Minggu, 14 Februari 2016

Jalan Terjal Menuju Kursi Jet Tempur.

Jalan Terjal Menuju Kursi Jet Tempur.



Jurnalis :Priyo Setyawan/KoranSindo.


Almarhum Kapten Pnb Dwi Cahyadi dan Mayor Pnb Ivy Safatillah, 37, adalah dua perwira TNI AU yang gugur saat menjalankan tugas.

Keduanya adalah perwira jebolan Sekolah Penerbang (Sekbang) Lanud Adisutjipto. Dwi Cahyadi merupakan co-pilot T50i Golden Eagle yang jatuh saat aksi akrobatik pada acara Gebyar Dirgantara di Lanud Adisutjipto. Sementara Pnb Ivy Safatillah meninggal saat menguji pesawat latih tempur Super Tucano di langit Malang, Jatim. Mereka sejatinya penerbang-penerbang andal. Sebab, untuk duduk di kursi pilot pesawat tempur bukan perkara mudah. Butuh banyak keterampilan sehingga seseorang layak dipercaya menjaga kedaulatan udara NKRI dengan pesawat tempur berteknologi tinggi.

Sekbang TNI AU di Lanud Adisutjipto Yogyakarta memang tak bisa dipisahkan dari kebutuhan pilot militer di lingkungan TNI. Tempat inilah kawah candra dimuka bagi calon-calon penerbang militer, baik pesawat tempur, angkut atau helikopter. Sekbang TNI AU sudah ada sejak Indonesia lepas dari penjajahan Jepang dan eksis hingga sekarang. Namun untuk menjadi penerbang militer tidak mudah. Mereka yang lolos menjadi siswa harus melewati beberapa tahapan ketat sebelum dinyatakan lulus.
Menurut Komandan Pangkalan Udara (Danlanud) Adisutjipto, Yogyakarta Marsekal Pertama (Marsma) TNI Imran Baidirus, Sekbang TNI AU menerapkan standar tinggi dalam mendidik calon penerbangnya. Selain harus mampu menyelesaikan waktu yang telah ditentukan, untuk perkembangan setiap tahap juga harus menunjukkan grafis yang meningkat. “Tidak boleh landai atau datar. Jika hal itu tidak terpenuhi maka siswa tersebut dinyatakan tidak lulus. Untuk pendidikan Sekbang ini kami tidak ada toleransi, bagi yang tidak memenuhi syarat dieliminasi,” ungkap Imran saat ditemui KORAN SINDO YOGYA di ruang kerjanya kemarin.

Ada dua jalan masukan perwira Sekbang TNI AU, yaitu dari jalur lulusan Akademi Angkatan Udara (AAU) dan lulusan SMA. Lalu melalui jalur Perwira Sukarela Dinas Pendek (PSDP). Jalur lulusan AAU merupakan seleksi rutin, sedangkan PSDP seleksi dari Mabes TNI. Khusus jalur alumni AAU, bagi yang lolos diberi kesempatan melanjutkan masuk Sekbang dan bagi yang tidak lolos akan melanjutkan karier sesuai penjurusan saat di AAU. Ditanya awal pembelajaran, dia mengatakan untuk pendidikan di Sekbang dimulai dengan ground school. Di sini para siswa akan mendapatkan materi dan teori tentang penerbangan dasar. Setelah menyelesaikan tahap ini, mereka diperkenalkan dengan pendidikan terbang.

Untuk pendidikan terbang ada dua tahap latih dasar dan latih lanjut. Latih dasar sebanyak 86 jam terbang dan latih lanjut 95 jam terbang. “Latih dasar selain menentukan tahap selanjutnya juga untuk mengetahui bakat siswa guna menentukan posisi sebagai penerbang, apakah tempur, angkut atau heli,” papar alumni AAU 1988 ini. Imram menuturkan, siswa yang lolos latih dasar untuk latih lanjutnya sesuai penjurusan. Untuk pesawat tempur dan angkut tetap di Sekbang Lanud Adisutjipto, bagi penerbang heli ditempatkan di Skuadron 7 Kalijati, Subang, Jawa Barat. Khusus penerbang angkut menggunakan pesawat latih Grob.

Sementara pesawat tempur dengan pesawat latih KT 1 Woong Be. Bagi yang lolos akan dilantik menjadi penerbang militer dan penempatannya sesuai kebutuhan skuadron baik tempur, angkut atau heli. Namun, sebelum mereka mengawaki pesawat, terlebih dahulu mengikuti pola pembinaan di skuadron masing-masing. “Tahapan-tahapan itu harus diselesaikan calon penerbang pesawat militer. Sehingga penerbang yang dihasilkan benar-benar qualified ,” ujar alumni Sekbang Angkatan 40 tersebut.

Selain itu, juga dikarenakan penerbang tersebut akan menjadi tulang punggung dalam mengawaki organisasi TNI AU. Sehingga penerbang harus melewati jenjang atau kriteria ketat dan selektif. “Sebab alutsista yang diawaki bukan hanya mahal tapi juga menerapkan teknologi tinggi. Terlebih pesawat tempur menggunakan teknologi mutakhir, tentunya bukan hanya menerbangkan namun bagaimana menjadikannya sebagai senjata,” kata Imran. Di TNI AU, yang maju ke garis depan medan pertempuran ialah perwiranya. Sementara anggotanya ada di belakang untuk menyiapkan alat utama sistem persenjataan (alutsista).

“Karena itu, kualitas atau kualifikasi penerbang sudah melewati jenjang atau kriteria yang ketat dan selektif,” tandas siswa SIP Angkatan 42 dengan number Jupiter 307 itu. Untuk pendidikan Sekbang hingga sekarang sudah angkatan ke-92. Selain ITU, Sekbang Lanud Adisutjipto juga menyelenggarakan sekolah instruksi penerbang dan navigator. Untuk instruktur penerbang sudah angkatan ke- 75 dan navigator ke-12.

“Sekbang Lanud Adisutjipto merupakan institusi satusatunya yang menyelenggarakan sekolah penerbang, terutama TNI AU. Meski untuk pendidikan terbang ini juga ada titipan dari TNI AD dan AL, yang dinamakan pendidikan Sekbang Terpadu,” kata Imran.

http://www.koran-sindo.com/news.php?r=4&n=3&date=2016-02-14

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut