Salju abadi Puncak Jaya cuma akan jadi cerita
Banyak orang prihatin dengan kondisi es di Puncak Jayawijaya yang disebut-sebut sebagai salah satu keajaiban dunia itu. Misalnya Iwan Irawan, salah satu pendaki dari Tim 7 Summit Expedition pada 2010 sampai 2012 lalu.
"Keprihatinan kami khususnya komunitas pendaki gunung, ini hanya akan menjadi sebuah cerita," kata Iwan Irawan menutup perbincangan denganmerdeka.com melalui sambungan telepon sore kemarin.
Dia mengaku prihatin dengan kondisi 'salju abadi' yang kian hari mulai meleleh diterjang panasnya iklim ekstrem lantaran efek rumah kaca.
Sebelum bersama Tim 7 Summit Expedition, Iwan sudah dua kali mendaki Puncak Cartenz. Keprihatinan itu muncul tatkala pada pendakian 2008 dia melihat salju abadi telah hilang sepanjang 200 meter dari lidah gletser di Puncak Cartensz bagian timur. "Sudah bergeser 200 meter dari lidah gletser," ujarnya.
Pada pendakian 2010 Iwan pun memberikan patok tanda di lidah gletser sebagai penanda apakah patok itu akan terus naik seiring melelehnya salju abadi.
Prediksi hilangnya salju abadi itu pun di lontarkan Ahli Iklim dan Laut Indonesia Dwi Susanto, dari University of Maryland, Washington DC, Amerika Serikat. Dia mengatakan jika salju abadi di Puncak Pegunungan Jayawijaya itu bisa jadi bakal menjadi cerita ke anak cucu kelak.
Pernyataan itu bukanlah isapan jempol. Dari hasil penelitiannya bersama dengan ilmuan asal Amerika, Dwi menemukan jika melelehnya es di gunung tertinggi Indonesia itu kian cepat sejak tahun 1960.
Percepatan mencairnya es di Puncak Pegunungan Jaya Wijaya disebabkan oleh beberapa faktor. Dwi mengatakan jika panasnya iklim di laut pasifik merupakan faktor pemicu melelehnya salju abadi. "Justru iklim lautan pasifik yang mempengaruhi itu bukan es mencair terhadap lautnya," kata Dwi melalui sambungan seluler semalam.
Fenomena melelehnya salju abadi di Puncak Pegunungan Jaya Wijaya ini sejatinya sudah terpantau sejak lama. Saat Dwi melakukan penelitian mewakili Lamont-Doherty Earth Observatory Columbia University, Amerika Serikat untuk mengambil inti es di Puncak Soekarno dan Soemantri Brojonegoro.
Waktu itu, Dwi bersama ahli gletser dunia; Prof Lonnie G. Thompson dari Byrd Polar Research Center-Ohio State University-AS berserta Dodo Gunawan; Kepala Bidang Penelitian Iklim dan Kualitas Udara (BMKG), Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), serta staf BMKG yang sedang mengambil kuliah pasca-sarjana di Ohio State University batal mengambil inti es di Puncak Cartenz lantaran ketebalan di puncak tertinggi itu kian menipis.
Hasil penelitian inti es lalu dibawa ke Ohio University untuk diteliti. Hasilnya, disimpulkan jika kandungan tertua es di Puncak Jaya hanya mendapati inti es tahun 1920. Prediksi bisa mendapati kandungan es beribu-ribu tahun itu tak didapat lantaran melelehnya salju abadi terbilang lumayan lama.
"Esnya ternyata es muda, tadinya kita memperkirakan ribuan tahun tapi ternyata paling tua tahun 1920," tutur Dwi.
Dwi pun menjelaskan jika percepatan melelehnya salju abadi itu terbilang paling cepat dengan melelehnya es di Puncak Pegunungan Kilimanjaro, Tanzania, Afrika. Dari prediksi tim tergabung penelitian memperkirakan umur salju abadi di Puncak Pegunungan Jaya Wijaya sekitar 20 sampai 30 tahun lagi. "Itupun tergantung dari kondisi iklim laut pasifik," katanya.
Iwan yang juga pernah mendaki Puncak Kilimanjaro di Tanzania, Afrika mengatakan jika misinya sempat terhalang lantaran sat melakukan pendakian diding es di jalur selatan itu runtuh. Dia memperkirakan jika runtuhan es itu sekitar 1 kilometer.
Menurut dia, dalam sejarah, longsornya diding es di Kilimanjaro paling besar terjadi saat dia mendaki bersama Tim 7 Summit Exibition tahun 2012. "Yang sampai tim yang melalui jalur timur," kata Iwan.
Sementara pendakian di jalur selatan yang dia lakukan tidak mendapati hamparan salju di Puncak Kilimanjaro. "Dari data yang kita dapat memang di puncak sudah enggak ada es, hanya ada di bagian di sebelah Canberra Utara," ujarnya.
Melihat fenomena itu, Iwan pun berpendapat jika salju abadi di Puncak Cartenz bisa jadi nantinya tinggal cerita.
TERIMA KASIH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar