Kamis, 05 Maret 2015

Keabadian Puncak Jaya dirusak manusia ???

Keabadian Puncak Jaya dirusak manusia
"Merusak alam adalah bagian dari merusak manusia," ujar Thomas Wanmang, tokoh Suku Amungme Papua melalui sambungan seluler kemarin. Salju abadi di Puncak Pegunungan Jayawijaya itu kini mulai tak terlihat. Batuan hitam berujung tajam itu kini menjadi pemandangan menyeramkan dari satu tujuh puncak tertinggi dunia. Permadani putih yang dikenal salju abadi itu mencair begitu cepat.
Apalagi, perusahaan asal Amerika Serikat, PT Freeport Indonesia dituding makin menambah kerusakan di Bumi Cendrawasih. Sekitar 15 kilo meter dari puncak pegunungan bersalju, PT Freeport telah melakukan penambangan emas, tembaga dan perak sejak tahun 1976.
"Memang sekarang sudah mulai panas, gunungnya sudah dimatikan. Kami dulu di situ dan tinggal kampung banti," ujarnya berapi-api mengenang salju abadi yang kini perlahan mulai mencair.
Puncak Pegunungan Jaya Wijaya memang masuk dalam tujuh puncak tertinggi dunia selain Puncak Everest, Puncak Kilimanjaro (Tanzania, Afrika), Puncak Elbrus (Eropa), Puncak Aconcagua (Amerika Selatan), Puncak Denali (Amerika Utara), Puncak Vinson Massif (Antartika) dan Puncak Everest (Nepal).
Pegunungan tertinggi di Indonesia itu memiliki beberapa puncak diantaranya Puncak Jaya dengan ketinggian 4.740 meter di atas permukaan laut (mdpl), Puncak Carstensz Pyramid dengan ketinggian 4.884 mdpl, Puncak Soemantri dengan ketinggian 4.780 mdpl, Puncak Mandala 4.760 mdpl dan Puncak Trikora dengan ketinggian 4.750 mdpl. Namun paling kesohor yaitu Puncak Cartensz. "Dulu suatu kebanggaan karena saljunya putih," tutur Thomas.
Melelehnya salju abadi di Puncak Cartensz bukanlah tanpa sebab. Sejak penelitian dilakukan pada 1936, hilangnya gletser tersebut memang terbilang cepat. Ahli Iklim dan Laut Indonesia Dwi Susanto dari University of Maryland, mengatakan jika melelehnya gletser di Pegunungan Jaya Wijaya makin bergerak cepat setelah 1960. Bahkan melelehnya salju abadi di Puncak Jaya Wijaya itu lebih cepat dibanding dengan melelehnya es di Puncak Gunung Everest, Nepal.
Percepatan itu lantaran iklim laut pasifik banyak memengaruhi melelehnya es di Puncak Pegunungan Jaya Wijaya. "Temperatur di utara Irian memang panas termasuk di hampir seluruh wilayah Indonesia," kata Dwi yang juga ikut membantu mendidik di Universitas Surya, Tangerang ini.
Dwi merupakan peneliti tergabung dalam "Ice Core Studies of Climate and Environmental Histories from Papuas Remaining Ice Fields". Penelitian yang dilakukan Ilmuan Indonesia dan Amerika Serikat kurun waktu 2010-2013 bekerja sama dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) serta PT Freeport.
Melelehnya salju abadi di Puncak Pegunungan Jaya Wijaya itu juga dikuatkan oleh hasil penelitian Dwi bersama ilmuan Amerika dua tahun lalu. Ketika meneliti keberadaan salju yang tinggal 22 persen itu, temperatur di Puncak Soedirman dan Puncak Soemantri Brojonegoro itu memang terbilang panas. Pasalnya suhu pada malam hari mendekati -14 derajat celcius. Sedangkan pada siang hari suhu bisa mencapai 15 derajat celsius.
"Jadi ketika turun salju itu langsung hujan, jadi langsung hilang esnya," ujarnya. Temperatur iklim di seputaran Pegunungan Jayawijaya banyak memengaruhi melelehnya salju abadi, apalagi ditambah iklim di laut pasifik yang kian memanas. "Pembentukan esnya lambat, pencairannya lebih cepat. Lebih banyak curah hujannya dari pada saljunya."
Dwi pun menjelaskan jika melelehnya salju abadi di Puncak Cartenz itu bukan karena adanya aktivitas penambangan di dekat Puncak Pegunungan Jayawijaya. Menurut dia, aktivitas penambangan sama sekali tidak memengaruhi melelehnya salju abadi. "Kalau tambang terhadap es kita tidak melihat korelasi langsung," ujarnya.
Penjelasan Dwi juga diperkuat dengan salah satu pendaki dari Tim 7 Summit Expedition Iwan Irawan. Dia mengatakan jika melelehnya salju abadi atau dikenal dengan gletser itu banyak dipengaruhi oleh pemanasan global. Untuk itu Iwan pun bersama dengan tim pendaki 7 Summit Expedition mendorong menjaga kelestarian lingkungan untuk mencegah hilangnya salju abadi dari Puncak Jayawijaya.
"Kita sudah mulai menggalakkan itu karena Global Warming (pemanasan global) sendiri sudah ada sejak tahun 1980," kata Iwan melalui seluler kemarin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut