Kamis, 05 Maret 2015

Sekelumit kisah sniper legenda Indonesia, Tatang Koswara

Sekelumit kisah sniper legenda Indonesia, Tatang Koswara
Indonesia kehilangan salah satu prajurit terbaiknya. Dia adalah Peltu Tatang Koswara. Namanya harum di dunia militer. Dia tutup usia pada umur 68 tahun selepas mengisi acara di sebuah televisi swasta kemarin. Penyebab utamanya adalah serangan jantung.
Almarhum Tatang merupakan salah satu penembak runduk terbaik dipunyai Tentara Nasional Indonesia. Prestasinya sejajar dengan prajurit dari negara lain. Bahkan dia tercatat peringkat 13 dalam daftar penembak runduk terbaik sejagat.
Banyak kisah ditorehkan Tatang sepanjang karirnya. Salah satunya dia ikut dalam operasi militer di Timor Timur (sekarang Republik Demokratik Timor Leste). Dari bidikan dan picu senapannya, dia banyak mencabut nyawa prajurit dan perwira lawannya. Keterampilan itu pun tidak mudah didapat. Dia mesti berlatih keras.
Namun sayang, di balik prestasi menggunung itu berbanding terbalik dengan kehidupannya. Tatang saban hari hidup pas-pasan sampai dia mengakhiri masa tugas sebagai prajurit. Meski begitu dia tetap lapang dada. Dia menganggap baktinya selama berdinas sepenuhnya demi negara. Berikut ini beberapa kisah hidup Almarhum Tatang.
1. Tatang keluarkan peluru pakai gunting kuku
Sekitar 1975, Tatang saat itu masih berpangkat Sersan. Dia mendapat tugas buat bertempur di Timor Timur (kini Republik Demokratik Timor Leste). Perintahnya: menghabisi komandan lawan.
Sebagai penembak runduk, Tatang juga bertugas mengumpulkan informasi intelijen. Pada suatu ketika dia pernah apes lantaran tertembak saat sedang mengintai musuh.
"Saya seorang diri mengintai posisi musuh pukul 10.00 malam. Saat itu, saya mengamati posisi musuh dengan teropong malam untuk memberikan informasi pada pasukan yang akan menyerang keesokan harinya," kata Tatang seperti dikutip dari sebuah acara televisi swasta kemarin.
Tatang lantas menyusup ke daerah lawan. Di sebuah lokasi dia menemukan markas musuh. Dia mendekat dan berhenti pada jarak sekitar 300 meter. Saat itu dia melihat ada seorang komandan sayap militer Partai Fretilin, Falintil, menjadi targetnya. Tidak perlu menunggu, Tatang langsung membidik. Tetapi dia tidak langsung menembak.
"Saya sudah bidik dia dari malam. Tapi sniper itu beda dengan pasukan biasa. Harus sabar, harus cermat dan hati-hati," ujar Tatang.
Pukul 05.00 WIB, dia melihat targetnya bergerak sedikit menjauh dari induk pasukan. Dia berpikir hal itu kesempatan terbaik buat menghabisi musuh. Tatang menarik picu senapan. Sebutir peluru melesak dan mengenai sasaran. Sang komandan roboh.
Namun rupanya di lokasi ada sejumlah pasukan Fretilin melihat peristiwa itu. Mereka langsung mengarahkan senapan memberondong lokasi Tatang bersembunyi. Saat itulah Tatang tertembak.
"Saya tidak tertembak langsung. Peluru itu memantul kena kayu dan mengenai kaki saya. Awalnya tidak sakit, tapi terus mengeluarkan darah," lanjut Tatang.
Jika luka Tatang akibat tembakan terus mengeluarkan darah, maka bakal meninggalkan jejak. Hal ini sangat berisiko bagi penembak runduk karena harus meloloskan diri lokasi tanpa bisa dilacak. Alhasil dengan peralatan seadanya, Tatang melakukan operasi darurat dengan menggunakan gunting kuku. Dikoreknya luka itu dan diambilnya serpihan peluru. Semua dilakukan di tengah desingan peluru dan tanpa obat bius.
"Saya pakai gunting kuku," jawab Tatang.
2. Kisah satu peluru simpanan Tatang
Almarhum Tatang Koswara menceritakan kisahnya saat bertugas dalam konflik di Timor Timur (kini Republik Demokratik Timor Leste) sekitar 1975. Waktu itu dia masih berpangkat sersan, selepas menjalani pendidikan bersama Pasukan Khusus Angkatan Darat Amerika Serikat atau dikenal dengan nama Green Berets.
Tatang ditugaskan di bawah Satuan Tugas Khusus memburu para pentolan Partai Fretilin dan sayap militernya,Falintil. Sebagai penembak runduk juga menjalankan tugas pengintaian dan mengumpulkan informasi buat kebutuhan intelijen. Tatang sering masuk jauh ke daerah lawan buat memburu musuh seorang diri. Kadang dia menyusup dengan berjalan kaki, kadang diantar helikopter.
Dalam satu misi, dia membawa 50 peluru. 49 pelor dihabiskan buat menewaskan musuh, termasuk duel dengan sniper lawan. Tetapi Tatang patuh pada doktrin, yakni sengaja menyimpan sebutir peluru.
"Sesuai apa yang diajarkan, peluru terakhir itu digunakan untuk diri saya sendiri. Daripada saya jatuh ke tangan musuh, lebih baik menembak diri sendiri," kata Tatang seperti dikutip dari sebuah acara televisi swasta kemarin.
Bila keadaan terdesak, penembak runduk memang diajarkan menembak diri sendiri daripada tertangkap musuh dan disiksa buat menggali informasi. Setiap sniper juga diwajibkan menghancurkan senjata miliknya dan memecahkan teleskop bidik bila sudah terkepung.
"Senjata itu sangat akurat. Tak boleh sampai jatuh ke tangan musuh, harus dihancurkan," ujar Tatang.
Namun peluru terakhir itu tak pernah digunakan Tatang. Dia terus berdinas di TNI AD hingga pensiun.
3. Prestasi segudang, hidup Tatang pas-pasan
Peltu Tatang Koswara menghabiskan nyaris seluruh karirnya di medan perang. Dia juga menjadi salah satu penembak runduk terbaik dunia dari Indonesia.
Namun ketika purna tugas, dana pensiun diterima Tatang ternyata jauh panggang dari api. Duit itu tidak cukup menopang hidup di hari tua. Karena terdesak kebutuhan, dia kemudian membuka warung makan di Markas Kodiklat TNI AD di Bandung. Sesekali, Tatang masih diajak melatih para juniornya di Komando Pasukan Khusus atau kesatuan lain.
Namun, Tatang memilih tidak mengeluh. Dia sudah tahu risiko jadi tentara meski berprestasi.
"Kalau masalah dana pensiun saya nawaitu. Saya jadi militer, saya tidak harapkan kaya," kata Tatang seperti dikutip dari sebuah acara televisi swasta kemarin.
Tatang memilih menutupi kesulitan hidupnya. Dia merasa uang pensiunnya bisa disiasati.
"Istri saya saja pandai-pandai atur uang pensiun," lanjut Tatang.
DI RANGKUM DI BERBAGAI SUMBER-SUMBER 
SEMOGA BERMANFAAT BAGI ANDA YANG MEMBACANYA
 TERIMA KASIH 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut