Selasa, 10 Maret 2015

Lagu kebangsaan Singapura "Majulah Singapura" diciptakan oleh Zubir Said, kelahiran Bukittinggi atau Singapore national anthem "Go Singapore" was created by Zubir Said, born in Bukittinggi


Singapore national anthem "Go Singapore" was created by Zubir Said, born in Bukittinggi.


Zubir is a self-taught musician who dubbed as the composer of the "true Malay soul". He is believed to have composed more than 1,500 songs, but only 1,000 of them have been published. For 12 years he worked as a music composer and songwriter in one of the company issuing the Malay films, Cathay Keris which is a subsidiary of Cathay Organisation Holdings.
Childhood

Zubir was born on July 22, 1907 in the town of Bukittinggi, West Sumatra. He is the eldest son of the family Minangkabau comprising 3 boys and 5 girls. Zubir was educated in Dutch schools, but has no interest in academic studies, but more interested in music. Since elementary school, he was taught how to make and play the flute by his friend. Then in junior high school, he began to learn how to play guitar, drums, and other musical instruments.

Migrated to Singapore
In 1928, at the age of 21 years, Zubir decided to start making a living as a musician in Singapore, on the advice of his friend. Zubir first job on the island dubbed her as the place filled with sparkling lights are as a musician with a group of Malay opera City Opera, where he became the leader of the opera group.

In 1938, Zubir leave Singapore for a wedding on the island of Java with Tarminah Kario Wikromo, keroncong singer he had known when I started working at a record company His Master's Voice in 1936. After marriage, he brought his wife to visit her hometown in New York City in the year 1941, before the outbreak of World War II. He returned to Singapore in 1947, not long after he had worked as a photographer in the newspaper Utusan Melayu. In 1949, he served as leader of the company Shaw Brothers Malay Film Productions. Three years later, he became a composer of music in one of the company issuing the Malay films, Cathay Keris, and became a songwriter for films sepertiSumpah Pontianak (1958) and Chuchu Datuk Merah (1963). In 1957, for the first time staged musical works to the public at the Victoria Theatre.

In 1962, a song for the film Dang Anom Zubir won the award in the ninth Asian Film Festival in Seoul, South Korea. At that time, he was still working on the film company Cathay Keris. Previously, he also has created many songs especially for movie-fim Malay. But in 1964, he decided to no longer work at the company as disappointed with the management decisions to cut production costs. Since then, he is more serious teaching young artists about the music than a recording deal with his songs. Zubir third daughter who is a former professor of the National University of Malaysia, Puan Sri Dr Rohana Zubir, remembers well how her family's home in Singapore is always filled with activities and things that smelled of music.

Zubir died at the age of 80 years in Joo Chiat Place, Singapore, on November 16, 1987. He is survived by his wife, four daughters, and a son. In tahun1990, Zubir life and spirit as a musician is documented in a book called Zubir Said: His Songs (Zubir Said: The songs). Then in 2004, a statue made of bronze Zubir display at the Malay Heritage Park, Singapore.
--Ririsaputra



Lagu kebangsaan Singapura "Majulah Singapura" diciptakan oleh Zubir Said, kelahiran Bukittinggi.

Zubir merupakan seorang musisi otodidak yang dijuluki sebagai komponis dengan "jiwa Melayu sejati". Ia dipercaya telah menggubah lebih dari 1.500 lagu, namun hanya 1.000 di antaranya yang telah dipublikasikan. Selama 12 tahun ia bekerja sebagai penggubah musik dan penulis lagu di salah satu perusahaan penerbit film Melayu, Cathay Keris yang merupakan anak perusahaan dari Cathay Holding Organization.

Masa kecil
Zubir dilahirkan pada tanggal 22 Juli 1907 di kota Bukittinggi, Sumatera Barat. Ia merupakan anak sulung dari keluarga Minangkabau yang beranggotakan 3 anak laki-laki dan 5 anak perempuan. Zubir menempuh pendidikan di sekolah-sekolah Belanda, namun tidak memiliki ketertarikan dengan studi akademik, melainkan lebih tertarik dengan musik. Sejak sekolah dasar, ia telah diajari bagaimana cara membuat dan memainkan suling oleh temannya. Kemudian di sekolah menengah pertama, ia mulai mempelajari cara memainkan gitar, drum, dan alat musik lainnya.

Merantau ke Singapura
Pada tahun 1928, saat menginjak usia 21 tahun, Zubir memutuskan untuk mulai mencari nafkah sebagai musisi di Singapura, sesuai saran dari temannya. Pekerjaan pertama Zubir di pulau yang dijuluki temannya sebagai tempat yang penuh dengan gemerlap lampu tersebut adalah sebagai musisi bersama kelompok opera Melayu City Opera, dimana ia menjadi pemimpin kelompok opera tersebut.

Pada tahun 1938, Zubir meninggalkan Singapura untuk melangsungkan pernikahan di pulau Jawa dengan Tarminah Kario Wikromo, penyanyi keroncong yang telah ia kenal saat mulai bekerja di perusahaan rekaman His Master's Voice pada tahun 1936. Setelah menikah, ia membawa istrinya mengunjungi kota kelahirannya di Bukittinggi pada tahun 1941, sebelum pecahnya Perang Dunia II. Ia kembali ke Singapura pada tahun 1947, tidak lama kemudian ia sempat bekerja sebagai juru foto di surat kabar Utusan Melayu. Pada tahun 1949, ia menjabat sebagai pemimpin perusahaan Shaw Brothers Malay Film Production. Tiga tahun kemudian, ia menjadi penggubah musik di salah satu perusahaan penerbit film Melayu, Cathay Keris, dan menjadi penulis lagu untuk film-film sepertiSumpah Pontianak (1958) dan Chuchu Datuk Merah (1963). Pada tahun 1957, untuk kali pertama karya musiknya dipentaskan untuk umum di Teater Victoria.

Pada tahun 1962, lagu Zubir untuk film Dang Anom memenangkan penghargaan dalam ajang Festival Film Asia yang kesembilan di Seoul, Korea Selatan. Saat itu, ia masih bekerja di perusahaan film Cathay Keris. Sebelumnya, ia juga telah menciptakan banyak lagu terutama untuk film-fim Melayu. Namun pada tahun 1964, ia memutuskan untuk tidak lagi bekerja di perusahaan tersebut karena kecewa dengan keputusan manajemen yang memangkas biaya produksi. Sejak saat itu, ia lebih serius mengajar seniman-seniman muda tentang musik dibanding mengurusi rekaman lagu-lagunya. Putri ketiga Zubir yang merupakan mantan dosen Universitas Nasional Malaysia, Puan Sri Dr. Rohana Zubir, ingat betul bagaimana rumah keluarganya di Singapura selalu diisi dengan kegiatan maupun hal-hal yang berbau musik.

Zubir tutup usia pada usia 80 tahun di Joo Chiat Place, Singapura, tepatnya pada tanggal 16 November 1987. Ia meninggalkan seorang istri, empat orang putri, dan seorang putra. Pada tahun1990, kehidupan Zubir dan semangatnya sebagai musisi didokumentasikan dalam sebuah buku berjudul Zubir Said: His Songs (Zubir Said: Lagu-lagunya). Kemudian pada tahun 2004, patung Zubir yang terbuat dari perunggu dipajang di Taman Warisan Melayu, Singapura.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut