Rabu, 21 Oktober 2015

Ibnu Al-Haitham, Sarjana Muslim Si "Bapak Optik"


Ibnu Al-Haitham, Sarjana Muslim Si "Bapak Optik"

Kamera memang merupakan salah satu penemuan penting yang dicapai umat manusia. Lewat jepretan dan bidikan kamera, manusia bisa merekam dan mengabadikan beragam bentuk gambar mulai dari sel manusia hingga galaksi di luar angkasa. Teknologi pembuatan kamera kini memang dikuasai oleh peradaban Barat serta Jepang. Sehingga, banyak orang yang meyakini kamera berasal dari peradaban Barat.

Namun Tahukah Anda? Jauh sebelum masyarakat Barat menemukannya, prinsip-prinsip dasar pembuatan kamera telah dicetuskan oleh seorang sarjana Muslim sekitar 1.000 tahun silam. Peletak prinsip kerja kamera itu adalah seorang saintis legendaris Muslim bernama Ibnu Al-Haitham. Pada akhir abad ke-10 M, Al-Haitham berhasil menemukan sebuah kamera obscura.

Itulah salah satu karya Al-Haitham yang terkenal. Penemuan yang sangat inspiratif itu berhasil dilakukannya bersama rekannya Kamaluddin Al-Farisi. Keduanya berhasil meneliti dan merekam fenomena kamera obscura. Penemuan itu berawal ketika keduanya mempelajari gerhana matahari. Untuk mempelajari fenomena gerhana, Al-Haitham membuat lubang kecil pada dinding yang memungkinkan citra matahari semi nyata diproyeksikan melalui permukaan datar.

Kajian ilmu optik berupa kamera obscura itulah yang mendasari kinerja kamera yang saat ini banyak digunakan umat manusia. Teori yang dipecahkan Al-Haitham itu telah mengilhami penemuan film yang kemudiannya disambung-sambung dan dimainkan kepada para penonton.

“Kamera obscura pertama kali dibuat ilmuwan Muslim, Abu Ali Al-Hasan Ibnu Al-Haitham, yang lahir di Basra (965-1039 M),” ungkap Nicholas J Wade dan Stanley Finger dalam karyanya berjudul The eye as an optical instrument: from camera obscura to Helmholtz’s perspective.

Dunia mengenal Ibnu Al-Haitham sebagai perintis di bidang optik yang terkenal lewat bukunya bertajuk Kitab Al-Manazir (Buku optik). Untuk membuktikan teori-teori dalam bukunya itu, sang fisikawan Muslim legendaris itu lalu menyusun Al-Bayt Al-Muzlim atau lebih dikenal dengan sebutan kamera obscura, atau kamar gelap.

Bradley Steffens dalam karyanya berjudul Ibn Al-Haytham:First Scientist mengungkapkan bahwa Kitab Al-Manazir merupakan buku pertama yang menjelaskan prinsip kerja kamera obscura. “Dia merupakan ilmuwan pertama yang berhasil memproyeksikan seluruh gambar dari luar rumah ke dalam gambar dengan kamera obscura,” papar Bradley.

Istilah kamera obscura yang ditemukan Al-Haitham pun pada akhirnya diperkenalkan di Barat sekitar abad ke-16 M. Lima abad setelah penemuan kamera obscura, Cardano Geronimo (1501 -1576), yang terpengaruh pemikiran Al-Haitham mulai mengganti lobang bidik lensa dengan lensa (camera).

Setelah itu, penggunaan lensa pada kamera obscura juga dilakukan Giovanni Batista della Porta (1535-1615 M). Ada pula yang menyebutkan bahwa istilah kamera obscura yang ditemukan Al-Haitham pertama kali diperkenalkan di Barat oleh Joseph Kepler (1571 – 1630 M). Kepler meningkatkan fungsi kamera itu dengan menggunakan lensa negatif di belakang lensa positif, sehingga dapat memperbesar proyeksi gambar (prinsip digunakan dalam dunia lensa foto jarak jauh modern).

Setelah itu, Robert Boyle (1627-1691 M), mulai menyusun kamera yang berbentuk kecil, tanpa kabel, jenisnya kotak kamera obscura pada 1665 M. Setelah 900 tahun dari penemuan Al-Haitham pelat-pelat foto pertama kali digunakan secara permanen untuk menangkap gambar yang dihasilkan oleh kamera obscura. Foto permanen pertama diambil oleh Joseph Nicephore Niepce di Prancis pada 1827.

Tahun 1855, Roger Fenton menggunakan plat kaca negatif untuk mengambil gambar dari tentara Inggris selama Perang Crimean. Dia mengembangkan plat-plat dalam perjalanan kamar gelapnya yang dikonversi gerbong. Tahun 1888, George Eastman mengembangkan prinsip kerja kamera obscura ciptaan Al-Hitham dengan baik sekali. Eastman menciptakan kamera kodak. Sejak itulah, kamera terus berubah mengikuti perkembangan teknologi.

Sebuah versi kamera obscura digunakan dalam Perang Dunia I untuk melihat pesawat terbang dan pengukuran kinerja. Pada Perang Dunia II kamera obscura juga digunakan untuk memeriksa keakuratan navigasi perangkat radio. Begitulah penciptaan kamera obscura yang dicapai Al-Haitham mampu mengubah peradaban dunia.

Peradaban dunia modern tentu sangat berutang budi kepada ahli fisika Muslim yang lahir di Kota Basrah, Irak. Al-Haitham selama hidupnya telah menulis lebih dari 200 karya ilmiah. Semua didedikasikannya untuk kemajuan peradaban manusia. Sayangnya, umat Muslim lebih terpesona pada pencapaian teknologi Barat, sehingga kurang menghargai dan mengapresiasi pencapaian ilmuwan Muslim di era kejayaan Islam.

Sejarah Sang Penemu Kamera Obscura
Tahukah Anda, kata kamera yang digunakan saat ini berasal dari bahasa Arab, yakni qamara? Istilah itu muncul berkat kerja keras Al-Hatham. Bapak fisika modern itu terlahir dengan nama Abu Ali al-Hasan Ibnu al-Hasan Ibnu al-Haitham di Kota Basrah, Persia, saat Dinasti Buwaih dari Persia menguasai Kekhalifahan Abbasiyah.

Sejak kecil al-Haitham dikenal berotak encer. Ia menempuh pendidikan pertamanya di tanah kelahirannya. Beranjak dewasa ia merintis kariernya sebagai pegawai pemerintah di Basrah. Namun, Al-Haitham lebih tertarik untuk menimba ilmu dari pada menjadi pegawai pemerintah. Setelah itu, ia merantau ke Ahwaz dan metropolis intelektual dunia saat itu yakni kota Baghdad. Di kedua kota itu ia menimba beragam ilmu. Ghirah keilmuannya yang tinggi membawanya terdampar hingga ke Mesir.

Al-Haitham pun sempat mengenyam pendidikan di Universitas al-Azhar yang didirikan Kekhalifahan Fatimiyah. Setelah itu, secara otodidak, ia mempelajari hingga menguasai beragam disiplin ilmu seperti ilmu falak, matematika, geometri, pengobatan, fisika, dan filsafat.

Secara serius dia mengkaji dan mempelajari seluk-beluk ilmu optik. Beragam teori tentang ilmu optik telah dilahirkan dan dicetuskannya. Dialah orang pertama yang menulis dan menemukan pelbagai data penting mengenai cahaya. Konon, dia telah menulis tak kurang dari 200 judul buku.

Dalam salah satu kitab yang ditulisnya, Alhazen – begitu dunia Barat menyebutnya – juga menjelaskan tentang ragam cahaya yang muncul saat matahari terbenam. Ia pun mencetuskan teori tentang berbagai macam fenomena fisik seperti bayangan, gerhana, dan juga pelangi.

Keberhasilan lainnya yang terbilang fenomenal adalah kemampuannya menggambarkan indra penglihatan manusia secara detail. Tak heran, jika ‘Bapak Optik’ dunia itu mampu memecahkan rekor sebagai orang pertama yang menggambarkan seluruh detil bagian indra pengelihatan manusia. Hebatnya lagi, ia mampu menjelaskan secara ilmiah proses bagaimana manusia bisa melihat.

Teori yang dilahirkannya juga mampu mematahkan teori penglihatan yang diajukan dua ilmuwan Yunani, Ptolemy dan Euclid. Kedua ilmuwan ini menyatakan bahwa manusia bisa melihat karena ada cahaya keluar dari mata yang mengenai objek. Berbeda dengan keduanya, Ibnu Haytham mengoreksi teori ini dengan menyatakan bahwa justru objek yang dilihatlah yang mengeluarkan cahaya yang kemudian ditangkap mata sehingga bisa terlihat.

Secara detail, Al-Haitham pun menjelaskan sistem penglihatan mulai dari kinerja syaraf di otak hingga kinerja mata itu sendiri. Ia juga menjelaskan secara detil bagian dan fungsi mata seperti konjungtiva, iris, kornea, lensa, dan menjelaskan peranan masing-masing terhadap penglihatan manusia. Hasil penelitian Al-Haitham itu lalu dikembangkan Ibnu Firnas di Spanyol dengan membuat kaca mata.

Dalam buku lainnya yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris berjudul Light On Twilight Phenomena, al-Haitham membahas mengenai senja dan lingkaran cahaya di sekitar bulan dan matahari serta bayang-bayang dan gerhana.

Menurut Al-Haitham, cahaya fajar bermula apabila matahari berada di garis 19 derajat ufuk timur. Warna merah pada senja akan hilang apabila matahari berada di garis 19 derajat ufuk barat. Ia pun menghasilkan kedudukan cahaya seperti bias cahaya dan pembalikan cahaya.

Al-Haitham juga mencetuskan teori lensa pembesar. Teori itu digunakan para saintis di Italia untuk menghasilkan kaca pembesar pertama di dunia. Sayangnya, hanya sedikit yang tersisa. Bahkan karya monumentalnya, Kitab al-Manazhir, tidak diketahui lagi keberadaannya, sejak dilaporkan hilang pada peristiwa pembakaran perpustakaan Iskandariah, Mesir. Orang hanya bisa mempelajari terjemahannya yang ditulis dalam bahasa Latin.

Nur Ikhsan D.C



2 komentar:

  1. Dear Muhamad,

    I am the author of Ibn al-Haytham: First Scientist. I am fascinated by the post and grateful for the mention of my book. While it is true that in Chapter Five I introduce the camera obscura by describing its well-known ability to project an outdoor image inside and that Ibn al-Haytham was the first person to describe how it worked, I did not mean to imply that he personally projected outdoor images onto walls. He may have, but in The Book of Optics he only describes indoor projections with lamps, an aperture, and patches of light. This is not to diminish his accomplishment, but to enlarge it, because he did not happen onto the camera obscura by chance, but rather he built it specifically to test his hypothesis that "lights and colors do not mix in air." This really is the birth of experimental science, because he did not just observe something in nature, but he actually constructed a device to test a discrete hypothesis.

    It would be very helpful to me if you would hyperlink to my website http://www.firstscientist.net on the words Al-Haytham:First Scientist in your article, or even on the words First Scientist. All of Chapter Five is posted on my website for your blog followers to read for free.

    One last thing: I am fascinated by the painting at the end of the article. I have not seen it before--and I collect such things. Where did you get it? Do you know the artist's name? I would like to contact him or her about possible use of the image. Please email me at 1stscientist@gmail.com.

    I have tried Google Translate for this message:

    Muhamad sayang,

    Saya pengarang Ibn al-Haytham: Pertama Scientist. Saya terpesona dengan jawatan itu dan bersyukur dengan sebutan semula buku saya. Walaupun ia adalah benar bahawa dalam Bab Lima saya memperkenalkan obscura kamera dengan menerangkan keupayaan terkenal untuk menonjolkan imej luar dalam dan bahawa Ibn al-Haytham adalah orang pertama yang menerangkan bagaimana ia bekerja, saya tidak bermaksud untuk menunjukkan bahawa dia secara peribadi unjuran imej luar ke dinding. Dia mungkin mempunyai, tetapi dalam Kitab Optik dia hanya menerangkan unjuran dalaman dengan lampu, aperture, dan tompok cahaya. Ini bukan untuk mengurangkan pencapaian, tetapi untuk membesarkannya, kerana dia tidak berlaku ke obscura kamera secara kebetulan, tetapi beliau membina ia khusus untuk menguji hipotesis bahawa "lampu dan warna tidak bercampur di udara." Ini benar-benar adalah kelahiran sains eksperimen, kerana dia tidak hanya melihat sesuatu dalam alam semula jadi, tetapi dia sebenarnya dibina peranti untuk menguji sesuatu hipotesis diskret.

    Ia akan menjadi sangat berguna kepada saya jika anda membuat pautan ke laman web saya http://www.firstscientist.net pada kata-kata Al-Haytham: Pertama Scientist dalam artikel anda, atau bahkan pada kata-kata Pertama Scientist. Kesemua Bab Lima dipaparkan di laman web saya untuk pengikut blog anda untuk membaca secara percuma.

    Satu perkara yang lepas: Saya terpesona dengan lukisan pada akhir artikel. Saya tidak pernah melihat sebelum ini - dan saya mengumpul benda-benda itu. Dari mana kamu dapat? Adakah anda tahu nama artis? Saya ingin menghubungi dia atau dia tentang kemungkinan penggunaan imej.

    Saya telah mencuba Terjemahan Google untuk mesej ini

    Bradley Steffens

    BalasHapus

Pengikut