lebih dari dua puluh kali.
Dari proses panjang itu saya berhasil mengumpulkan tujuh belas kitab dan enam risalah yang salah satunya adalah kitab tafsir ini yang menurut saya, tidak ada bandingannya di seluruh dunia.
Dari perjalanan saya mendatangi beberapa pusat-pusat ilmu pengetahuan, saya pun mengetahui bahwa ada empat belas kitab karya Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy yang dianggap punah. Oleh sebab itu, saya terus melakukan pencarian kitab-kitab tersebut di pelbagai perpustakaan internasional setelah kitab tafsir ini selesai dicetak dan diterbitkan, insya Allah.
Sungguh saya sangat bergembira dan bersyukur kepada Allah ketika saya mengetahui bahwa jumlah lembaran tulisan karya kakek saya Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy radhiyallahu ‘anhu yang berhasil saya kumpulkan mencapai 9.752 lembar. Jumlah itu tidak termasuk tulisan-tulisan yang akan kami terbitkan saat ini dan beberapa judul yang hilang. Tentu saja, semua ini membuat saya sangat gembira dan bangga tak terkira kepada kakek saya Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy r.a..
Ada sebuah pengalaman menakjubkan yang saya alami ketika saya mendatangi negeri Vatikan untuk mencari karya-karya sang Syaikh di perpustakaan Vatikan yang termasyhur. Ketika saya memasuki negara Vatikan, petugas imigrasi bertanya kepada saya tentang alasan saya mengunjungi Perpustakaan Vatikan.
Pertanyaan itu dijawab oleh seorang kawan asal Italia yang mendampingi saya dengan mengatakan bahwa saya sedang mencari buku-buku karya kakek saya Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy. Saya kaget ketika tiba-tiba saja, petugas itu langsung berdiri dan berhormat seraya berkata: “Ya, ya, Sang Filsof Islam, Abdul Qadir al-Jailaniy.”
Setelah saya memasuki Perpustakaan Vatikan, saya menemukan pada katalog perpustakaan dan beberapa buku yang ada di situ sebuah tulisan dalam Bahasa Italia yang berbunyi: “Filsuf Islam”, dan dalam Bahasa Arab: “Syaikh al-Islam wa al-Muslimin”.
Dua gelar ini tidak pernah saya temukan di semua perpustakaan yang ada di tiga benua kecuali hanya di sini. Di Perpustakaan Vatikan saya juga menemukan sebuah tulisan tentang Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy yang berbunyi: “Sang Syaikh Radhiyallahu ‘Anhu membahas tiga belas macam ilmu.”
Kisah ini bisa menjadi inspirasi bagi kita semua. Bagaimana mungkin, karya-karya monumental Syekh Abdul Qadir Al-Jailani justru tersimpan rapi di perpustakaan di Vatikan? Kemana saja ahli-ahli sejarah kita? Mengapa karya sehebat itu “hilang” selama berabad-abad? Jangan-jangan masih banyak karya-karya besar ulama Islam yang justru diabaikan oleh kaum muslimin.
DI RANGKUM DI BERBAGAI SUMBER.
"Polemik" Ras Melayu atau Austronesia.
"Polemik" Ras Melayu atau Austronesia.
.
.
.
Ras Melayu adalah pembagian ras oleh ilmuwan Jerman Johann Friedrich Blumenbach (1752-1840) yang menggolongkannya sebagai "ras coklat". Setelah Blumenbach, banyak antropolog sudah menolak teorinya mengenai lima ras manusia dengan begitu kompleksnya klasifikasi manusia.
Paham "ras Melayu" harus dibedakan dari paham "suku Melayu" yang mengacu kepada penduduk Malaysia dan beberapa bagian Indonesia.
Istilah "ras Melayu" sempat lazim dipakai di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Yang dimaksudkan adalah penduduk kepulauan yang sekarang menjadi Indonesia dan Filipina, dan Semenanjung Melayu. Istilah tersebut kemudian meluas ke kepulauan Pasifik. Apa yang disebut "ras Melayu" sebetulnya adalah penutur bahasa Austronesia, walau beberapa mengatakan bahwa kelompok ini merupakan "subras" dari apa yang dulu dinamakan ras Mongoloid.
Sementara penyebutan Melayu tidak diterima oleh masyarakat yang mendiami kepulauan paisfik, mereka lebih suka menamakan diri sebagai Austronesian. Di Nusantara Ras Melayu sendiri memiliki kerancuan antara etnik Melayu dan Ras Melayu, tidak sedikit masyarakat Nusantara keliru memahami kedua Istilah ini..
Sekarang mari kita bahas apa itu Austronesia?
Austronesia berarti "Kepulauan Selatan" ia berasal dari bahasa Latin austrālis yang berarti "selatan" dan bahasa Yunani nêsos (jamak: nesia) yang berarti "pulau". Masyarakat yang mendiami wilayah Austronesia menuturkan bahasa-bahasa Austronesia. Wilayah tersebut membentang dari kepulauan Hawaii hingga Madagaskar (Pulau Formosa, Kepulauan Nusantara (termasuk Filipina), Mikronesia, Polinesia, dan Pulau Madagaskar).
Orang-Orang Austronesia ini memiliki ciri fisik yang sama, yaitu berkulit coklat atau sawo matang cenderung berminak, mata lebar dengan bola mata hitam dan berambut hitam lurus hingga bergelombang.
Dari segi Bahasa penduduk Austronesia menggunakan rumpun bahasa Austronesia, berikut penyebutan angka lima dari berbagai etnik yang mendiami wilayah Austronesia
Aceh = limong
Minangkabau = limo
Jawa = lima
Toraja = lima
Tagalog = limá
Selendia Baru (Maori) = rima
tonga = nima
Hawaii = `elima
Madagaskar = dímy
Penyebutan kata mati dari berbagai etnik yang mendiami wilayah Austronesia
Jawa = mati,pati
Malayu =mati
Bugis = mate
Madagaskar = mattē
Tagalog = matay, patay
Tonga = mate
Selandia Baru = mate
Tahiti = māte
Hawai = make
Lalu darimanakah Nenek Moyang Austronesian ini berasal?
Konsensus umum di kalangan ahli antropologi kontemporer, arkeolog, dan ahli bahasa mengusulkan bahwa selama periode prasejarah, nenek moyang bangsa Austronesia berasal dari kepulauan Selatan itusendiri, berawal Taiwan, bermigrasi ke Malaysia dan Indonesia melalui Filipina lalu menyebar ke berbagai kepulauan di wilayah Austronesia. Hal ini dapat dilihat bahwa sembilan cabang utama dari bahasa Austronesia kesemuanya adalah bahasa-bahasa Formosa (bahasa asli Taiwan yang hampir punah) penduduk Asli taiwan juga memilik kesamaan ciri fisik dengan pribumi Austronesia. Teori lain mengatakan bangsa Austronesia datang dari daratan Asia.
Akhirnya apapun istilahnya apakah Melayu atau Austronesia kita berharap semoga kedepannya bangsa Austronesia bisa memiliki rasa persaudaraan yang kuat. Nenek Moyangku seorang pelaut adalah fakta bahwa bangsa Austronesia telah mengarungi kepulauan selatan dari Hawaii hingga Madagaskar dari ribuan tahun lalu. Bahwa kita adalah ras unggul tidak kalah dari ras kuning (Mongoloid) ataupun ras putih (Kaukasoid). Mari sukuri heritage yang diberikan Tuhan ini dengan cara membangun peradaban terbaik di muka bumi.
Keterangan gambar
Atas: Peta persebaran penduduk Austronesia dari Hawaii ke Madagaskar (Kecuali Papua, dan Papua New Guinea).
Bawah: Beberapa penduduk Asli dan campuran Austronesia di pentas hiburan dunia. Anggun asli Jawa, Dwayne Johnson berdarah Samoan, Nicole Scherzinger berdarah Hawaii-Ukraina. Bruno Mars kelahiran Honolulu, Hawaii berdarah Filipina dari Ibu.
--Riri Saputra dan Dari berbagai sumber
MAKALAH PANCASILA SEBAGAI IDENTITAS NASIONAL
MAKALAH PANCASILA SEBAGAI IDENTITAS NASIONAL
NAMA : MUHAMAD ALIV FAHRUDIN
NIM : A11.2013.07901
KELOMPOK :
MATA KULIAH : PANCASILA
UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO SEMARANG 2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana yang berjudul “PANCASILA SEBAGAI IDENTITAS NASIONAL”
Makalah ini berisikan tentang informasi Pengertian IDENTITAS NASIONAL atau yang lebih khususnya membahas tentang pengertian dan faktor-faktor pendukung kelahiran identitas nasional. Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang Pancasila sebagai identitas nasional.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami ucapkan terima kasih dan Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Semarang , 27 Oktober
2015
Penyusun
Penyusun
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Rumusan masalah
C. Sistematika uraian
D. Batasan masalah
BAB
II
ISI/PEMBAHASAN
A. Pengertian Identitas Nasional
B. Faktor-faktor Pendukung Kelahiran Identitas
Nasional
C. Pancasila sebagai Kepribadian dan Identitas
Nasional
D. Pancasila sebagai
Identitas Nasional
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Identitas Nasional secara terminologis
adalah suatu cirri yang dimiliki oleh suatu bangsa yang secara filosofis
membedakan bangsa tersebut dengan bangsa yang lain.Berdasarkan perngertian yang
demikian ini maka setiap bangsa didunia ini akan memiliki identitas
sendiri-sendiri sesuai dengan keunikan,sifat,cirri-ciri serta karakter dari bangsa
tersebut.Berdasarkan hakikat pengertian identitas nasional sebagai mana di
jelaskan di atas maka identitas nasional suatu Bangsa tidak dapat di pisahkan
dengan jati diri suatu bangsa ataulebih populer disebut dengan kepribadian
suatu bangsa.
Bangsa pada hakikatnya adalah sekelompok besar
manusia yang mempunyai persamaan nasib dalam proses sejarahnya,sehingga
mempunyai persamaan watak atau karakter yang kuat untuk bersatu dan hidup
bersama serta mendiami suatu wilayah tertentu sebagai suatu kesatuan nasional.
Dalam penyusunan makalah ini digunakan untuk
mengangkat tema dengan tujuan dapat memmbantu mengatasi masalah tentang
identitas nasional dan dapat di terapkan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
B. Rumusan
masalah
1)
Apa pengertian identitas nasional?
2)
Apa faktor-faktor pendukung kelahiran identitas nasional?
3)
Apa yang dimaksud pancasila sebagai kepribadian dan identitas nasional?
C. Sistematika uraian
1)
Mengetahui pengertian identitas nasional
2)
Mengetahui faktor-faktor pendukung kelahiran identitas nasional
3)
Mengetahui maksud dari pancasila sebagai kepribadian dan identitas nasional
D. Batasan masalah
Batasan-batasan
masalah hanya membahas tentang
1)
Pengertian identitas nasional
2)
Faktor-faktor pendukung kelahiran identitas nasional
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Identitas Nasional
Istilah “identitas nasional” secara
terminologis adalah suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa yang secara
filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa lain. Berdasarkan pengertian
yang demikian ini maka setiap bangsa di dunia ini akan memiliki identitas
sendidri-sendiri sesuai dengan keunikan, sifat, cirri-ciri serta karakter dari
bangsa tersebut. Jadi Identitas nasional adalah sebuah kesatuan yang terikat
dengan wilayah dan selalu memiliki wilayah (tanah tumpah darah mereka sendiri),
kesamaan sejarah, sistim hukum/perundang undangan, hak dan kewajiban serta
pembagian kerja berdasarkan profesi.
Demikian pula hal ini juga sangat ditentukan
oleh proses bagaimana bangsa tersebut terbentuk secara historis. Berdasarkan
hakikat pengertian “identitas nasional” sebagaimana dijelaskan di atas maka
identitas nasional suatu bangsa tidak dapat dipisahkan dengan jati diri suatu
bangsa atau lebih populer disebut sebagai kepribadian suatu bangsa.
Pengertian kepribadian suatu identitas
sebenarnya pertama kali muncul dari pakar psikologi. Manusia sebagai individu
sulit dipahami jika terlepas dari manusia lainnya. Oleh karena itu manusia
dalam melakukan interaksi dengan individu lainnya senantiasa memiliki
suatu sifat kebiasaan, tingkah laku, serta karakter yang khas yang membedakan
manusia tersebut dengan manusia lainnya. Namun demikian pada umumnya pengertian
atau istilah kepribadian sebagai suatu identitas adalah keseluruhan atau
totalitas dari faktor-faktor biologis, psikologis dan sosiologis yang mendasari
tingkah laku individu. Tingkah laku tersebut terdidri atas kebiasaan,sikap,
sifat-sifat serta karakter yang berada pada seseorang sehingga seseorang
tersebut berbeda dengan orang yang lainnya. Oleh karena itu kepribadian adalah
tercermin pada keseluruhan tingkah laku seseorang dalam hubungan dengan manusia
lain (Ismaun, 1981: 6).
Jika kepribadian sebagai suatu identitas dari
suatu bangsa, maka persoalannya adalah bagaimana pengertian suatu bangsa itu.
Bangsa pada hakikatnya adalah sekelompok besar manusia yang mempunyai persamaan
watak atau karakter yang kuat untuk bersatu dan hidup bersama serta mendiami
suatu wilayah tertentu sebagai suatu “kesatuan nasional”. Para tokoh besar ilmu
pengetahuan yang mengkaji tentang hakikat kepribadian bangsa tersebut adalah dari
beberapa disiplin ilmu, antara lain antropologi, psikologi dan sosiologi.
Tokoh-tokoh tersebut antara lain Margareth Mead, Ruth Benedict, Ralph Linton,
Abraham Kardiner.
B. Faktor-faktor
Pendukung Kelahiran Identitas Nasional
Kelahiran identitas nasional suatu bangsa
memiliki sifat, ciri khas serta keunikan sendiri-sendiri, yang sangat
ditentukan oleh faktor-faktor yang mendukung kelahiran identitas nasional
tersebut. Adapun faktor-faktor yang mendukung kelahiran identitas nasional
bangsa Indonesia meliputi :
1. Faktor objektif, yang meliputi faktor
geografis-ekologis dan demografis.
2. Faktor subjektif, yaitu faktor historis,
sosial, politik, dan kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia (Suryo, 2002).
Kondisi geografis-ekologis yang membentuk
Indonesia sebagai wilayah kepulauan yang beriklim tropis dan terletak di
persimpangan jalan komunikasi antarwilayah dunia di Asia Tenggara, ikut
mempengaruhi perkembangan kehidupan demografis, ekonomis, sosial dan kultural
bangsa Indonesia. Selain itu faktor historis yang dimiliki Indonesia ikut
mempengaruhi proses pembentukan masyarakat dan bangsa Indonesia beserta
identitasnya, melalui interaksi berbagai faktor yang ada di dalamnya. Hasil
dari interaksi dari berbagai faktor tersebut melahirkan proses pembentukan
masyarakat, bangsa, dan negara bangsa beserta identitas bangsa Indonesia, yang
muncul tatkala nasionalisme berkembang di Indonesia pada awal abad XX.
Robert de Ventos, sebagaimana dikutip Manuel
Castells dalam bukunya,The Power of Identity (Suryo, 2002),
mengemukakan teori tentang munculnya identitas nasional suatu bangsa sebagai
hasil interaksi historis antara empat faktor penting, yaitu faktor primer,
faktor pendorong, faktor penarik dan faktor reaktif. Faktor pertama,
mencakup etnisitas, teritorial, bahasa, agama dan yang sejenisnya. Bagi bangsa
Indonesia yang tersusun atas berbagai macam etnis, bahasa, agama wilayah serta
bahasa daerah, merupakan suatu kesatuan meskipun berbeda-beda dengan kekhasan
masing-masing. Kesatuan tersebut tidak menghilangkan keberanekaragaman, dan hal
inilah yang di kenal dengan Bhineka Tunggal Ika. Faktor kedua,
meliputi pembangunan komunikasi dan teknologi, lahirnya angkatan bersenjata
modern dan pembangunan lainnya dalam kehidupan Negara. Dalam hubungan ini bagi
suatu bangsa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pembangunan negara
dan bangsanya juga merupakan suatu identitas nasional yang bersifat
dinamis. Pembentukan identitas nasional yang dinamis ini sangat ditentukan oleh
tingkat kemampuan dan prestasi bangsa Indonesia dalam membangun bangsa dan
negaranya. Dalam hubungan ini sangat diperlukan persatuan dan kesatuan bangsa,
serta langkah yang sama dalam memajukan bangsa dan Negara Indonesia.
Faktor ketiga, mencakup kodifikasi bahasa dalam gramatika yang
resmi, tumbuhnya birokrasi dan pemantapan sistem pendidikan nasional. Bagi
bangsa Indonesia unsur bahasa telah merupakan bahasa persatuan dan kesatuan
nasional, sehingga bahasa Indonesia telah merupakan bahasa resmi negara dan
bangsa Indonesia. Demikian pula menyangkut biroraksi serta pendidikan nasional
telah dikembangkan sedemikian rupa meskipun sampai saat ini masih senantiasa
dikembangkan. Faktor keempat, meliputi penindasan, dominasi, dan
pencarian identitas alternatif melalui memori kolektif rakyat. Bangsa
Indonesia yang hampir tiga setengah abad dikuasai oleh bangsa lain sangat
dominan dalam mewujudkan faktor keempat melalui memori kolektif rakyat
Indonesia. Penderitaan, dan kesengsaraan hidup serta semangat bersama dalam
memperjuangkan kemerdekaan merupakan faktor yang sangat strategis dalam
membentuk memori kolektif rakyat. Semangat perjuangan, pengorbanan, menegakkan
kebenaran dapat merupakan identitas untuk memperkuat persatuan dan kesatuan
bangsa dan Negara Indonesia.
Keempat faktor tersebut pada dasarnya tercakup
dalam proses pembentukan identitas nasional bangsa Indonesia, yang telah
berkembang dari masa sebelum bangsa Indonesia mencapai kemerdekaan dari
penjajahan bangsa ini. Oleh karena itu pembentukan identitas nasional Indonesia
melekat erat dengan unsur-unsur lainnya seperti sosial, ekonomi, budaya, etnis,
agama serta geografis, yang saling berkaitan dan terbentuk melalui suatu proses
yang cukup panjang.
C. Pancasila sebagai
Kepribadian dan Identitas Nasional
Bangsa Indonesia sebagai salah satu bangsa
dari masyarakat internasional, memiliki sejarah serta prinsip dalam hidupnya
yang berbeda dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Tatkala bangsa Indonesia
berkembang menuju fase nasionalisme modern, diletakkanlah prinsip-prinsip dasar
filsafat sebagai suatu asas dalam hidup berbangsa dan bernegara.
Prinsip-prinsip dasar itu ditemukan oleh para pendiri bangsa, yang diangkat
dari filsafat hidup atau pandangan hidup bangsa Indonesia , yang kemudian
diabstraksikan menjadi suatu prinsip dasar filsafat negara yaitu Pancasila.
Jadi dasar filsafat suatu bangsa dan negara berakar pada pandangan hidup yang
bersumber kepada kepribadiannya sendiri. Nilai-nilai esensial yang terkandung
dalam Pancasila yaitu : Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan
serta Keadilan, dalam kenyataannya secara objektif telah dimiliki oleh bangsa
Indonesia sejak zaman dahulu kala sebelum mendirikan negara. Dasar-dasar
pembentukan nasionalisme modern menurut Yamin dirintis oleh para pejuang
kemerdekaan bangsa, antara lain rintisan yang dilakukan oleh para tokoh pejuang
kebangkitan nasional pada tahun 1908, kemudian dicetuskan pada Sumpah Pemuda
pada tahun 1928. Akhirnya titik kulminasi sejarah perjuangan bangsa Indonesia
untuk menemukan identitas nasionalnya sendiri, membentuk suatu bangsa dan
negara Indonesia tercapai pada tanggal 17 Agustus 1945, yang kemudian
diproklamasikan sebagai suatu kemerdekaan bangsa Indonesia. Oleh karena itu
akar-akar nasionalisme Indonesia yang berkembang dalam perspektif sejarah
sekaligus juga merupakan unsur-unsur identitas nasional, yaitu nilai-nilai yang
tumbuh dan berkembang dalam sejarah terbentuknya bangsa Indonesia.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Identitas Nasional adalah sebuah kesatuan yang
terikat oleh wilayah dan selalu memiliki wilayah (tanah tumpah darah mereka
sendiri), kesamaan sejarah sistem hukum/perundang – undangan, hak dan kewajiban
serta pembagian kerja berdasarkan profesi.
Faktor-faktor pendukung kelahiran identitas
nasional ada empat, yaitu faktor primer, faktor pendorong, faktor
penarik, dan faktor reaktif. Keempat faktor tersebut pada dasarnya tercakup
dalam proses pembentukan identitas nasional bangsa Indonesia, yang telah
berkembang dari masa sebelum bangsa Indonesia mencapai kemerdekaan dari
penjajahan bangsa lain.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------
DAFTAR PUSTAKA
Kaelan dan
Zubaidi.2007.Pendidikan Kewarganegaraan.Yogyakarta:Paradigma, Edisi pertama.
Suryo, Joko,
2002, Pembentukan Identitas Nasional, Makalah Seminar Terbatas
Pengembangan Wawasan tentang Civic Education, LP3 UMY, Yogyakarta.
Ismaun, 1981, Pancasila
sebagai Kepribadian Bangsa Indonesia, Carya Remadja, Bandung.
MOHON DI FOLLOW AKUN SAYA
TWITTER = ALIV_FAHRUDIN
INSTAGRAM = MUHAMADALIV_FAHRUDIN
PATH = PAK UDIN
LINE = pak-udin
TERIMA KASIH BANYAK.
PLEASE FOLLOW IN MY ACCOUNT
TWITTER = aliv_fahrudin
Instagram = Muhamadaliv_Fahrudin
PATH = Pak Udin
LINE = pack-udin
THANK YOU VERY MUCH.
Langganan:
Postingan (Atom)