Jalan Terjal Menuju Kursi Jet Tempur.
Jurnalis :Priyo Setyawan/KoranSindo.
Almarhum Kapten Pnb Dwi Cahyadi dan Mayor Pnb Ivy Safatillah, 37, adalah dua perwira TNI AU yang gugur saat menjalankan tugas.
Keduanya adalah perwira jebolan Sekolah Penerbang (Sekbang) Lanud
Adisutjipto. Dwi Cahyadi merupakan co-pilot T50i Golden Eagle yang jatuh
saat aksi akrobatik pada acara Gebyar Dirgantara di Lanud Adisutjipto.
Sementara Pnb Ivy Safatillah meninggal saat menguji pesawat latih tempur
Super Tucano di langit Malang, Jatim. Mereka sejatinya
penerbang-penerbang andal. Sebab, untuk duduk di kursi pilot pesawat
tempur bukan perkara mudah. Butuh banyak keterampilan sehingga seseorang
layak dipercaya menjaga kedaulatan udara NKRI dengan pesawat tempur
berteknologi tinggi.
Sekbang TNI AU di Lanud Adisutjipto
Yogyakarta memang tak bisa dipisahkan dari kebutuhan pilot militer di
lingkungan TNI. Tempat inilah kawah candra dimuka bagi calon-calon
penerbang militer, baik pesawat tempur, angkut atau helikopter. Sekbang
TNI AU sudah ada sejak Indonesia lepas dari penjajahan Jepang dan eksis
hingga sekarang. Namun untuk menjadi penerbang militer tidak mudah.
Mereka yang lolos menjadi siswa harus melewati beberapa tahapan ketat
sebelum dinyatakan lulus.
Menurut Komandan Pangkalan Udara
(Danlanud) Adisutjipto, Yogyakarta Marsekal Pertama (Marsma) TNI Imran
Baidirus, Sekbang TNI AU menerapkan standar tinggi dalam mendidik calon
penerbangnya. Selain harus mampu menyelesaikan waktu yang telah
ditentukan, untuk perkembangan setiap tahap juga harus menunjukkan
grafis yang meningkat. “Tidak boleh landai atau datar. Jika hal itu
tidak terpenuhi maka siswa tersebut dinyatakan tidak lulus. Untuk
pendidikan Sekbang ini kami tidak ada toleransi, bagi yang tidak
memenuhi syarat dieliminasi,” ungkap Imran saat ditemui KORAN SINDO
YOGYA di ruang kerjanya kemarin.
Ada dua jalan masukan perwira
Sekbang TNI AU, yaitu dari jalur lulusan Akademi Angkatan Udara (AAU)
dan lulusan SMA. Lalu melalui jalur Perwira Sukarela Dinas Pendek
(PSDP). Jalur lulusan AAU merupakan seleksi rutin, sedangkan PSDP
seleksi dari Mabes TNI. Khusus jalur alumni AAU, bagi yang lolos diberi
kesempatan melanjutkan masuk Sekbang dan bagi yang tidak lolos akan
melanjutkan karier sesuai penjurusan saat di AAU. Ditanya awal
pembelajaran, dia mengatakan untuk pendidikan di Sekbang dimulai dengan
ground school. Di sini para siswa akan mendapatkan materi dan teori
tentang penerbangan dasar. Setelah menyelesaikan tahap ini, mereka
diperkenalkan dengan pendidikan terbang.
Untuk pendidikan terbang
ada dua tahap latih dasar dan latih lanjut. Latih dasar sebanyak 86 jam
terbang dan latih lanjut 95 jam terbang. “Latih dasar selain menentukan
tahap selanjutnya juga untuk mengetahui bakat siswa guna menentukan
posisi sebagai penerbang, apakah tempur, angkut atau heli,” papar alumni
AAU 1988 ini. Imram menuturkan, siswa yang lolos latih dasar untuk
latih lanjutnya sesuai penjurusan. Untuk pesawat tempur dan angkut tetap
di Sekbang Lanud Adisutjipto, bagi penerbang heli ditempatkan di
Skuadron 7 Kalijati, Subang, Jawa Barat. Khusus penerbang angkut
menggunakan pesawat latih Grob.
Sementara pesawat tempur dengan
pesawat latih KT 1 Woong Be. Bagi yang lolos akan dilantik menjadi
penerbang militer dan penempatannya sesuai kebutuhan skuadron baik
tempur, angkut atau heli. Namun, sebelum mereka mengawaki pesawat,
terlebih dahulu mengikuti pola pembinaan di skuadron masing-masing.
“Tahapan-tahapan itu harus diselesaikan calon penerbang pesawat militer.
Sehingga penerbang yang dihasilkan benar-benar qualified ,” ujar alumni
Sekbang Angkatan 40 tersebut.
Selain itu, juga dikarenakan
penerbang tersebut akan menjadi tulang punggung dalam mengawaki
organisasi TNI AU. Sehingga penerbang harus melewati jenjang atau
kriteria ketat dan selektif. “Sebab alutsista yang diawaki bukan hanya
mahal tapi juga menerapkan teknologi tinggi. Terlebih pesawat tempur
menggunakan teknologi mutakhir, tentunya bukan hanya menerbangkan namun
bagaimana menjadikannya sebagai senjata,” kata Imran. Di TNI AU, yang
maju ke garis depan medan pertempuran ialah perwiranya. Sementara
anggotanya ada di belakang untuk menyiapkan alat utama sistem
persenjataan (alutsista).
“Karena itu, kualitas atau kualifikasi
penerbang sudah melewati jenjang atau kriteria yang ketat dan selektif,”
tandas siswa SIP Angkatan 42 dengan number Jupiter 307 itu. Untuk
pendidikan Sekbang hingga sekarang sudah angkatan ke-92. Selain ITU,
Sekbang Lanud Adisutjipto juga menyelenggarakan sekolah instruksi
penerbang dan navigator. Untuk instruktur penerbang sudah angkatan ke-
75 dan navigator ke-12.
“Sekbang Lanud Adisutjipto merupakan
institusi satusatunya yang menyelenggarakan sekolah penerbang, terutama
TNI AU. Meski untuk pendidikan terbang ini juga ada titipan dari TNI AD
dan AL, yang dinamakan pendidikan Sekbang Terpadu,” kata Imran.
http://www.koran-sindo.com/news.php?r=4&n=3&date=2016-02-14
Tidak ada komentar:
Posting Komentar