Selasa, 03 Maret 2015

~ INGATLAH KE EMPAT ORANG INI, MAKA ANDA AKAN MENDAPAT PELAJARAN BERHARGA. (Abu Lahab, Abu Jahal, Umar Bin Khattab, dan Khalid bin Walid)

~ INGATLAH KE EMPAT ORANG INI, MAKA ANDA AKAN MENDAPAT PELAJARAN BERHARGA.
(Abu Lahab, Abu Jahal, Umar Bin Khattab, dan Khalid bin Walid)
Ingatlah empat nama orang ini. Keempat orang ini begitu tersohor dan masyhur, dua orang lainnya dikenal sebagai pembenci Islam sejati dan kedua orang lainnya dikenal sebagai pembela Islam sejati. Keempat orang ini akan memberikan inspirasi kepada kita semua tentang kebaikan dan keburukan.
Inilah kebenaran Islam, kebenaran Al Qur'anul Karim dan wahyu dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
1. ABU LAHAB
Nama aslinya adalah Abdul Uzza bin Abdul Muthalib, ia adalah salah satu paman Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Ketika Nabi Muhammad lahir, ia adalah seorang paman yang ikut berbahagia sekali dengan kelahiran Nabi, tapi pandangannya berubah setelah Rasulullah mulai mensyiarkan Islam pada penduduk Mekkah. Dan Abu Lahab jugalah orang yang pertama menghina dan menghardik Nabi ketika pertama kali menyerukan Islam secara terang-terangan di kaki bukit.
Ibnu Mas'ud radhiallahu 'anhuma berkata suatu ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengajak orang-orang Quraish kepada keimanan, lalu Abu Lahab berkata: "Seandainya apa yang dikatakan keponakanku itu benar, maka aku akan melindungi diriku dari pedihnya azab pada hari kiamat nanti dengan hartaku dan anak-anakku."
Maka turunlah Surah Al-Masad (Al-Lahab) yang dikhususkan untuk menghina kembali kata-kata cacian Abu Lahab.
Di surah inilah kita dapat menjumpai kebenaran firman Allah yang sebenar-benarnya. Simaklah baik-baik apa yang disampaikan Allah dalam Surah Al-Masad ayat 1-5 :
1. Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa.
2. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan.
3. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak.
4. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar.
5. Yang di lehernya ada tali dari sabut.
Surah ini menegaskan bahwa seorang Abu Lahab tidak akan pernah diberikan hidayah kebenaran oleh Allah karena memang di Nerakalah tempat terbaiknya.
Ketika Surah ini turun pada waktu itu kaum muslim pengikut Rasulullah sudah begitu banyak, dan seandainya Abu Lahab yang begitu membenci Islam dan Rasulullah ingin menghancurkan Islam waktu itu sangat mudah; Ia bisa berpura-pura masuk Islam, maka dengan begitu ia telah mematahkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam Surah Al-Masad.
Tapi inilah firman Allah yang sebenarnya, bahkan bila Allah telah berkehendak maka tidak akan ada yang bisa merubahnya, bahkan seorang Abu Lahab pun di buat bodoh dengan turunnya Surah Al-Masad.
Saat surat Al-Masad turun, Ummu Jamil (Istri Abu Lahab) marah-marah karena merasa terhina. Ia mendatangi Abu Bakar dan menanyakan di manakah temannya Abu Bakar (Rasulullah Muhammad). Ummu jamil marah-marah di depan Abu Bakar sambil membawa batu dan mengancam akan melakukan berbagai hal buruk pada Nabi.
Ummu jamil menanyakan di manakah Muhammad, padahal saat itu Nabi sedang duduk tepat di samping Abu Bakar. Ummu jamil tidak dapat melihat Nabi karena penglihatannya ditutup oleh Allah sehingga ia hanya melihat Abu Bakar. Padahal Nabi sedang duduk di samping Abu Bakar. Abu bakar karena herannya dengan pertanyaan itu, maka Abu bakar bertanya apakah Ummu jamil hanya dapat melihat Abu Bakar dan tidak melihat orang lain di sampingnya? Maka Ummu jamil merasa di olok-olok oleh Abu bakar seraya menjawab "Apakah engkau bermaksud menghinaku? Aku tidak melihat siapa-siapa selain kau!"
Abu lahab meninggal karena penyakit. Ia tidak ikut memerangi Nabi saat perang Badar karena sakitnya itu. Sepulangnya orang-orang kafir dari perang Badar dengan membawa kekalahan, sakitnya bertambah parah. Dan ia akhirnya meninggal dengan keadaan sakit yang mengerikan. Diriwayatkan bahwa orang-orang kafir, bahkan teman-teman dan keluarganya enggan mengurus jenazahnya karena keadaan sakitnya yang menjijikkan dan timbul bau busuk dari penyakitnya. Inilah akhir hidup seorang musuh Allah.
Selama tiga hari sejak kematiannya, jasad Abu Lahab dibiarkan tergeletak tanpa ada yang bersedia menguburkan. Para warga tidak berani mendekati jasadnya. Akhirnya karena bau busuk yang kian menjadi, maka digali juga sebuah lubang kubur bagi Abu Lahab. Bangkai Abu Lahab didorong-dorong dengan sebilah kayu sampai masuk lubang.
Tidak hanya itu, prosesi penguburan pun berlangsung secara mengenaskan. Dari jauh warga melempari kuburan Abu Lahab dengan batu hingga mereka yakin betul jasadnya telah tertutup rapat. Ya sebuah tragedi kematian yang lebih hina dari kematian seekor ayam sekalipun.
2. ABU JAHAL
Nama aslinya adalah Amr bin Hisham. Ia dan Abu Lahab adalah duo gembong Kuffar Quraisy yang begitu memusuhi Islam dan Rasulullah.
Setiap kaum dhuafa di Mekkah yang ia ketahui masuk Islam maka tidak akan lolos dari penyiksaannya, termasuk Sayyidatina Sumaiyyah binti Khayyat dan suaminya Yasir, yang syahid ditangan Abu Jahal.
Rivalitas Abu Jahal dan Rasulullah sebenarnya sudah jauh hari semasa remaja, sampai saat meminang Khadijah binti Khuwailid pun Abu Jahal harus kalah kesekian kalinya dari Rasulullah.
Ia tewas mengenaskan dalam perang Badar. Dalam kondisi sekarat, Abu Jahal pun menunggu detik-detik kematiannya yang sangat menyakitkan. Ia terkapar dan merasakan seburuk-buruk kesakitan.
Tatkala peperangan telah reda, kaum musyrikin lari dengan kekalahan. Sementara kaum muslimin bergembira atas kemenangan tersebut.
Rasulullah shallallahu bersabda,
"Siapa yang mau memperlihatkan kepada kami apa yang diperbuat Abu Jahal?"
Mendapatkan pertanyaan itu, Ibnu Mas'ud berdiri dan bergegas pergi lalu mendapati Abu Jahal dalam kondisi lemah setelah dipukuli oleh dua putra Afraa Mu'awwidz dan Mu'adz.
Ibnu Mas'ud pun kemudian menarik jenggot Abu Jahal seraya berkata, "Apakah engkau Abu Jahal?"
"Giliran siapa ini." kata Abu Jahal dengan sisa-sisa tenaganya.
"Allah dan Rasul-Nya, bukankah Allah telah menghinakanmu wahai musuh Allah?", jawab Ibnu Mas'ud.
"Apakah ada yang lebih hebat dari lelaki yang dibunuh olehkaumnya sendiri?" jawab Abu Jahal dengan nada yang masih saja sombong.
Sesaat kemudian Ibnu Mas'ud pun membunuhnya kemudian mendatangi Raulullah shallallahu 'alaihi wa sallam seraya berkata,
“Aku telah membunuhnya, aku telah membunuh Abu Jahal."
Kemudian Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
"Demi Allah yang Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Dia."
Beliau pun mengung-ulang ucapannya sebanyak tiga kali. Kemudian bersabda,
"Allahu Akbar, segala puji bagi Allah, Maha Benar Janji-Nya, menolong hamba-Nya dan memporak-porandakan pasukan, pergi dan perlihatkanlah padaku."
Para sahabat kemudian bergegas pergi lalu memperlihatkan jasad Abu Jahal kepada Rasulullah. Kemudian Nabi Muhammad bersabda, "Inilah Fir’aunnya umat ini."
3. SAYYIDINA UMAR BIN KHATTAB RADHIALLAHU 'ANHUMA
Ialah Al-Faruq, pemisah dari yang haq dan yang batil. Umar adalah sebaik-baik pemimpin Islam setelah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan Khalifah Abu Bakar As-Sidiq. Beliau juga salah seorang sahabat utama Nabi yang telah dijaminkan syurga.
Ia adalah seorang yang cerdas, tanggap, fasih dalam berbicara, perkasa, dan sangat tangguh. Sebelum memeluk Islam, ia adalah seorang yang sangat fasih membantah ajaran Islam. Bahkan ia tidak segan menyiksa keluarganya yang berani mengikuti Nabi Muhammad.
Hasratnya membunuh Nabi semakin besar setelah melihat satu persatu keluarga dari Baninya mulai memeluk Islam.
Dari Anas bin Malik radhiallahu 'anhuma menceritakan :
Umar bin Khaththab mempunyai adik perempuan yang bernama Fathimah. Pada waktu itu Fathimah telah bersuami dengan seorang laki-laki yang bernama Sa’id bin Zaid, dan sejak mereka mendengar dakwah Nabi, mereka berdua segera mengikutnya dengan setia dan menjadi pemeluk Islam yang sungguh-sungguh. Tetapi pada waktu itu Umar belum mengetahui bahwa adiknya dan iparnya telah mengikut seruan Nabi.
Dan pada waktu Laila dan suaminya Amir bin Rabi'ah akan berangkat berhijrah ke negeri Habsyi, ketika Laila akan menaiki untanya, mendadak hal itu diketahui oleh Umar. Laila lalu ditanya : "Hai Ummu Abdillah (julukan bagi Laila). Engkau akan pergi kemana?"
Laila menjawab : "Engkau sudah menyakiti aku dan kawan-kawanku yang mengikut seruan Muhammad. Maka sekarang aku akan pergi ke bumi Tuhan, di mana aku dapat berbakti kepada Tuhan, di sanalah aku akan bertempat tinggal, agar supaya aku tidak kamu sakiti dengan kawan-kawanmu."
Umar menjawab : "Ya, mudah-mudahan Tuhan beserta kamu". Lantas Umar seketika itu pergi.
Setelah Laila bertemu dengan suaminya, ia lalu menceritakan kepadanya, bahwa ia telah ditanya oleh Umar, dan Umar lalu mendoakan keselamatannya. Suaminya lalu berkata : "Apakah engkau mengharapkan Islamnya Umar bin Khaththab? Janganlah engkau mengharapkan demikian! Umar tidak akan mengikut seruan Muhammad, kecuali jika himarnya Khattab sudah mengikut Muhammad lebih dahulu."
Adapun sebabnya shahabat Amir sampai berani berkata seperti itu, karena ia selalu ingat akan perbuatan-perbuatan Umar bin Khaththab yang sangat kejam, ganas dan buas terhadap orang-orang yang telah mengikut seruan Nabi, terutama ia ingat perbuatannya ketika ia menyiksa salah seorang budak beliannya yang sudah memeluk Islam sehingga tewas.
Pada waktu itu shahabat Amir tidaklah mengetahui bahwa Nabi telah seringkali berdoa kepada Allah untuk keislamannya ‘Umar.
Pada suatu hari pemuka-pemuka kaum Musyrikin Quraisy memutuskan bahwa Umar bin Khaththab diberi tugas untuk membunuh Rasulullah. Maka dari itu Umar mencari Rasulullah di mana beliau berada dan jika bertemu beliau akan dibunuhnya dengan kejam dan terang-terangan.
Pada waktu itu Umar berjalan seorang diri dengan pedang terhunus dan kebetulan diwaktu panas terik.
Ketika Umar sampai di suatu jalan di kota Makkah, tiba-tiba ia bertemu dengan seorang shahabat karibnya, bernama Sa'ad bin Abi Waqqash. Maka dia bertanya kepada Umar : "Engkau akan pergi kemana hai Ibnul-Khaththab? Mengapa engkau membawa pedang terhunus seperti itu?"
Umar menjawab : "Aku akan pergi mencari Muhammad, orang celaka itu, karena ia sudah berani mendirikan agama baru, sehingga memutuskan persaudaraan kita, memecah belah persatuan bangsa kita, membodoh-bodohkan orang-orang pandai kita, mencaci maki agama nenek moyang kita, menghina tuhan-tuhan kita, merendahkan kemuliaan kita dan sebagainya. Maka dari itu jika kudapati dia, akan kubunuh, akan kuhabisi nyawanya."
Sa'ad menjawab : "Wahai Umar! Engkau ini lebih kecil dan lebih hina, apakah engkau akan membunuh Muhammad? Apakah engkau mengira, kalau engkau telah membunuh Muhammad, lalu anak keturunan Abdul-Muththalib akan membiarkan engkau hidup lebih lama di muka bumi ini? Sudah tentu mereka tidak akan membiarkan engkau hidup lebih lama lagi."
Umar menjawab : “Agaknya engkau sekarang berani kepadaku, sekarag aku mengerti, bahwa engkau sudah berganti agama. Engkau sudah mengikut agama Muhammad! Jika begitu, sekarang engkau akan kubunuh lebih dulu, karena engkau sudah berlainan agama denganku."
Setelah Umar mendengar syahadat Sa'ad itu, segera ia mengacungkan pedangnya kepada Sa'ad. Sa'ad pun segera menghunus pedangnya dan mengacungkannya kepada Umar. Kedua-duanya tampak sama beraninya sehingga kedua-duanya hampir mengadu kekuatan pedang yang sama tajamnya, lalu Umar diam sebentar. Pada waktu itu Sa'ad berkata kepadanya : "Hai Umar, mengapa engkau tidak berbuat demikian kepada adikmu perempuan dan iparmu?"
Segera muka Umar menjadi merah padam, seraya berkata : "Mengapa begitu? Apakah adikku dan iparku sudah bertukar agama dan menjadi pengikut Muhammad?"
Sa'ad menjawab : "Mengapa tidak? Mereka semua sudah lama menjadi pemeluk agama Muhammad dengan patuh dan ta'at."
Umar berkata : "Kalau begitu, lebih baik sekarang ini juga aku datangi rumahnya, dan nanti kalau bertemu, akan kubunuh kedua-duanya! Apa gunanya aku bersaudara dengan orang-orang yang menjadi pengikut agama Muhammad?"
Oleh sebab itu Umar dan Sa'ad lalu berpisah, dan Umar terus pergi menuju ke rumah adiknya perempuan, Fathimah. Dan ketika itu justru shahabat Sa'id bin Zaid dan isterinya (Fathimah) sedang berada di rumah, dan sedang belajar menbaca ayat-ayat Al-Qur’an pada shahabat Khabbab bin Al-Aratt.
Setelah Umar sampai di rumah Sa’id bin Zaid dan ternyata bahwa pintunya terkunci, maka diketuknya pintu itu dengan keras sambil memegang pedangnya yang terhunus tadi. Setelah mendengar ketokan pintu dari luar, Sa’id bin Zaid bertanya dari dalam rumah : "Siapa itu?"
Umar menjawab : "Ibnul-Khattab!"
Setelah Khabbab mendengar suara ‘Umar begitu keras, ia mengintai dari dalam, dan dilihatnya, bahwa kedatangan ‘Umar itu dengan membawa pedang terhunus. Maka dari itu segera ia lari menyembunyikan dirinya di dalam rumah. Sedang catatan ayat-ayat AlQur’an yang baru diajarkan tadi dengan secepatnya diambil dan disembunyikan oleh Fathimah, lalu pintu itu dibuka oleh Sa'id.
Umar lantas masuk ke dalam dengan muka merah padam sambil berkata kepada Fathimah : "Hai, orang yang memusuhi dirinya sendiri, sungguh aku sekarang telah mendengar kabar, engkau telah berganti agama, begitu juga suamimu. Betulkah engkau sekarang telah mengikut agama Muhammad?". Lalu Umar memegang janggut Sa'id dan mencekik lehernya, lantas Sa'id dibanting lalu dadanya diinjak-injak.
Oleh karena shahabat Sa'id tidak begitu kuat, tentu saja ia tak dapat melepaskan diri dari Umar.
Setelah Fathimah melihat suaminya dianiaya, ia tidak tahan lagi, lalu akan menolongnya sekuat tenaganya. Tetapi ketika ia baru mendekati Umar, kepalanya dipukul dengan keras oleh kakaknya, dan mulutnya disikut, sehingga mengeluarkan darah. Setelah mengetahui bahwa mukanya sudah berdarah, lalu Fathimah menunjukkan keberaniannya seraya berkata kepada kakaknya : "Apakah engkau akan memukuli aku, atau akan membunuhku, hai seteru Allah?"
Umar lalu diam sambil duduk di atas dada iparnya.
Fathimah lalu berkata lagi : "Hai seteru Allah! Aku dan suamiku sudah lama memeluk agama Muhamnmad. Mengapa engkau baru bertanya sekarang? Kalau engkau memang akan membunuh diriku, aku tidak akan takut sedikitpun: dan kalau engkau akan mengamukku, akupun tidak gentar dan tidak akan mundur selangkahpun. Cobalah, dekatilah aku, bunuhlah aku dan suamiku! Aku akan tetap mengikut agama Muhammad."
Setelah Umar mendengar suara adiknya dan melihat mukanya berlumuran darah yang mengalir dari atas kepalanya, ia lantas bangun melepaskan iparnya, kemudian duduk di atas sebuah kursi. Lalu termenung, dan tampak sangat menyesal atas pebuatannya yang sekejam itu dan kelihatan sangat malu kepada iparnya, serta matanya melihat ke atas dan ke bawah, ke kanan dan ke kiri. Tidak berapa lama kemudian, ia melihat tulisan pada sehelai kertas yang tergantung di atas pintu. Dan ia tertarik kepada tulisan itu dan selalu memperhatikannya. Karena ia adalah seorang Quraisy yang dapat menulis dan membaca.
Lantaran tertariknya kepada tulisan itu, maka ia memperhatikannya, dan lama kelamaan hatinya tidak tahan, lalu ia bertanya kepada adiknya perempuan yang masih kesakitan itu : "Hai Fathimah! Itu tulisan Apa?" Fathimah tidak mau menjawab. Maka dari itu Umar bertanya lagi : "Hai Fathimah! Cobalah tulisan itu kau ambil sebentar, aku ingin melihatnya sebentar saja. Cobalah ambilkan!"
Fathimah menjawab dengan tegas : "Jangan ! Aku tidak sudi mengambilkannya, nanti kau robek, dan tidak akan boleh engkau memegang tulisan itu, karena engkau musuh Allah."
Berulang-ulang Umar meminta supaya diambilkan tulisan itu, tetapi Fathimah tetap tidak mau mengambilkannya. Sebab itu akhirnya Umar bersumpah : "Demi Allah! Jika aku sudah melihat dan membaca tulisan itu, dengan segera akan ku kembalikan dan tidak akan ku robek-robek Demi Allah! Aku tidak berbohong."
Mendengar sumpah Umar itu, akhirnya Fathimah mau mengambilkan tulisan itu dan memberikan kepada Umar.
Setelah Umar memegang tulisan itu ia membaca permulaannya :
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ.
Baru saja ia membaca “Bismillah” itu, hatinya pun terasa berdebar-debar. lantaran itu tulisan itu dijatuhkan ke tanah. Kemudian tulisan itu diambilnya dan dibaca lagi. Adapun tulisan itu, selain tertulis “Bismillah“, ada tertulis beberapa ayat Al-Qur’an telah diajarkan oleh Nabi kepada para pengikutnya. Yaitu surat Thaha ayat 1-16.
Setelah ‘Umar selesai membaca ayat-ayat tersebut dan memperhatikan-nya, lantas ia mengucapkan dengan sekeras-kerasnya :
اَشْهَدُ اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ وَ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُه وَرَسُوْلُهُ
Kemudian ‘lUmar berkata kepada adiknya perempuan : "Sekarang ini juga, aku minta ditunjukkan tempat Muhammad. Katakanlah kepadaku, sekarang Muhammad ada di mana, aku sekarang harus bertemu dengan Muhammad."
Pada waktu itu pintu rumah shahabat Al-Arqam tertutup, karena rumah itu sedang dipergunakan oleh Nabi untuk mengajar, sebab pada masa itu cara beliau mengajar pengikut-pengikutnya masih dengan sembunyi-sembunyi agar tidak diketahui oleh kaum musyrikin.
Setelah Umar bin Khaththab tiba di rumah shahabat Al-Arqam, dengan membawa pedang yang masih terhunus, ia segera mengetok pintunya terus-menerus dengan sekeras-kerasnya.
Dari dalam, penjaga pintu itu bertanya : "Siapa itu?"
Umar menjawab dengan suara keras : "Ibnul Khaththab!"
Penjaga pintu itu lalu mengintai dari dalam, untuk membuktikan, betulkah yang mengetok pintu itu Umar bin Khattab. Ternyata betul bahwa yang mengetok pintu itu Umar bin Khattab dengan membawa pedang terhunus.
Lantaran itu penjaga pintu itu tidak mau membukakan pintu, karena ia mengira bahwa kedatangan Umar bin Khattab itu akan mengamuk, dan boleh jadi akan membunuh Nabi Muhammad. Maka dari itu penjaga pintu lebih dulu memberitahukan kedatangan Umar itu kepada Nabi. Pada saat itu Umar tidak sabar lagi menunggu lebih lama, dan karenanya pintu itu diketoknya lagi dengan sekeras-kerasnya.
Para shahabat yang ada di dalam rumah itu tidak ada seorangpun yang berani membukakan pintu. Karena maklumlah, bahwa mereka sama sekali tidak menyangka bahwa Umar akan menjadi seorang kawan yang terkemuka bagi mereka, bahkan mereka beranggapan dan menyangka bahwa Umar bin Khaththab masih menjadi lawan yang terbesar, apalagi kedatangannya itu dengan membawa pedang terhunus. Pada saat itu para shahabat yang ada di dalam rumah shahabat Al-Arqam itu sangat mengkhawatirkan diri Nabi.
Kemudian, setelah Nabi mengetahui kedatangan Umar bin Khattab, maka beliau bersabda : "Bukakan pintu! Biarkan Umar masuk, semoga Allah menjadikannya seorang yang baik dan memberi petunjuk kepadanya."
Kemudian sahabat Hamzah (paman Nabi) berkata : "Bukakanlah pintu itu, persilahkan Umar masuk, mungkin Allah akan memberikan kebaikan kepadanya dengan mengikut seruan Muhammad, memeluk Islam dan tunduk di bawah panji-panji Kalimah Tauhid. Tetapi jika kedatangannya bukan demikian, maka akulah yang akan menghadapinya dan akulah yang akan menghabisi nyawanya."
Tetapi penjaga pintu itu masih belum mau membukakan pintu, karena dia sangat takut. Oleh sebab itu sahabat Hamzah dan sahabat Zubair lalu mendekati pintu. Kemudian barulah penjaga pintu itu berani membuka pintu, dan ketika Umar masuk, dengan segera tangan kanannya dipegang oleh Hamzah dan tangan kirinya dipegang oleh Zubair.
Dan setelah Umar bin Khattab mendekati tempat duduk Nabi, maka seketika itu juga badannya gemetar, karena takutnya melihat wajah Nabi. Kemudian beliau bersabda kepada kedua sahabat tadi : "Lepaskan Umar!" Maka oleh kedua shahabat itu Umar bin Khaththab dilepaskan dengan segera dan lalu didudukkan dihadapan Nabi. Kemudian beliau menarik pakaian Umar dengan bertanya :
مَا جَاءَ بِكَ يـَا ابـْنَ اْلخَطَّابِ
"Dengan maksud apa kedatanganmu kemari, hai Ibnul Khaththab?"
فَوَ اللهِ مَا اَرَى اَنْ تَنْتَهِيَ حَتَّى يُنَزِّلَ اللهُ بِكَ قَارِعَةً.
"Demi Allah! Aku tidak menyangka bahwa engkau akan berhenti dari perbuatanmu sehingga Allah menurunkan sesuatu yang sangat menggoncangkanmu."
Umar bin Khaththab menjawab dengan tegas :
جِئْتُ لَاُوْمِنُ بِاللهِ وَرَسُوْلــِهِ وَ بِمَا جَاءَ مِنْ عِنْدِ اللهِ.
"Aku datang kemari demi sesungguhnya aku akan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada apa-apa yang telah datang dari sisi Allah."
Oleh sebab itu Nabi lalu menepuk dada Umar dengan tangan kanannya tiga kali dan bersabda :
اَسْلِمْ يـَا ابـْنَ اْلخَطَّابِ، اَللّٰهُمَّ اهْدِ قَلْبَهُ ! اَللّٰهُمَّ اهْدِ عُمَرَ بْنَ اْلخَطَّابِ ! اَللّٰهُمَّ اخْرُجْ مَا فِى صَدْرِ عُمَرَ مِنْ غِلٍّ وَابـْدِلْهُ اِيـْمَانًا
"Islamlah engkau hai Umar bin Khaththab. Ya Allah, tunjukilah hati-nya. Ya Allah, tunjukilah Umar bin Khattab. Ya Allah, keluarkanlah apa-apa yang ada di dalam dada Umar dari pada perasaan benci, dan gantilah dengan iman."
Selanjutnya Nabi bersabda :
اَ لَمْ يَأْنِ لَكَ يَاعُمَرَ اَنْ تَشْهَدَ اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ، وَاَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ
"Apakah belum bagimu Umar, bahwa engkau bersaksi bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah dan sesungguhnya Muhammad itu Rasul Allah?"
Lalu seketika itu juga Umar membaca syahadat di hadapan Nabi:
اَشْهَدُ اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ، وَاَنَّكَ رَسُوْلُ اللهِ.
"Aku bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan melainkan Allah, dan bahwasanya engkau (Muhammad) adalah Rasul Allah."
Setelah Umar bin Khaththab membaca syahadat, lalu RAsulullah membaca takbir tiga kali.
اَللهُ اَكْــبَرُ ! اَللهُ اَكْــبَرُ ! اَللهُ اَكْــبَرُ
“Allah Maha Besar ! Allah Maha Besar ! Allah Maha Besar !”
Kemudian sekalian kaum Muslimin yang ada di dalam rumah itu membaca takbir juga bersama-sama dengan suara sekeras-kerasnya.
4. SAYYIDINA KHALID BIN WALID RADHIALLAHU 'ANHUMA
Sebelum memeluk Islam namanya begitu tersohor sebagai Panglima perang kaum kuffar yang sangat hebat, dialah Khalid bin Walid. Dia tidak pernah sekalipun mengalami kekalahan dalam peperangan yang ia pimpin, baik sebelum masuk Islam atau setelah masuk Islam. Khalid dikenal sangat jenius meracik strategi perang hingga kemampuannya dikenal dimanapun.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam masuk ke kota Mekah dalam rangkaian umrah qadha. Ikut bersama Rasulullah, al-Walid bin Walid (saudara Khalid bin Walid) yang telah lebih dahulu masuk Islam daripada Khalid.
Walid mencari-cari saudaranya, Khalid, tetapi tidak menemukannya. Ia pun menulis sepucuk surat kepada saudaranya.
"Bismillahirrahmanirrahim. Amma ba'du. Sesungguhnya aku tak menemukan sesuatu yang lebih mengherankan daripada jauhnya pikiranmu dari Islam. Engkau seorang yang cerdas. Tak seorang pun yang tidak mengenal agama seperti Islam. Aku pernah ditanya suatu kali oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang dirimu. Beliau bertanya,
"Mana Khalid?"
Aku menjawab, "Semoga Allah memberinya hidayah."
Rasulullah bersabda lagi :
"Orang seperti Khalid tidak mengenai Islam? Andaikan ia gunakan kehebatan dan ketangguhannya (yang selama ini ia gunakan untuk yang lain) bersama kaum muslimin, tentu akan lebih baik baginya."
Dalam Perang Uhud tentu Khalid bin Walid telah hafal betul dengan sosok Nabi Muhammad. Selain di Perang itu ia menewaskan banyak syuhada, ia juga mulai penasaran sosok Nabi.
Khalid bin Walid menerima surat dari saudaranya. Surat itu dibacanya dengan seksama. Ia sangat gembira mengetahui bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bertanya tentang dirinya. Hal itu semakin mendorongnya untuk masuk Islam. Akhirnya Khalid mengarahkan jiwa dan nuraninya pada agama baru yang setiap hari benderanya semakin naik dan berkibar. Cahaya keyakinan pun mulai berkilau di hatinya yang suci. Ia berkata dalam hatinya, "Demi Allah, sungguh jalan inilah yang lurus. Sesungguhnya dia (Muhammad) memang benar-benar seorang rasul. Sampai kapan? Demi Allah aku harus segera menemuinya untuk mengutarakan keislamanku."
Pada malam itu Khalid bermimpi seperti berada di sebuah daerah sempit dan gersang. Tak ada tanaman dan tak ada air. Kemudian ia pergi menuju daerah yang hijau dan luas. Setelah bangun, Khalid berkata dalam hati, "Sungguh ini sebuah mimpi yang baik."
Khalid keluar dari rumahnya. Ia sudah bertekad untuk menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Mimpi yang ia alami semalam terus melekat dalam pikirannya dan seolah-olah berada di depan kedua matanya. Ia mencari seseorang yang bisa menemaninya menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Di tengah jalan ia bertemu dengan Shafwan bin Umayyah. Khalid berkata pada Shafwan, "Wahai Abu Wahb, tidakkah engkau perhatikan kondisi kita? Kita ibarat gigi geraham sementara Muhammad telah menguasai bangsa Arab dan non-Arab. Kalau kita datang menemui Muhammad lalu kita ikuti langkahnya, niscaya kemuliaan Muhammad juga kemuliaan kita."
Shafwan bin Umayyah sangat enggan menerima ajakan Khalid. Ia berkata, "Andaikan tak ada lagi yang tersisa selain diriku sendiri, sungguh aku tak akan pernah mengikutinya selama-lamanya."
Akhirnya Khalid bin Walid meninggalkan Shafwan bin Umayyah. Ia berkata dalam hati, "Orang ini, saudara dan bapaknya terbunuh di Perang Badar."
Kemudian Khalid berjumpa dengan Ikrimah bin Abu Jahal (Sebelum ia masuk Islam). Khalid berkata kepada Ikrimah seperti yang dikatakannya kepada Shafwan bin Umayyah. Jawaban yang diberikan Ikrimah juga sama dengan jawaban Shafwan bin Umayyah. Walau pada akhirnya Ikrimah juga masuk Islam, dan ikut berjuang bersama Rasulullah.
Lalu Khalid kembali ke rumahnya dan mempersiapkan kudanya. Ia mulai melangkah, Tiba-tiba ia bertemu dengan Utsman bin Thalhah yang merupakan sahabat dekatnya. Ia menyampaikan rencananya untuk menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Ternyata Utsman menerima ajakannya. Akhirnya keduanya pergi dengan tujuan yang sama. Di jalan mereka bertemu dengan Amru bin Ash. Amru berkata pada keduanya, "Marhaban."
"Marhaban bika." balas keduanya.
"Mau ke mana kalian?" tanya Amru.
"Apa yang menyebabkan engkau keluar di waktu begini?", keduanya balik bertanya.
"Kalau kalian, apa yang menyebabkan kalian keluar?"Amru balas bertanya.
"Untuk masuk Islam dan mengikuti Muhammad." jawab Khalid dan Utsman serentak.
"Itulah yang membuat aku datang ke sini." timpal Amru sambil tersenyum.
Mereka berangkat sampai tiba di Madinah. Di jalan, sebelum bertemu Rasulullah, Khalid bertemu dengan saudaranya; al-Walid. Al-Walid berkata, "Cepatlah. Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengetahui kedatanganmu dan beliau sangat gembira dengan kedatanganmu. Beliau sedang menunggu kalian."
Mereka memeprcepat langkah dan segera masuk menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Khalid lebih dulu masuk dan ia segera menyampaikan salam pada Rasulullah. Rasulullah membalas salamnya dengan wajah berseri.
Khalid segera berucap, "Sesungguhnya aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa engkau adalah utusan Allah."
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
"Mari ke sini!"
Ketika Khalid bin Walid sudah mendekat, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
"Segala puji bagi Allah yang telah menunjukimu. Aku memang sudah melihat kecerdasan dalam dirimu dan aku berharap semoga kecerdasan itu membawamu pada kebaikan."
Setelah membaiat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Khalid berkata, "Wahai Rasulullah, aku telah banyak berada pada posisi yang menentang kebenaran, maka berdoalah kepada Allah untuk mengampuniku.",
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
"Islam akan menghapus segala dosa yang telah berlalu."
Khalid melanjutkan, "Wahai Rasulullah, doakanlah aku!"
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
"Ya Allah, ampunkanlah Khalid atas segala perbuatannya yang menghalangi manusia dari jalan-Mu."
Kemudian Utsman bin Thalhah dan Amru ibnul Ash pun maju dan membaiat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Sejak hari itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tak pernah memberi sesuatu pun kepada para sahabatnya lebih banyak dari yang diberikannya kepada Khalid bin Walid. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berpesan kepada sahabat-sahabat yang lain,
"Jangan sakiti Khalid karena sesungguhnya ia adalah pedang di antara pedang-pedang Allah yang Dia hunuskan pada orang-orang kafir."
Wallahu a'lam bishawab...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut