Jumat, 10 April 2015

Gas Hidrat: Masih Terlelap di Perairan Laut Dalam Nusantara

Gas Hidrat: Masih Terlelap di Perairan Laut Dalam Nusantara
Apa itu gas hidrat ? Pertanyaan ini sering diucapkan masyarakat awam saat pertama kali mendengar kata “gas hidrat”. Memang belum cukup familiar, namun tahukah kita bahwa gas hidrat dapat menjadi sumber energi alternatif yang sangat menjanjikan bagi masa depan bangsa Indonesia. Mengingat kebutuhan energi menjadi kebutuhan vital manusia sampai saat ini. Potensi terdapatnya gas hidrat di perairan laut dalam Indonesia sangat besar. Eksploitasi yang belum dilakukan menunjang fakta yang ada, bahwa gas hidrat menjadi harta yang masih tersimpan dengan jumlah melebihi sumber energi yang sudah dieksploitasi. Betapa pentingnya energi alternatif disadari oleh negara maju yang rata-rata belum memiliki andalan dalam hal sumber energi. Bagaimana dengan Indonesia?
Hal penting yang perlu kita sadari bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan dimana sangat luas wilayah perairan kita. Sektor kelautan dapat menunjang perekonomian negara ini, seperti sektor perikanan dan pemanfaatan keindahan bahari sebagai potensi wisata yang sangat menjanjikan sampai saat ini. Indonesia memang terkenal dengan kekayaan maritimnya. Tidak heran jika Indonesia memiliki potensi yang dapat dikatakan sebagai harta karun yang apabila dimanfaatkan dengan baik dapat menjadi warisan bagi generasi selanjutnya. Salah satu potensi tersebut yaitu gas hidrat.
Gas hidrat merupakan clathrate hydrate yang mengandung berbagai komponen gas alam namun didominasi oleh gas metana (CH4) dan terperangkap dalam struktur kristal air berbentuk material padat yang mirip es. Metana sendiri merupakan gas rumah kaca yang potensial, apabila gas tersebut terlepas ke atmosfer maka dapat menyebabkan pemanasan global. Terlebih jika jumlah gas metana sangat banyak yang terlepas ke atmosfer, pemanasan global akan semakin parah pula ditandai dengan perubahan yang signifikan pada iklim. Bahkan, metana yang terlepas ke atmosfer dampaknya lebih besar dibandingkan dengan gas karbon dioksia (CO2). Mengerikan? Mungkin ya dan mungkin tidak. Mungkin tidak, karena gas metana menghasilkan kualitas api yang baik dan proses pembakarannya sempurna. Tidak hanya gas tersebut, sesuatu yang tercipta di belahan bumi dapat berdampak negatif apabila manusia melakukan kesalahan dalam memanfaatkannya. Suatu hal yang manusia ciptakan pun tidak luput dari kesalahan walau bertahun-tahun dipikirkan dengan matang, seperti teknologi energi nuklir yang mengalami ledakan akibat kebocoran reaktor nuklir bencana Chernobyl pada 26 April 1986 di Ukraina, meluluhlantakkan kota tersebut dengan kerusakan terparah dan berdampak buruk bagi kesehatan. Dari sini manusia ditantang untuk meneruskan pemanfaatan sumber energi yang telah ada dengan benar dan mencari sumber energi alternatif lain. Dengan ditemukannya gas hidrat ini justru menjawab pemikiran kita tentang sumber energi alternatif lain yang dapat dimanfaatkan kedepannya.
Gas hidrat dengan kondisi terbaik terbentuk pada suhu rendah dan tekanan yang tinggi, agar kondisi tetap stabil dan tidak menimbulkan terlepasnya metana maka diperlukan teknologi yang efisien. Sangat penting dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai teknologi yang dapat digunakan untuk memproduksi gas hidrat dengan efek tidak merugikan lingkungan dan membahayakan nyawa manusia. Menciptakan teknologi canggih dan memiliki keahlian yang matang dalam bidang eksploitasi gas hidrat merupakan tantangan bagi kita. Namun, apakah sumber daya manusia di Indonesia bisa memiliki kemampuan tersebut? Tentu saja bisa. Menciptakan teknologi tersebut memang membutuhkan waktu yang lama, namun setidaknya kita memiliki pemahaman tentang gas hidrat. Mempelajari dan mengenalkan kepada masyarakat mengenai potensi yang masih terlelap di perairan dalam Indonesia sudah seharusnya dilaksanakan. Sumber daya alam di Indonesia begitu melimpah, jangan sampai kita dinina bobokan dengan potensi alam nusantara. Membangunkan potensi tersebut melalui kesiapan sumber daya manusia dalam mengembangkan teknologi tinggi atau melakukan kerja sama dengan negara lain merupakan cara terbaik menghadapi tuntutan kebutuhan energi yang semakin meningkat saat ini. Tidak ada yang salah bila melakukan kerja sama dengan pihak asing, karena bangsa Indonesia memiliki lapangan'nya tinggal bagaimana kita belajar dari pengalaman dan pengetahuan negara lain kemudian menerapkan'nya di Indonesia.
DI RANGKUM DI BERBAGAI SUMBER
SEMOGA BERMANFAAT 
TERIMA KASIH 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut