Rabu, 21 Oktober 2015

BOSNIA HERZEGOVINA: Negara Paling Multi Agama di Eropa

BOSNIA HERZEGOVINA: Negara Paling Multi Agama di Eropa
Bosnia dan Herzegovina, adalah sebuah negara di semenanjung Balkan di selatan Eropa seluas 51.129 km² dengan jumlah sekitar empat juta penduduk.
Negara ini didiami oleh tiga kelompok etnik yang utama: Bosnia, Serbia dan Kroasia. Warga Bosnia secara umum dikenali sebagai Bosnians dalam bahasa Inggris tanpa memandang bangsa mereka. Pemerintahan negara ini dilakukan secara terpencar, dan negara Bosnia sebenarnya terdiri dari persekutuan dua buah wilayah yang utama, yaitu, Federasi Bosnia dan Herzegovina dan Republika Srpska.
Kelompok etnis
Di dalam Bosnia dan Herzegovina, terdapat tiga kelompok etnis yang dikenal dengan nama "bangsa penyusun": Bosnia, Kroasia, dan Serbia. Bangsa penyusun ini membentuk mayoritas pada ketiga daerah administratif yang memang dibentuk pada Perjanjian Dayton untuk masing-masing kelompok etnis: bangsa Bosnia dan Kroasia menduduki Federasi Bosnia dan Herzegovina, bangsa Serbia menduduki Republika Srpska, dan Distrik Brčko dibagi rata untuk kedua entitas politik. Walau begitu, bukan berarti tiap kelompok etnis menduduki daerah yang ditetapkan secara eksklusif; sebagai contoh, beberapa kelompok bangsa Bosnia yang terusir dari rumah mereka di Republika Srpska semasa Perang Bosnia telah kembali lagi setelah perang berakhir.
Menurut data tahun 2000 yang dikutip oleh Central Intelligence Agency, bangsa Bosnia, Serbia, dan Kroasia, masing-masing membentuk 48%, 37.1%, dan 14.3% dari jumlah populasi, dengan 0.6% sisanya dari bangsa-bangsa lain.
Agama
Bosnia merupakan salah satu negara paling multi-religius di daerah Balkan karena tak ada agama yang membentuk mayoritas mutlak. Dikenal sebagai tempat dimana "Timur bertemu Barat", disinilah tempat dimana Kekaisaran Romawi Kuno pecah menjadi Kekaisaran Romawi Barat yang menganut Kristen Katolik dan Kekaisaran Romawi Timur (atau Bizantin) yang menganut Kristen Ortodoks. Perbedaan kepercayaan ini ditambah dengan kedatangan bangsa Turki Utsmaniyah pada abad ke-15 yang membawa Islam. Ibukota Bosnia sendiri, Sarajevo, dikenal sebagai "Yerusalem Eropa" karena, sampai abad ke-20, merupakan satu-satunya tempat di Eropa dimana terdapat Gereja, Masjid, dan Sinagoga yang berdiri berdampingan.
Identifikasi keagamaan di Bosnia dan Herzegovina relatif penting karena masih hangatnya keadaan politik antar-suku. Sejak kemerdakaan Balkan dari Kesultanan Utsmaniyah, tiap suku sangat erat dihubungkan dengan agama; pada zaman Federasi Yugoslavia, seseorang yang mengidentifikasi dirinya sebagai bagian dari bangsa Bosnia otomatis akan didaftarkan sebagai "Muslim" bahkan jika orang tersebut tidak menganut agama Islam. Dalam Yugoslavia, tiap suku diidentifikasikan sebagai berikut: bangsa Serbia, Montenegro, dan Makedonia, menganut Kristen Ortodoks; bangsa Kroasia dan Slovenia menganut Kristen Katolik; dan bangsa Bosnia dan Albania menganut Islam. Hal ini dibawa pada perpecahan Yugoslavia; faktanya, Perang Yugoslavia selain disebabkan oleh konflik antar-etnik juga didorong oleh konflik antar-agama berkepanjangan.
Badan Pusat Statistik Bosnia memperkirakan afiliasi agama sebagai berikut: 45% Muslim (sebagian besar bangsa Bosnia), 36% Kristen Ortodoks (sebagian besar bangsa Serbia), dan 15% Kristen Katolik (sebagian besar bangsa Kroasia), dengan 1% sisanya menganut Kristen Protestan serta 3% lain-lain (ateis, Yahudi, dll.).
Sejarah awal
Bosnia, dan Herzegovina merupakan sebuah wilayah perbatasan antara Kebudayaan Barat, dan Timur. Pada Abad Pertengahan, wilayah tersebut menjadi ajang pertikaian, dan perebutan pengaruh antara Romawi Barat yang Katolik dan Romawi Timur yang Ortodoks. Di tengah-tengah pergulatan tersebut, ikut pula sebuah kelompok bid'ah Kristen yang disebut Bogomil. Sekte ini terutama beranggotakan masyarakat kelas atas Bosnia.
Kekuatan ketiga yang berpengaruh dalam sejarah negeri itu muncul pada akhir abad ke-13, ketika wilayah tersebut ditaklukkan oleh Turki Usmani yang beragama Islam. Pengikut Bogomil berbondong-bondong pindah ke agama Islam sehingga agama tersebut lenyap. Perpindahan agama tersebut kebanyakan terjadi persamaan derajat yang ditawarkan oleh Islam. Jika mereka masuk Islam maka mereka akan mendapatkan kedudukan yang sama tingginya dengan orang Islam lainnya, akan tetapi bila mereka tetap pada agama agama leluhurnya maka mereka akan berstatus sebagai orang -orang yang kalah dalam peperangan tunduk dalam aturan Islam.
Hal itu bukan omong kosong belaka. Dalam perkembangannya, kaum Muslim Bosnia mendapatkan status sama dengan orang Turki asli. Mereka menjadi tangan kanan orang Turki untuk memerintah penduduk Bosnia yang tetap memeluk agama leluhurnya.
Masuknya pemikiran nasionalisme membawa perubahan besar, dan tajam di Bosnia. Apabila sebelumnya secara umum penduduk wilayah itu disebut orang Bosnia, dan hanya dibedakan menurut agamanya, kini mereka mengidentifikasikan diri dengan tetangganya. Orang Bosnia yang menganut Kristen Ortodoks mengidentifikasikan dirinya sebagai orang Serbia sementara penganut Katolik menjadi orang Kroasia.
Ketika Turki melemah, negara-negara jajahannya di Balkan memerdekakan diri. Salah satu di antaranya adalah Serbia. Negara yang baru merdeka ini berusaha menggabungkan Bosnia namun ambisinya digagalkan oleh Kekaisaran Austria-Hongaria, yang mencaplok wilayah tersebut pada tahun 1908. Hal tersebut kemudian mendorong kaum nasionalis Serbia membunuh putera mahkota kekaisaran tersebut di Sarajevo pada tahun 1914, yang kemudian menyebabkan pecahnya Perang Dunia I.
Setelah PD I usai, Bosnia, dan Herzegovina, bersama-sama dengan Kroasia, Slovenia, dan Vojvodina, diserahkan oleh Austria kepada Kerajaan Serbia-Montenegro. Dari penggabungan ini muncullah Kerajaan Yugoslavia (Slavia Selatan).
Akan tetapi perpecahan segera melanda negeri itu akibat pertentangan dua etnis utamanya. Orang Serbia berusaha membangun negara kesatuan sementara orang Kroasia menginginkan federasi yang longgar. Kaum Muslim Bosnia terjebak dalam pertikaian tersebut karena kedua pihak memperebutkan wilayah tersebut. Beberapa kaum Muslim mendukung klaim Serbia, dan menyebut dirinya sebagai Muslim Serbia. Namun lebih banyak lagi yang pro -Kroasia, dan menyebut dirinya sebagai orang Muslim Kroasia. Pertentangan tersebut kemudian meledak menjadi kekerasan setelah Jerman Nazi menguasai Yugoslavia tahun 1941.
Negeri yang terkoyak
Setelah menaklukkan Yugoslavia, Hitler menggabungkan bekas propinsi Kroasia, Bosnia, dan Herzegovina ke dalam negara boneka yang disebut sebagai Negara Kroasia Merdeka (lebih dikenal dengan inisial Kroasianya, NDH). Negara tersebut dipimpin oleh Ante Pavelic, pemimpin organisasi nasionalis ekstrem Kroasia, Ustasa (pemberontak). Rezim NDH ini berusaha membersihkan wilayahnya dari orang Serbia, Yahudi, dan Gipsi.
Oleh karena besarnya jumlah penduduk Serbia di NDH, kaum Ustasa bersekutu dengan kaum Muslim guna mengimbanginya. Banyak orang Muslim yang bergabung dengan rezim tersebut, di mana bahkan wakil presiden, dan menlu NDH adalah tokoh-tokoh Muslim.
Kaum Muslim juga bergabung dengan Jerman dalam memerangi gerilyawan, baik Chetnik maupun Partisan. Dua divisi SS (Schutzstaffel, pengawal elit Hitler yang ditakuti) dibentuk dari kalangan kaum Muslim Bosnia, yaitu Divisi 'Handzar' dan 'Kama'.
Banyak orang Serbia yang selamat bergabung dengan gerilyawan Chetnik yang pro-raja, dan kemudian melancarkan pembantaian balasan terhadap orang Kroasia, dan Muslim. Konflik etnis berdarah ini memberikan keuntungan bagi kelompok Partisan pimpinan Tito. Oleh karena berhaluan komunis yang tidak membeda-bedakan latar belakang etnis, dan agama, kelompok ini menarik pendukung dari berbagai latar belakang yang tidak menyukai pertumpahan darah di antara sesama warga Yugoslavia. Dengan demikian, kaum Partisan berhasil merebut kekuasaan di seluruh Yugoslavia setelah usainya perang.
Zaman Tito
Setelah meraih kekuasaan atas Yugoslavia, Josip Broz Tito berusaha membangun kembali persaudaran negeri itu di bawah bendera komunisme. Dalam upayanya untuk mengatasi perselisihan antar kelompok etnis, dan agama, dia membentuk negeri itu menurut sistem federal yang ditarik berdasarkan etnisitas.
Bosnia, yang karena memiliki penduduk yang plural, merupakan ujian berat bagi Tito. Orang Serbia menuntut penggabungan wilayah tersebut karena penduduk Serbia yang hampir mencapai setengah dari total penduduk di sana pada masa itu. Akan tetapi Tito menolaknya. Dia tidak ingin membuat Serbia menjadi kuat seperti sebelumnya. Oleh karena itu, dia memutuskan untuk memecah belah orang Serbia. Wilayah Serbia diperkecil dengan membentuk dua republik federal (yaitu Montenegro, dan Makedonia) serta dua provinsi otonom (Vojvodina dan Kosovo). Tito, sebagai seorang Kroasia-Bosnia, memutuskan bahwa wilayah Bosnia, dan Herzegovina harus menjadi sebuah republik federal. Dengan demikian, orang Serbia dapat diimbangi oleh gabungan Muslim-Kroasia di wilayah tersebut.
Dalam menghadapi ketidakpuasan atas keputusan tersebut, rezim Tito memakai tangan besi untuk menghadapinya. Cara tersebut memang efektif tapi hanya untuk sementara waktu. Ketika Tito meninggal, pertikaian antar etnik, dan agama kembali meletus di Yugoslavia, yang kemudian meruntuhkan negara tersebut.
Kemerdekaan Bosnia dan Herzegovina
Yugoslavia terpecah-belah pada tahun 1991 setelah runtuhnya rezim-rezim Komunis di Eropa Timur. Mengikuti contoh Kroasia, dan Slovenia, pada bulan Maret 1992 Bosnia, dan Herzegovina menyatakan kemerdekaannya melalui referendum yang diikuti oleh masyarakat Muslim, dan Kroasia Bosnia. Hal tersebut ditentang oleh penduduk Serbia yang ingin menguasai seluruh wilayah eks Yugoslavia.
Di bawah pimpinan Radovan Karadzic, orang Serbia Bosnia memproklamasikan Republik Srpska. Dengan bantuan pasukan federal pimpinan Jenderal Ratko Mladic, orang Serbia Bosnia berhasil menguasai 70 persen wilayah negeri itu. Dalam konflik ini, etnis Serbia yang mayoritas berusaha melenyapkan etnis Muslim, dan Kroasia. Terjadilah pembantaian terbesar dalam sejarah yang jumlah korbannya hanya kalah oleh Perang Dunia. Pembunuhan, penyiksaan, dan pemerkosaan olah Kaum Serbia kemudian menyebabkan pemimpin-pemimpin Serbia ditetapkan sebagai penjahat perang oleh PBB. Dalam perkembangan terakhirpun mereka menyatakan tidak puas karena tidak berhasil membersihkan etnik Muslim-Bosnia.
Akhirnya, setelah perang berdarah yang berlarut-larut, perdamaian di antara ketiga kelompok tersebut berhasil dipaksakan oleh NATO. Sesuai dengan Kesepakatan Dayton tahun 1995, keutuhan wilayah Bosnia, dan Herzegovina ditegakkan namun negara tersebut dibagi dalam dua bagian: 51% wilayah gabungan Muslim-Kroasia (Federasi Bosnia, dan Herzegovina) dan 49% Serbia (Republik Srpska).
Kini negeri tersebut mulai menghirup perdamaian, dan ketiga belah pihak berusaha membangun saling percaya. Akan tetapi memang perlu waktu lama untuk menghapuskan permusuhan berabad-abad itu. Salah satu hal yang diusahakan untuk membangun saling percaya tersebut adalah mengadili para penjahat perang. Mantan Presiden Republik Srpska Radovan Karadžić berhasil ditangkap pada 21 Juli 2008, sementara mantan Panglima Tentara Federal Jenderal Ratko Mladic tertangkap pada bulan Mei 2011, dan sedang menjalani proses pengadilan di Mahkamah Internasional.

DI RANGKUM BERBAGAI SUMBER.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut